HIDUPKATOLIK.com – Karakteristik generasi Z ini menuntut pola pembelajaran iman yang kreatif.
Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi pada saat ini mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap peradaban, termasuk pertumbuhan iman anak muda. Karenanya, dalam mendampingi remaja masa kini, metodenya tidak bisa disamakan dengan pendampingan generasi sebelumnya.
Para remaja Katolik yang kini tergabung dalam kelompok Bina Iman Remaja (BIR) adalah generasi Z yang lahir pada kurun waktu antara tahun 1995-2010. Psikolog dan edukator dari Personality and Human Relations Indonesia, Angeline Virginia Kartika, mengatakan, generasi ini memiliki intensitas yang tinggi dalam hal penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.
Dalam Pertemuan Seksi Panggilan Paroki Sekeuskupan Agung Jakarta, Angie, demikian ia disapa, menjelaskan, ada perbedaan karakteristik yang signifikan antar generasi Z dengan generasi lain. Salah satu dan yang terutama adalah dalam hal penguasaan informasi dan teknologi. “Bagi generasi Z informasi dan teknologi adalah hal yang sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Mereka lahir di mana akses terhadap informasi, khususnya internet sudah menjadi budaya global, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap nilai-nilai, pandangan, dan tujuan hidup mereka,” katanya di aula Sekolah Tarakanita Pluit, Jakarta Utara, Minggu, 31/3.
Karakteristik generasi Z ini menuntut pola pembelajaran iman yang kreatif. Pendampingan generasi Z sudah saatnya menggunakan teknik dan media berbasis teknologi informasi dan komunikasi untuk menyampaikan pesan iman. Kepada ratusan pengurus seksi panggilan dan pendamping BIR yang hadir, Angie menyampaikan teknik yang dapat digunakan dalam pendampingan iman mereka adalah melalui diskusi. Sementara, media yang digunakan dapat berupa video, film, dan aplikasi gadget.
Karena itu, Angie mendesak agar para pendamping BIR harus mempunyai persiapan ekstra dan latar belakang katekese serta ilmu Kitab Suci yang lebih mumpuni. Karena metode pembelajaran remaja masa kini adalah lebih pada diskusi, maka pengajar perlu memantik dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat mereka bisa menggali sendiri.
Generasi Z, tambahnya, akan memunculkan jawaban yang sangat variatif. Oleh sebab itu, pendamping harus bisa menggiring untuk mendapatkan maknanya dengan cara yang kreatif. Masa-masa ini, kata Angie, adalah masa emas untuk menanamkan pengajaran iman pada diri remaja. Sehingga, metode yang tepat akan berdampak sangat baik dalam penghayatan iman. Penghayatan iman yang baik berpengaruh pada panggilan mereka sebagai masa depan Gereja.
Sementara itu, Sekretaris Komisi Kepemudaan KWI, Pastor Antonius Hariyanto, mengatakan, remaja sangat banyak mengalami kebingungan tentang dirinya. Karenanya, pendamping BIR dapat memainkan peran sebagai guru sekaligus teman yang mendengarkan dan membantu menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Meski demikian, Pastor Hariyanto menyebut, para remaja bukan sekadar sasaran tindakan pastoral, melainkan anggota dari tubuh Gereja yang telah dibaptis dan di dalam mereka, Roh Tuhan hidup dan berkarya. “Para remaja ikut berperan serta memperkaya keberadaan Gereja dan bukan sekadar menjadi sasaran pastoral Gereja. Mereka tidak hanya masa depan Gereja tetapi juga masa sekarang,” ujarnya.
Hermina Wulohering
HIDUP NO.14 2019, 7 April 2019