HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh, saya ingin bertanya, berapa usia ideal untuk melatih anak hidup mandiri? Sebab, kami berencana untuk memasukkan anak ke dalam asrama. Terima kasih.
Margareta Leonarda, Madiun
Ibu Margareta yang baik, terima kasih untuk pertanyaan Ibu. Perkembangan kemandirian pada remaja terjadi melalui relasi mereka dengan keluarga dan orang-orang di sekitar. Salah satu pihak yang paling berperan dalam perkembangan kemandirian adalah orangtua. Hasil penelitian Grolnick (dalam Suryani, Lukito, & Apriliadi, 2015) menunjukkan, ada tiga dimensi pengasuhan orangtua yang berperan positif dalam pengembangan kemandirian anak, khususnya dalam konteks akademis, yaitu keseimbangan antara dukungan untuk mandiri dan adanya kontrol orangtua, keterlibatan orangtua, dan adanya struktur yang jelas dalam keluarga.
Menurut Steinberg, ada tiga tipe kemandirian. Pertama, behavioral autonomy, yakni kemampuan untuk membuat pertimbangan, keputusan, dan tujuan yang berasal dari dalam diri sendiri, tanpa adanya tekanan dari luar diri. Selain itu, kemampuan untuk membuat strategi untuk mencapai tujuan yang telah dibuat dan ditetapkan oleh diri sendiri, lalu menindaklajuti dengan tindakan nyata, dan mampu untuk merefleksikan secara aktif.
Kedua, value autonomy, yaitu kemampuan untuk memiliki sikap, pandangan, dan nilai yang berasal dari diri sendiri, bukan karena adanya tekanan dari luar diri, dan mampu melakukan refleksi secara aktif.
Ketiga, emotional autonomy, merupakan kemampuan untuk merasa tidak bergantung secara emosional kepada orang lain, terutama orang yang dekat secara emosional dengannya; selain itu memiliki keyakinan terhadap diri sendiri ketika berelasi dengan orang lain.
Anak yang terbilang mandiri adalah anak yang memiliki keinginan dan menjalankan keinginan itu tanpa membutuhkan banyak bantuan dari orang lain di sekitarnya. Kemandirian terbangun melalui bantuan, kesempatan, kepercayaan, dan dukungan yang diberikan oleh orangtua dan lingkungan sekitar.
Sebenarnya, karena orangtua memberi kepercayaan kepada anak, maka anak akan berani untuk mencoba. Karena anak berani untuk mencoba, maka anak menjadi tahu sesuatu hal baru. Karena mengetahui, maka anak menjadi bisa melakukan sesuatu yang juga baru diketahuinya. Karena ia menjadi bisa sesuatu, maka anak memiliki rasa percaya diri. Karena merasa percaya diri, maka anak kemudian menjadi lebih mandiri.
Suatu kesalahan besar kalau orangtua sampai memaksakan anaknya menjadi mandiri, padahal anak tidak pernah diberi kepercayaan dan juga kesempatan untuk mencoba hal baru, tidak pernah diberi kesempatan untuk merasa gagal dan kemudian belajar untuk bangkit lalu mencari jalan keluar, dan kesempatan belajar lain.
Hal itu termasuk pernah-tidaknya orangtua memberi kesempatan bagi anak untuk membuat keputusan, untuk memikirkan berbagai pertimbangan saat akan membuat keputusan, serta keberanian untuk menerima konsekuensi dari keputusan yang dibuatnya.
Saat mendampingi anak untuk melatih kemandiriannya, dibutuhkan kesabaran, kerelaan, dan kepercayaan kepada anak bahwa mereka bisa melakukan sendiri berbagai hal yang diinginkan. Selain itu, dibutuhkan juga pengenalan orangtua secara baik terhadap masing-masing kondisi anaknya, karena kemandirian ini sifatnya sangat individual dan tak bisa disamakan satu dengan yang lain.
Pada usia remaja sekitar 16-17 tahun sepertinya bisa dijadikan sebagai masa di mana anak mulai belajar untuk mengasah kemandiriannya, misal untuk tinggal di asrama. Namun sebaiknya orangtua tetap memperhatikan betul kesiapan anaknya untuk bisa mandiri, di mana untuk tinggal di asrama berarti akan tinggal terpisah dengan orangtua, sangat dituntut untuk bisa mengurus diri sendiri, memperhatikan kebutuhan diri sendiri, berani untuk membuat berbagai keputusan, dituntut untuk lebih bertanggung jawab, dan lain sebagainya. Kesiapan untuk bisa mandiri sangat bersifat individual dan juga dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman seseorang pada usia sebelumnya.
Fransisca Rosa Mira Lentari
HIDUP NO.10 2019, 10 Maret 2019