HIDUPKATOLIK. COM – Yes. 42:1-7; Mzm. 27:1,2,3,13-14; Yoh. 12:1-11
KISAH Marta dan Maria yang dicatat dalam kenangan penginjil Yohanes, sebenarnya mirip dengan yang dikisahkan Lukas. Marta tetap sibuk melayani dan Maria tetap suka pada kaki Yesus.
Bedanya bukan Marta yang protes pada sikap Maria, tetapi Yudas Iskariot yang tanpa sadar terus mengingatkan kita, pembaca, kepada figur nenek moyangnya, yang terus penuh dengan hitung-hitungan uang, dalam drama keluarga Yusuf dan saudara-saudaranya.
“Bau uang” sekalipun dalam satu proyek karitatif yang luhur tetap punya aroma yang gelap (maka orang bilang “penggelapan uang”). Akan tetapi, fokus perhatian utama bukan orang-orang miskin, melainkan minyak narwastu murni.
Parfum pada dasarnya diciptakan untuk memberi diri sampai habis aromanya yang semerbak, meyebarkan rasa senang dan gembira, bahkan mengubah bau kematian menjadi keharuman kamar pengantin.
Itu lambang Allah sendiri, yang tidak dapat tidak mengasihi dan memberi diri kepada yang lain: “harum bau minyakmu, bagaikan minyak yang tercurah namamu” (Kid. 1:3). Namun, bicara tentang kasih yang “tidak tanggung-tanggung” dalam memberi diri itu tidak bisa dihidupi tanpa melalui kematian.
Nikodemus, yang suka datang dalam gelap, nanti juga akan membawa campuran minyak kayu cendana 50 kati (sekitar 33 Kg) untuk penguburan Yesus, tidak tanggung-tanggung, bagaikan untuk seorang raja di satu musaoleum.
Pastor Vitus Rubianto Solichin SX
Dosen Kitab Suci STF Driyarkara Jakarta
HIDUP NO.15 2019, 14 April 2019