HIDUPKATOLIK.com – Usaha dan doa menjadi amunisi terbaik yang digunakan Paroki ini untuk mewujudkan mimpi kecil mereka.
Pintu gereja Stasi Lungar Paroki St Arnoldus Janssen Ponggeok berderit kencang menandakan sebagian fondasinya telah terlepas dari engsel. Sebagian kaca jendela juga terlihat telah pecah dan buram. Selain itu, lantai semen gereja tampak retak di beberapa bagian. Gambaran sebuah gereja tua. Persis di depan gereja lama itu, sebuah gereja baru sedang dibangun. “Ini dibangun dengan swadaya umat, tapi Romo Leksi (pastor paroki) mencarikan kita donatur,” ungkap salah satu umat stasi, Alfons Syukur.
Pembangunan gereja stasi ini merupakan kelanjutan dari pembangunan gereja Paroki Ponggeok. Nun jauh dari stasi Lungar, Gereja Paroki Ponggeok Keuskupan Ruteng tampak elok. Setelah melalui proses selama beberapa tahun, akhirnya gereja baru Paroki yang berdiri pada 1955 itu diresmikan pada Mei 2018 silam. Kepala paroki Ponggeok, Pastor Aleksius Saridin Hiro sangat gembira dan bersyukur atas rahmat Tuhan, sehingga paroki yang terdiri dari 10 stasi dan 112 wilayah KGB itu boleh memiliki gedung Gereja yang baru.
Setelah gereja paroki selesai, pada awal 2018, stasi Lungar mulai membangun gereja baru. Dalam beberapa tahun terakhir, paroki Ponggeok giat membangun gereja. Letak geografis stasi-stasi yang jauh dari pusat paroki membuat paroki harus membangun gereja stasi. Salah satunya, gereja stasi St Yosep Lungar Pocoleok. “Gedung gereja stasi ini keropos dimakan usia, nah setelah gereja induk Ponggeok, umat juga membangun gereja stasi Lungar yang gereja lamanya sudah sangat berusia tua dan tidak layak lagi dipakai,” ungkap Romo Leksi.
Gereja dibangun dalam semangat “swadaya umat”. Pasir, bata, kayu dan seluruh perlengkapan bangunan disediakan sendiri. “Kendala utama dalam pembangunan gereja ini adalah keterbatasan dana. Hal ini bisa dimaklumi karena sebagian besar umatnya bermata pencaharian sebagai petani dengan penghasilan yang rendah dan tak tentu,” jelas Pastor Leksi. Umat stasi Lungar, Silvester Ratu juga menyampaikan hal serupa. “Swadaya umat memang diutamakan karena menjadi tanggungjawab kami tetapi kita tentu berharap, umat Katolik yang berkelimpahan, berkenan untuk menyalurkan bantuannya bagi pembangunan gereja ini,” harap mantan penggiat THS-THM ini.
Menyikapi keterbatasan dana, Pastor Leksi berupaya membuka komunikasi dengan pihak ketiga yang mau membantu proses pembangunan gereja-gereja stasi di Paroki Ponggeok. “Kita tentu terbuka pada niat baik para donatur yang mau membantu proses pembangunan gereja,” tutur imam yang ditabiskan di Katedral Ruteng, 15 September 1999 ini.
Memang, selain gereja Stasi Lungar, Gereja Stasi Ulu Belang juga sedang dalam tahap persiapan pembangunan. Kedua stasi itu relatif jauh dari pusat paroki. Selain itu, menurut Pastor Leksi, jumlah umat meningkat banyak dalam sepuluh tahun terakhir. Karena itu, keberadaan gereja di kedua stasi itu menjadi keniscayaan dan penting bagi perkembangan iman umat di kedua stasi itu.
Selain itu, menyadari keterbatasan usaha manusia, Pastor Leksi pun menyerukan dan mengajak seluruh umat untuk mempersembahkan novena khusus. Laku doa ini sebagai bentuk penyerahan diri total kepada penyelenggaraan ilahi. “Mari kita menyerahkan segala usaha dan upaya kita agar Tuhan sendiri yang menambahkan dan mencukupkan apa yang Gereja ini perlukan,” tandasnya penuh harap.
Edward Wirawan (Manggarai-NTT)
HIDUP NO.09 2019, 3 Maret 2019