HIDUPKATOLIK.com – Suaranya nyaris tak terdengar, namun perbuatannya bergaung lebih kuat dibandingkan pelantang suara manapun.
Dalam lukisan karya John Everett Millais, Yosef terlihat sedang menghaluskan papan kayu di bengkel kerjanya. Tidak sendiri, ia dibantu Yohanes dan ibunya Elizabeth. Nampaknya, mereka sedang menyelesaikan sebuah peralatan dari kayu.
Masih di dalam lukisan yang sama, Yesus yang masih kecil sedang bersama ibunya. Gabungan adegan ini sontak menghadirkan suasana Keluarga Kudus di zaman saat mereka hidup di dunia. Dengan melihat lukisan yang tersimpan di Museum Tate Inggris ini, setiap orang setidaknya dapat melihat pengaruh Yosef sang tukang kayu, dalam kehidupan Keluarga Kudus.
Tak terhitung berapa karya seni yang melukiskan St Yosef. Setiap seniman tentu memiliki penafsiran mereka masing-masing dalam cara mereka menggambarkan sosok seorang Yosef.
Gereja sendiri masih terus memperkaya pemahamannya tentang St Yosef. Sejak kelahirannya, Gereja terus melahirkan refleksi-refleksi baru tentangnya.
Pelindung Gereja
Sudah sejak masa kepemimpinan Paus Sixtus IV (1471-1484), ia berharap pesta St Yosef dimasukkan ke dalam Misale Romawi. Ia menilai bahwa sebelumnya, penghormatan kepada St Yosef tidak terlalu mendapat perhatian khusus. Hal yang kurang lebih sama dilakukan pada masa Paus Gregorius XV dengan dekrit tertanggal 8 Mei 1621, ia memerintahkan agar pesta St Yosef diperhatikan di seluruh dunia.
Perhatian dua Paus itu setidaknya memberi gambaran, bagaimana Gereja terus memperbarui ajarannya tentang St Yosef. Pada tanggal 8 Desember 1870, Kongregasi Ritus Suci mengumumkan dekrit Quemadmodum Deus. Dekrit ini berisi keputusan Paus Pius IX untuk mendeklarasikan St Yosef sebagai pelindung Gereja Universal. Dalam dokumen yang sama, Paus Pius IX menaikkan status Pesta St Yosef yang jatuh pada tanggal 19 Maret. Dengan ini, Gereja Katolik ingin memberikan penghormatan suami dari Bunda Kristus secara tepat. Paus Pius IX mempercayakan dirinya dan semua umat beriman kepada perlindungan St Yosef.
Posisi St Yosef dalam kehidupan Gereja masih terus diperkaya. Paus Leo XIII (1878-1903) mengeluarkan ensiklik Quamquam Pluries pada 15 Agustus 1889. Ensiklik ini berbicara tentang devosi kepada St Yosef.
Dalam ensiklik ini, Paus Leo XIII juga melihat carut-marut moral dunia. Gereja melihat iman dan kebajikan Kristen berkurang dalam banyak jiwa. Ia juga melihat dorongan untuk beramal semakin dingin. Lebih parahnya, generasi muda setiap hari tumbuh dalam kebobrokan moral.
Dalam masalah ini, pemulihan moral manusia tidak dapat hanya mengandalkan kemampuan manusiawi saja. Setiap orang butuh bantuan dari kekuatan Ilahi. Untuk itu, selain mempercayakan hidup kepada Perawan Suci, Maria, Gereja juga mendorong agar setiap orang “bersandar” pada Yosef.
Quamquam Pluries mengutarakan alasan mengapa setiap umat beriman harus mempercayakan dirinya ke dalam doa Yosef. Bapa asuh Kristus ini merupakan personifikasi terbaik dari perhatian dan kewaspadaan seorang ayah.
Ensiklik ini juga menggambarkan bagaimana Yosef sekaligus menjadi model dan pelindung integritas perawan. Dari St Yosef, umat beriman dapat belajar cara menjaga martabat seseorang. St Yosef memberi teladan, bahwa meski dalam ketidakberuntungan, setiap orang harus tetap memuliakan Allah.
St Yosef senantiasa puas dengan harta bendanya yang sedikit. Ia meniru Putranya yang telah mengenakan wujud seorang hamba. Seluruh hidup Yosef, menunjukkan bahwa pekerjaan yang digabungkan dengan kebajikan secara luar biasa akan memuliakan Allah.
Sumbangan Paus Leo XIII bagi penghayatan Gereja pada St Yosef masih bertambah. Ia menyerukan kepada seluruh Gereja untuk berdoa kepada St Yosef selama bulan Oktober. Sejak itu, kebiasaan ini diulang setiap tahun hingga kini.
Bagi mereka yang setia mendaraskan doa ini, akan memperoleh indulgensi selama tujuh tahun dan tujuh Prapaskah. Dengan ini, maka Gereja mendedikasikan Maret dan Oktober kepada St Yosef. Dianjurkan juga sebelum Hari Raya st Yosef pada 19 Maret, setiap paroki hendaknya merayakan doa triduum (doa tiga hari berturut-turut) atau novena St Yosef.
Bapa Konsili
Saat kemunculannya, Le Voci menjadi dokumen Kepausan terpanjang mengenai St Yosef. Paus Yohanes XXIII mengeluarkan dokumen ini pada 19 Maret 1961. Surat apostolik ini memiliki tujuan utama menobatkan St Yosef sebagai Pelindung Dewan Konsiili Vatikan II.
Di dalam dokumen ini, Gereja secara panjang lebar menguraikan sejarah devosi kepada St Yosef, terutama sejak masa Pius IX. Tentu, setelah memproklamasikan perlindungan St Yosef bagi Dewan Konsili, Paus juga mendorong doa kepadanya.“ St Yosef mendengar doa-doa semua orang yang memohon kepadanya, apakah di kapel kecil yang paling sederhana atau basilika terbesar di dunia,” ujarnya.
Pasca Konsili Vatikan II, Gereja masih terus berjalan dengan ajaran tentang St Yosef. Paus Yohanes Paulus II mengeluarkan Redemptoris Custos. Nasihat kerasulan ini mengambil banyak poin secara tradisional mengenai St Yosef.
Paus Yohanes Paulus II mengulangi kembali pengajaran kepausan selama seratus tahun terakhir. Ia menuturkan, bahwa St Yosef adalah yang terbesar di antara para kudus setelah Maria (RC 4, 7). Kunci dari nasihat ini adalah kenyataan bahwa St Yosef masuk dan membagikan misteri penebusan.
“[Inkarnasi adalah] misteri di mana Yosef dari Nazaret ‘berbagi’ (commuicavit) tidak seperti manusia lain kecuali Maria … ia berbagi dengannya; ia terlibat dalam karya penyelamatan yang sama; ia adalah penjaga dari kasih yang sama, melalui kuasa yang Bapa kekal ‘menentukan kita menjadi putra-putranya melalui Yesus Kristus (Ef 1:5).” (RC 1)
Spiritualitas Keluarga
Lalu bagaimana dengan iman St Yosef? Pastor Christopher O’Donnell Ocarm menjelaskan, dalam ajarannya, Paus Yohanes Paulus II merujuk pada dua pengumuman. Pertama, penampilan malaikat kepada Maria di Nazareth (Luk 1: 26-38). Kedua, penampilan malaikat dalam mimpi kepada Yusuf (Mat 1: 18-25).
Dalam kedua peristiwa ini, baik Maria dan Yosef merespon dengan ketaatan. Maria mengiyakan pesan malaikat, sedangkan Yosef melakukan apa yang diperintahkan malaikat kepadanya (RC 2-3, 17). Pada awal “ziarah imannya, iman Maria bertemu dengan iman Yusuf” (RC 4). Keduanya menunjukkan kepatuhan iman pada misteri yang sama (RC 4). Dengan cara ini, bersama dengan Maria, Yosef menjadi penjaga misteri ilahi Inkarnasi (RC 5).
Nasihat itu secara keseluruhan merangkum tradisi tulisan suci, liturgi, dan ajaran bapa Gereja tentang kebapaan Yosef. Ia menjadikan hidupnya sebagai pelayanan Inkarnasi. Ia memiliki otoritas hukum atas Keluarga Kudus Ia mengawasi Anak Allah dengan perhatian kebapakan.
Yesus pada gilirannya “menaatinya (Yosef – red) dan memberikan kepadanya kehormatan dan hormat bahwa anak-anak berutang kepada ayah mereka” (RC 8). Ia adalah ayah asli, bukan pengganti: ia ayah “yang sepenuhnya berbagi dalam ayah otentik manusia dan misi seorang ayah dalam keluarga” (RC 21).
Baik Lukas dan Matius mencatat bahwa Yusuf mengambil peran sebagai ayah dengan memberi nama anak itu, Yesus (RC 7,12). Pernyataan Maria menegaskan kenyataan Nazaret, “ayahmu dan aku telah mencarimu” (Lukas 2:48, lihat RC 15), yang dibuktikan oleh Lukas di tempat lain tentang orang tua Yesus (Lukas 2:33, 41 — RC 21) ).
Pastor Christopher menegaskan, bahwa meskipun diam, keheningannya merupakan tantangan kuat terhadap nilai-nilai saat ini, yang berkembang dalam masyarakat modern yakni pemuliaan kesuksesan, pencapaian, dan pemenuhan diri. St Yosef menunjukkan nilai tertinggi dari kehidupan batin, dengan hidup dalam komitmen total kepada Yesus dan Maria. Yosef menunjukkan kasih dan pengorbanan sebagai standar utama dalam pernikahan Kristen. “Pada Maria dan Yosef, pria dan wanita menemukan identitas sejatinya, demikian juga Gereja,” imbuhnya.
Setelah melalui sejarah panjang perkembangan ajaran tentang Yosef. Gereja rasanya jangan terus berhenti. Pastor Christopher masih melihat kebutuhan untuk melakukan studi lebih lanjut mengenai St Yosef. Ia melihat, setidaknya ada dua bidang dari dua sumber yang dapat diselami.
Pertama, Gereja perlu mendengar dan belajar dari mereka yang memiliki pernikahan, dimana karena suatu hal (kesehatan, situasi sosial, pilihan bebas) tidak melakukan hubungan intim. Pandangan mereka tentang pernikahan dapat membantu Gereja memahami secara utuh tentang kehidupan suami istri. Kedua, Gereja perlu mendengar dari ayah yang telah mengadopsi anak. Hal ini merujuk pada pengalaman mereka menjalin ikatan dengan anaknya.
Pastor Christopher melanjutkan, menelisik kehidupan pria yang menikah dengan perempuan yang telah memiliki anak dari pernikahan sebelumnya juga bisa menjadi suatu bahan refleksi. “Studi ini bukan hanya bertujuan memahami perjalanan St Yosef dalam mengemban tugas Allah, tetapi sekaligus melihat bagaimana Gereja membantu mereka yang berhadapan dengan keadaan ini,” ujar Profesor Emeritus dari Institut Milltown Dublin, Irlandia ini.
Felicia Permata Hanggu/Antonius E. Sugiyanto
HIDUP NO.09 2019, 3 Maret 2019