HIDUPKATOLIK.com – Ia yakin, saat bergabung dalam proyek MRT Jakarta adalah berkat campur tangan Tuhan. Bekerja di Singapura membuat kariernya stagnan.
Kehadiran moda raya terpadu atau Mass Rapid Train (MRT) bagi warga Jakarta adalah sesuatu yang sangat dinantikan. MRT diharap mampu mengatasi atau setidaknya mengurangi kemacetan di ibu kota. Transportasi modern ini akan membuat Jakarta sejajar dengan kota-kota besar di dunia. Dengan ini, harapannya Jakarta memiliki sistem transportasi publik yang baik dan manusiawi.
Seluruh pekerjaan konstruksi MRT Jakarta, mulai dari tahap I: Lebak Bulus – Bundaran Hotel Indonesia (HI), tahap II: Bundaran HI – Kampung Bandan, hingga tahap-tahap selanjutnya berada di bawah pengawasan seorang perempuan gesit bernama Silvia Halim. Ia ditunjuk sebagai Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta sejak 31 Agustus 2016. Pekerjaan konstruksi sistem transportasi transit cepat ini meliputi pembangunan bawah tanah (underground) dan layang (elevated).
Silvia bertanggungjawab atas delapan kontraktor yang mengeksekusi konstruksi stasiun, terowongan, viaduk, depo, gardu, dan distribusi listrik untuk MRT, railway system, pemasangan rel, persinyalan, serta suplai kereta. Mega proyek ini membuatnya nyaris tak punya waktu istirahat. Hingga MRT beroperasi pada Maret 2019, tidak ada liburan dalam agendanya.
Anak Bandel
Ada masa ketika Silvia kecil menjadi anak yang bandel dan minim prestasi. Suatu hari, saat duduk di bangku kelas VI SD, ia lupa mengerjakan PR. Pada jam istirahat, ia meminta menyalin pekerjaan salah seorang temannya. Begitu mata pelajaran tersebut dimulai, seorang teman lain melaporkan perbuatannya kepada sang guru. Ia pun dihukum. “Saya tidak ingat persis kata-kata teguran dari guru saya. Tetapi saat itu saya benar-benar merasa dikhianati oleh teman sekelas dan direndahkan karena dianggap tidak mampu oleh guru,” kisah anak pertama dari tiga bersaudara ini.
Sejak itu, Silvia berjanji kepada dirinya sendiri bahwa ia akan membuktikan bahwa dia bisa dan akan lebih baik dari semua. Memasuki masa remaja, mulai mengejar prestasi di kelas. Apabila saat masih SD ia biasanya ranking ke-20 dari 30 siswa, saat di jenjang SMP dan SMA ia konsisten menempati ranking ke-10. Perjuangannya kian menuai hasil, saat lulus dari SMA Don Bosco II Jakarta, ia meraih peringkat pertama.
Lulus SMA, Silvia mendapat kesempatan untuk kuliah jurusan teknik sipil di Nanyang Technological University (NTU), Singapura. Ia tahu betul teknik sipil masih kental dengan dominasi kaum laki-laki. Sebagai perempuan, ia belajar dengan giat agar tidak tenggelam. Masa kuliah di Negeri Singa itu pun menjadi pelajaran baginya untuk hidup mandiri.
Gelar sarjana teknik ia raih pada pada tahun 2004. Silvia lalu mengawali kariernya sebagai engineer di Land Transport Authority (LTA) Singapura. Ia mengingat, jumlah wanita yang mengerjakan proyek-proyek konstruksi waktu itu masih jarang. Itu menjadi tantangan tersendiri baginya. “Saya baru lulus dan harus berhadapan dengan para kontraktor. Ada kontraktor yang mungkin berpikir, ini anak perempuan punya pengalaman apa?” kenangnya.
Sadar dirinya belum berpengalaman, Silvia menjalankan tugasnya dalam setiap proyek dengan fokus dan melakukan yang terbaik yang ia bisa. Ia membuktikan kemampuannya dalam hasil kerja. Baginya, pekerjaan tidak memandang jenis kelamin. “Dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, risiko dan konsekuensinya tetap sama. Jika ada yang meragukan kemampuan kita hanya karena perbedaan gender, acuhkan saja sambil tetap berusaha melakukan yang terbaik. Biarkan hasil pekerjaan yang bicara,” ujarnya.
Spesialis Transportasi
Sejak bergabung di LTA Singapura, Silvia mulai fokus menangani proyek bidang transportasi. Ia dipercaya sebagai project manager untuk beberapa proyek infrastruktur. Di Singapura, beberapa kali ia mengerjakan proyek sistem transportasi darat. Salah satu proyek terbesarnya adalah road tunnel di Woodsville Interchange. Ia mengenang,
simpang ini menjadi yang paling rumit di Singapura.
Namun, berkat kiprah dalam bidang ini, Silvia menjadi sangat memahami proyek infrastruktur transportasi. Ia juga semakin mengerti tentang konsep railway yang akan diterapkan di Indonesia.
Perumpamaan “cinta datang karena terbiasa” boleh jadi cocok menggambarkan hubungan Silvia dengan bidang pekerjaan yang ditekuninya. Semakin lama, ia menjadi semakin terbiasa dan begitu menikmati pekerjaannya. Namun, setelah 12 tahun di Singapura, ia mulai jenuh. Ia menginginkan tantangan baru.
Jalan untuk pindah dari Singapura terbuka ketika Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahja Purnama, berkunjung ke Singapura dan memanggil para profesional untuk pulang ke Indonesia, berkontribusi dalam pembangunan Jakarta. Dengan pengalamannya di bidang konstruksi di Singapura, Silvia memberanikan diri melamar ke PT MRT Jakarta. Setelah melewati beberapa proses, ia dipercaya Direktur Konstruksi MRT Jakarta. hingga kini, ia satu-satunya perempuan dalam jajaran direksi.
Menurut Silvia, secara teknis, tantangan di Singapura lebih kompleks dibanding di Jakarta. “Yang sulit di Jakarta adalah soal birokrasi,” ujarnya. Meski demikian, sebagai proyek MRT pertama di Jakarta, Silvia melihat begitu banyak ruang untuk berkontribusi. “Di pembangunan pertama ini, kita masih banyak sekali belajar. Ada banyak tantangan, tetapi juga ada banyak ruang untuk lebih kreatif dalam mencari solusi,” tambah perempuan yang dinobatkan sebagai wanita inspiratif dalam Indonesian Womens Forum 2018 ini.
Membawa Manfaat
Bagi Silvia, bekerja dalam proyek MRT Jakarta tak sekadar menjadikannya seorang civil engineer, namun ia juga menjadi pelayan masyarakat. “Memang banyak tantangan taktis dalam mengemban tugas ini. Satu hal yang selalu mendorong saya untuk terus maju adalah kesadaran bahwa yang saya lakukan ini sangat bermanfaat. MRT pertama di
Indonesia dapat membawa perubahan besar, bukan hanya untuk warganya, tetapi juga kotanya,” ungkapnya.
Silvia yakin yang membawanya ke proyek MRT Jakarta adalah benar-benar campur tangan Tuhan. Saat bekerja di Singapura, Silvia sering merasa stagnan pada kariernya, sementara ia melihat banyak temannya dapat melangkah maju. Ia memacu diri agar yakin bahwa ia sebenarnya dapat melakukan sesuatu yang lebih. “Undangan bekerja di MRT saya rasakan sebagai jawaban dan kesempatan dari Tuhan. Ini menjadi motivasi saya untuk terus berpegang pada iman dan melakukan pekerjaan sebaik yang saya bisa,” tutur umat Paroki Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga Katedral Jakarta ini.
Sebelum memulai baktinya dalam proyek MRT Jakarta, dalam benak Silvia sempat terbesit keraguan akan kemampuannya sendiri. Namun, salah satu yang meneguhkannya adalah pesan Paus Fransiskus yang ia dengar langsung saat mengikuti agenda anak muda Katolik sedunia, World Youth Day 2016, di Kraków, Polandia. “Bapa Paus juga mengatakan yang terjadi di dunia sekarang ini adalah tidak cukup banyak orang baik yang terlibat. Kata-kata itu sangat mengena bagi saya,” ungkapnya.
Silvia Halim
Lahir : Jakarta, 18 Juni 1982
Pendidikan:
– SMA Don Bosco 2 Jakarta (1997-2000)
– Nanyang Technological University Singapura (2000-2004)
Karier:
– Land Transport Authority Singapura (2004-2016)
– Direktur Konstruksi PT MRT Jakarta (2016-sekarang)
Fr Benediktus Yogie Wandono SCJ
HIDUP NO.52 2018, 30 Desember 2018