HIDUPKATOLIK.com – Paroki ini tak hanya menerapkan pastoral teritorial, tapi juga metropolitan pastoral.
Josefat Nwoye dan Augustine Atuwili, pemuda asal Nigeria datang ke Gereja Theresia Menteng, Jakarta Pusat. Mereka hendak mengikuti Misa berbahasa Inggris pukul tiga siang. Mereka kerap datang ke groto dan kapel kecil untuk berdoa tiap sore. Meskipun berasal dari luar negeri, mereka selalu merasakan sebagai satu keluarga Katolik di paroki ini.
Adapula Franciscus Prakoso yang berdomisili di Tebet. Frans bersama keluarganya memilih untuk mengikuti Misa di Gereja St Theresia sebab memiliki kedekatan khusus sebagai alumni SMA Theresia. Selain itu, durasi Misa di sana terhitung tidak lama, hanya satu jam. “Misa di sini cocok dengan keperluan kita agar bisa mempunyai waktu berkualitas bersama keluarga dan teman,” tutur pengusaha muda yang sedang mengantarkan anaknya dalam acara pelantikan misdinar.
Jumlah umat paroki yang berusia 88 tahun ini 3.530 orang. Gereja ini menjadi muara bagi umat luar paroki yang ingin memuaskan dahaga di tengah kesibukan mereka. Letak geografisnya yang unik karena berada di tengah area emas jantung perekonomian Ibu Kota membuat paroki ini memusatkan pelayanan pastoralnya sebagai pastoral metropolitan. Imbasnya, aktivitas perekonomian dan pemerintahan di sekitar paroki ini pun turut mempengaruhi dinamika pelayanannya.
Kepala Paroki St Theresia, Pastor FX. Dedomau D. da Gomez SJ, melihat paroki ini sebagai oase rohani bagi mereka yang sibuk. “Ini membuat paroki lebih dinamis, karena orang-orang lama cenderung itu-itu saja. Kita mau belajar dan mengembangkan pastoral apartemen, bersama paroki-paroki di Dekenat Pusat,” ungkap Pastor Dedomau.
Sementara, Pastor Rekan Paroki St Theresia, Johannes N Hariyanto SJ, menjelaskan, Paroki St Theresia merupakan satu paroki kecil di pusat kota. Jumlah umatnya semakin bertambah dengan adanya apartemen kelas menengah ke bawah. Akibat letaknya yang strategis, umat kebanyakan bukan berasal dari paroki St Theresia sendiri.
Moderator Kampus Orang Muda Jakarta ini pun mengungkapkan, gereja ini berkembang tidak lagi mengunakan konsep tradisional teritorial, tetapi menggunakan konsep metropolitan pastoral. Artinya pastoral yang berbasis pada melayani orang kota yang sibuk. “Paroki Theresia memang terbuka bagi umat yang ingin terlibat untuk mengembangkan kerasulannya di tengah metropolitan sebagai kaum beriman Kristiani berdasarkan profesi dan latar belakangnya yang khas,” ungkapnya.
Dengan keunikan itu tantangan Paroki St Theresia sebagaimana disampaikan oleh Pastor Hariyanto, “kita harus menjala di luar batas laut kita tersendiri. Untuk mengenal orang supaya mereka bisa kita ajak untuk terlibat lebih jauh, apa yang bisa dikerjakan bersama,” ujarnya.
Bersama pengurus Dewan Paroki periode 2019-2022 yang baru dilantik minggu lalu, ia berharap agar segala sesuatu yang sudah berjalan dapat merangkul banyak pihak. “Mereka mempunyai kebesaran hati untuk mau datang merayakan Ekaristi, dan aktif. Tidak hanya dari kantor tetapi juga dari rumah,” ujar Pastor Hariyanto.
Koordinator Seksi Komunikasi Sosial Paroki, Charles Setiadi, juga turut meninjau perkembangan umat yang datang dari berbagi area dengan presentase umat paling besar berada di sekitar daerah Tanah Abang, Menteng, dan Gondangdia. Sementara sisanya tinggal di apartemen. “Di sinilah keunikan gereja ini berada di lingkar bisnis dan paroki diaspora,” ujarnya.
Antonius Bilandoro
HIDUP NO.11 2019, 17 Maret 2019