HIDUPKATOLIK.com – Di sejumlah tempat di Indonesia, kita masih bisa mendengar lonceng gereja berdentang tiga kali sehari, yakni pada pagi hari pukul 08.00, siang pukul 12.00, dan sore pukul 18.00. Secara spontan pula sebagian umat yang mendengar loceng itu menghentikan kesibukannya, mengheningkan diri, dan mendaraskan doa yang kita kenal sebagai Doa “Malaikat Tuhan” (Angelus Domini nuntiavit Mariae).
Bunyi lonceng sekaligus pertanda panggilan pada orang-orang di sekitar gereja untuk berdoa bersama. Di kapel-kapel para biarawan-biarawati (ordo/tarekat/kongregasi), selain mengumandangkan Doa “Malaikat Tuhan”, mereka mengikuti Ibadat Siang (di pagi hari Ibadat Pagi, di sore hari Ibadat Sore). Tidak jarang pula, sejumlah perkantoran, yayasan, lembaga Katolik ‘mentradisikan’ Doa “Malaikat Tuhan” ini sebagai kegiatan penting di siang hari.
Sejumlah sumber menyebutkan, Doa “Malaikat Tuhan” diinisasi pertama kali oleh seorang pengikut Santo Fransiskus dari Asisi (Ordo Fransiskan), yakni Santo Bonaventura tahun 1263. Para Paus di kemudian hari meneguhkan doa ini sebagai salah satu doa yang memegang peranan penting dalam tradisi Gereja dan kehidupan umat. Orang yang mendaraskan doa ini akan mendapatkan indulgensi (pengampunan di hadapan Allah dari hukuman-hukuman sementara dari dosa-dosa yang kesalahannya sudah diampuni).
Paus Paulus VI, dalam Anjuran Apostoliknya, Marialis Cultus, dikeluarkan tanggal 2 Februari 1974, menegaskan, Doa “Malaikat Tuhan” merupakan doa sederhana. “Sekalipun demikian, doa ini memiliki sifat Alkitabiah, asal-usul historis, irama yang hampir liturgis, berintensi untuk menguduskan hari, dan mengingatkan kita pada Misteri Paskah. Karena ini, doa ini tidak memerlukan pembaruan, dan baik untuk terus didoakan di mana pun dan kapan pun dimungkinkan.”
Jika kita melihat secara mendalam, doa ini memang mendeklarasikan malaikat Tuhan yang menyampaikan kabar kepada Maria. Marilah kita simak kata-kata dalam doa ini: “Maria diberi kabar oleh malaikat Tuhan, bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus; Aku ini hamba Tuhan, terjadilah menurut perkataanmu; Sabda sudah menjadi daging, dan tinggal di antara kita… “(dst.) Nanti, pada masa Paskah, teks doa ini diganti dengan Ratu Surga bersukacitalah, Alleluia… (dst.).
Doa “Malaikat Tuhan”, oleh Paus di atas, disebut sederhana tapi sederhana yang dimaksud bukanlah dalam arti hurufiah. Doa ini sesungguhnya merupakan ungkapan iman kita yang paling hakiki, pengakuan iman kita akan Karya Keselamatan Allah melalui rahim Maria, dan Kuasa Roh Kudus. Tatkala kita beriman mendaraskan doa ini, tindakan tersebut merupakan bukti penegasan iman kita kepada Allah, kita meneladan Bunda Maria. Karena, Bunda Maria — meminjam ungkapan Santo Josemaria Escriva — telah memilih bagian penting yang paling mulia. Karenanya, tanpa lonceng gereja pun, pendarasan doa ini, kapan dan di mana pun, sejatinya merupakan panggilan tiap orang.
HIDUP NO.12 2019, 24 Maret 2019