HIDUPKATOLIK.com – Bagaimana jika seorang uskup pensiun? Apa saja yang menjadi tugasnya?
Arnoldus, Lampung
Ada sebuah kisah. Jorge Mario Bergoglio, Uskup Agung Buenos Aires, suatu ketika ditanya, apa yang akan dibuat nantinya setelah pensiun sebagai uskup. Memang waktu itu usianya sudah lebih dari 75 tahun dan sudah mengajukan pensiun beberapa tahun sebelumnya. Dia menjawab dalam nada humor, “Akan menyelesaikan disertasi”. Memang, sewaktu kembali dari Jerman untuk menulis disertasi tentang Romano Guardini, dia langsung sibuk mengajar, menjadi formator, lalu bekerja pastoral dan akhirnya terlebih sebagai uskup. Akan tetapi, kemudian, dia terpilih sebagai Paus, dan mengenakan nama Fransiskus.
Dalam Apostolorum Successores, direktorium tugas dan pelayanan para uskup yang dikeluarkan oleh Kongregasi para Uskup Vatikan (2004) menyebutkan, dengan mengutip dari Kitab Hukum Kanonik kanon 401, bahwa seorang uskup saat berusia 75 tahun diminta untuk mengajukan surat pengunduran diri dari jabatannya sebagai uskup. Demikian pula kalau ada alasan kesehatan atau alasan berat lainnya, yang menjadikan kurang cakap dalam menjalankan tugas, diminta pula untuk mengajukan pengunduran diri kepada Paus. Di kanon selanjutnya, uskup yang sudah diterima pengunduran dirinya akan disebut sebagai uskup Emeritus dan dapat tinggal di keuskupannya.
Uskup yang sudah pensiun tetap bisa menjalankan tugas dalam pelayanan sakramen, bahkan Sakramen Krisma ataupun tahbisan, dalam kerjasama dengan uskup setempat. Bahkan uskup setempat, di mana uskup emeritus tersebut tinggal, bisa memberi tanggungjawab tertentu kepada uskup emeritus. Hal tersebut dikatakan di dalam direktorium uskup. Bahkan dikatakan pula Uskup setempatlah yang memegang tanggungjawab utama dalam penggembalaan pastoral keuskupan, sehingga uskup emeritus diharapkan tidak saja tidak intervensi langsung ataupun tidak langsung, namun juga harus menghindari sikap ataupun cara yang seakan menggambarkan adanya kesejajaran otoritas dalam Keuskupan. Oleh karena itu uskup yang telah pensiun perlu menjalankan berbagai aktivitasnya dalam persetujuan dengan uskup setempat dan dalam kepatuhan akan otoritas uskup setempat.
Jika uskup emeritus tersebut anggota tarekat religius, dia bisa kembali tinggal dalam komunitas tarekatnya, atau sebaliknya, dapat tidak tinggal dalam komunitas tarekatnya. Demikian pula kalau dia imam dioses lain, bukan keuskupan yang pernah dipimpinnya, dia bisa kembali ke wilayah diosesnya semula. Direktorium tugas pelayanan uskup tersebut ketika berbicara tentang uskupemeritus membuka ruang untuk itu. ruang untuk itu. Tentu semua itu perlu dibicarakan dengan Uskup penggantinya, atau dengan pimpinan tarekatnya.
Akan tetapi, Apostolorum Successores menyebutkan bahwa uskup emeritus akan semakin memenuhi nilai kebaikan kehadirannya, bagi Gereja, terutama melalui doa, melalui teladan kehidupan imaminya, melalui nasehat-nasehatnya sejauh diperlukan, bahkan pula melalui penderitaan yang diterimanya dengan penuh kasih. Tentu yang terakhir ini lebih terkait kalau yang bersangkutan semakin mengalami keterbatasan dan kerapuhan badani. Tidak mengherankanlah kalau bab IX dari dokumen tersebut, karena bicara tentang uskup yang pensiun, mengutip Surat Santo Paulus kepada Timotius, “Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir … sekarang tersedia bagiku mahkota kebenaran akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari-Nya” (2 Tim 4:7-8).
Dengan demikian, seorang uskup yang sudah pensiun, sejauh memungkinkan masih dapat berkarya. Dia bisa merancang itu, sesuai dengan minat ataupun peluang yang masih bisa dibuat. Kardinal Darmoyuwono, sebagai misal, setelah pensiun sebagai uskup di Keuskupan Agung Semarang, masih sempat beberapa lama berkarya pastoral di paroki. Kardinal Joseph Ratzinger, ketika mengajukan pengunduran diri kepada Paus Yohanes Paulus II, sudah merencanakan untuk kembali menekuni dunia intelektual, membaca dan menulis. Bergoglio pun sudah punya rencana tersendiri. Bahwa akhirnya tidak semua terjadi sesuai apa yang dipikirkan dan rencanakan, hal itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan, karena semuanya akhirnya bergantung kepada kehendak Allah.
Di tempat di mana saya kini tinggal, di Girisonta, ada dua uskup emeritus, Yulius Kardinal Darmaatmadja dan Mgr Julianus Sunarka. Keduanya menjalankan masa pensiun dengan menekuni hidup doa : berdoa bagi Gereja dan dunia. Keduanya tinggal kembali dalam komunitas Yesuit di rumah tua Emaus, Girisonta, dan hadir serta memberikan pelayanan, yang masih memungkinkan. Namun tugas utamanya adalah berdoa.
Ada suatu nasehat rohani yang baik bagi siapa saja yang pensiun, “Teladani Santo Yoseph, suami Maria: pergi, diam, dan menghilang”. Dan kita kini punya teladan yang baik akan hal itu: Paus Benediktus XVI!
T. Krispurwana Cahyadi SJ
HIDUP NO.06 2019, 10 Februari 2019