HIDUPKATOLIK.com – Peledakan bom di Katedral Our Lady of Mount Carmel, Vikariat Apostolik Jolo, Provinsi Sulu, Filpina telah menorehkan duka mendalam bagi segenap umat Kristen di dunia.
Konferensi Waligereja Filipina (CBCP) dengan tegas mengutuk serangan pengeboman yang terjadi di area Gereja Katedral Our Lady of Mount Carmel dari Vikariat Apostolik Jolo, Provinsi Sulu pada Minggu, (27/1). Pengeboman ini disebutkan sebagai terorisme.
CBCP juga turut berbelasungkawa kepada para korban. “Kami turut berduka cita dengan keluarga beberapa tentara dan warga sipil yang terbunuh oleh ledakan. Kami juga bersimpati kepada mereka yang terluka, dan bersama ini kami memperluas solidaritas kami dengan para pegunjung di dalam Katedral dan komunitas gereja lainnya di Vikariat Apostlik Jolo,” tulis Ketua CBCP, Uskup Agung Romulo Valles dalam sebuah pernyataan setelah serangan yang dilansir www.vaticannews.va, (27/1).
Tak ketinggalan, Paus Fransiskus turut mengutuk serangan teroris yang dilancarkan saat Ekaristi sedang dirayakan hingga menewaskan sedikitnya 20 orang dan melukai sekitar 80 orang dari pihak militer maupun sipil. Dalam semangat perdamaian, Paus Fransiskus berdoa agar para pelaku kekerasan dapat diubah hatinya sehingga penduduk di sana dapat hidup berdampingan secara damai di wilayah itu. Paus, yang berbicara di Panama pada hari terakhir Hari Pemuda Sedunia 2019 ini mengatakan bahwa ia mempercayakan 20 korban serangan kepada Kristus dan Perawan Maria. Bapa Suci dengan jelas menegaskan bahwa peristiwa ini membawa “duka baru bagi komunitas Kristen.”
Ledakan pertama diketahui terjadi di dalam gedung Katedral. Kemudian disusul oleh ledakan di area parkir gereja yang dikelola oleh Misionaris Oblat Maria Imakulata (OMI) ini. Saat itu, pasukan keamanan sedang bergegas menuju Katedral saat bom yang tersimpan di dalam kotak peralatan sepeda motor meledak. Sebagai tindakan preventif, pasukan pengangkut lapis baja dengan sigap menyegel jalan utama menuju Katedral sementara beberapa kendaraan dan ambulans mengangkut jenazah dan mereka yang terluka. Beberapa korban dievakuasi melalui jalur udara ke Kota Zamboanga.
Area Rawan
Jolo diketahui telah menjadi basis bagi kelompok-kelompok Islam, terutama kelompok kecil namum mematikan yakni Abu Sayyaf yang dikenal sebagai salah satu kelompok separatis Islam paling kejam di Filipina. Militan Abu Sayyaf telah masuk dalam daftar hitam organisasi teroris paling dicari oleh Filipina dan Amerika Serikat. Kelompok teroris ini telah melakukan beberapa pemboman besar sejak dibentuk pada tahun 1991. Namun, hingga saat ini belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas pemboman yang terjadi pada Minggu, (27/1) ini. Pihak militer Filipina sedang mencari tahu apakah aksi terorisme ini terkait kelompok Abu Sayyaf.
Jika menilik ke belakang, pemboman ini terjadi kurang dari seminggu usai tercapainya plebisit Hukum Organik Bangsamoro (BOL) yakni persetujuan perdamaian antara pemerintah dan kelompok pemberontak Front Pembebasan Islam Moro (MILF) untuk membangun wilayah Bangsamoro baru di Selatan seperti dilansir www.atimes.com, (27/1). Undang-Undang Bangsamoro yang baru diratifikasi dan disahkan pada 21 Januari ini memberikan otonomi luas kepada Daerah Otonomi Bangsamoro yang baru dibentuk di area Muslim Mindanao Baru (BARMM).
BARMM bertujuan untuk membawa perdamaian yang adil dan abadi ke wilayah tersebut setelah empat dekade terjadi perang saudara yang telah memiskinkan wilayah Muslim, negara yang paling miskin di negara itu. Namun, Sulu memilih menentang pencantuman ini sebab akan menggantikan daerah otonomi Muslim Mindanao (ARMM) yang berusia 28 tahun. ARMM merupakan hasil dari perjanjian perdamaian terpisah dengan kelompok pemberontak Moro Islam yang berbeda.
Felicia Permata Hanggu
HIDUP NO.05 2019, 3 Februari 2019