HIDUPKATOLIK.com – Suku Dayak memiliki aneka ragam budaya yang unik. Salah satunya adalah alat musik sape yang berasal dari Dayak Kenyah. Di tengah modernisasi, sape kini berada di bawah bayang-bayang kepunahan. Salah seorang putra Dayak, Andreas Mariano George Avelino, terpanggil untuk melestarikan tradisi budaya ini. Andre, demikian ia disapa, telah tiga tahun mempelajari sape. “Saya mempelajari sape secara otodidak sejak duduk di bangku kelas II SMP,” ungkapnya saat ditemui di Gereja Katedral Santa Maria Palangka Raya, Minggu, 20/1.
Andre menuturkan ketertarikannya pada sape muncul karena alunan musik yang dihasilkan sangat indah. Karena sebelumnya sudah bisa bermain gitar, ia merasa cukup terbantu dalam mempelajari sape. Meski demikian, memainkan sape berbeda dengan cara memainkan melodi gitar. Saat bermain sape, jari-jari tangan hanya ber ada pada satu atau dua senar, bergeser ke atas dan bawah. Selebihnya, perasaan yang berperan hingga mampu menghasilkan melodi yang indah. “Feeling harus kuat. Kalau tidak bisa salah nada,” ujar seminaris Raja Damai Palangka Raya, Kalimantan Tengah.
Di seminari, Andre menjadi satu-satunya seminaris yang bisa memetik sape. Praktis, setiap kali seminari menengah ini menampilkan pertunjukan musik atau membawakan kor di gereja, putra Dayak Maanyan ini selalu didaulat menjadi pengiring. “Untuk menjaga eksistensi alat musik tradisional ini, saya kini tengah mengajari seorang teman,” ujarnya.
Hermina Wulohering
HIDUP NO.05 2019, 3 Februari 2019