HIDUPKATOLIK.com – Ia aktif dalam kegiatan filantropi. Atas dukungan dari banyak pihak, ia menginisiasi pengobatan katarak gratis. Baginya, hidup adalah kesempatan untuk terus berkarya.
Pada usia 93 tahun lebih, perhatian dan komitmen Paulus Pandji Wisaksana atau akrab disapa Pandji Wisaksana tidak jauh-jauh dari kegiatan filantropi, terutama lewat Gerakan MataHati yang dirintisnya sejak tahun 2008. Gerakan yang didukung banyak pengusaha besar ini, berupa kegiatan operasi mata katarak secara gratis bagi masyarakat miskin.
“Dalam usia hampir 94 tahun ini saya hanya bisa bersyukur,” kata pria yang lahir 27 Juni 1925. Dengan berjalan sedikit, tidak bertongkat, Pandji Wisaksana masih aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Ia bertemu dengan sejumlah kolega pengusaha, untuk memenuhi undangan pertemuan bertema kegiatan sosial.
Dalam pertemuan itu, ia selalu menyapa dengan benar nama orang-orang yang ditemuinya. Wajah dan kedua matanya memancarkan kedamaian. Kakek dan bapak empat orang anak ini, begitu cepat akrab dan diterima orang lain. Berbicara pelan, runtut, dan logis, ia terlihat begitu bersemangat begitu berbicara mengenai topik filantropi khususnya kesehatan mata. Suami dari Trijuani ini memang sangat menyatu dengan kegiatan filantropi.
Banyak kegiatan sosial, terutama pengembangan pendidikan di sejumlah perguruan tinggi tidak lepas dari bantuan finansial maupun gagasannya. Nama Pandji Wisaksana selalu disebut sebagai salah satu alternatif pengumpulan dana.
Peduli Mata
Gerakan MataHati, sangat peduli membantu kesehatan mata terutama operasi katarak bagi kaum miskin. “Mata itu jendela dunia,” ungkapnya mengutip sebuah pepatah. Penyakit mata memang tidak mematikan, namun lebih dari 1,5 persen penduduk Indonesia mengalami gangguan kesehatan mata. Dengan penduduk sekitar 200 juta, tiap tahun terjadi penambahan 200.000 lebih penderita dan separuhnya menderita katarak.
Pandji sangat mengapresiasi pidato guru besar Dr Tjahjono Gondowiardja di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Indonesia memiliki banyak dokter ahli sakit mata, walaupun belum mencukupi. “Mencari dokter yang memiliki komitmen seperti Prof Tjahjono jumlahnya tidak banyak, dia hebat,” kata Pandji Wisaksana sambil mengacungkan ibu jari.
Sejak awal, inspirasi dan motivasi Gerakan MataHati dapat berjalan berkat dukungan Prof Tjahjono. Ketika pertama kali gerakan ini bergulir, Prof Tjahjono menjabat sebagai Ketua Persatuan Dokter Ahli Mata (Perdami) Pusat? Tidak juga. Pertanyaan retoris itu dijawabnya sendiri. Penguasaan data, jiwa sosial dan keterampilannya dalam menangani operasi kesehatan mata sangtlah prima. Ditambah dengan kepedulianya kepada masyarakat miskin, khususnya orang tua.
Gerakan MataHati hanya bermodalkan dari hasil penjualan buku biografi MataHati Sang Pioneer Indonesia, yang terbit tahun 2006. Jumlahnya tidak besar, tetapi menjadi besar berkat bantuan dari sejumlah pengusaha yang tergerak berkat kepercayaan pada ketulusan hati seorang Pandji Wisaksana. Tanpa menyebut angka, saat ini jumlahnya sangat besar, dan dikelola secara transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab.
Pada tahun pertama pendiriannya, di bulan Agustus 2008—Agustus 2009, MataHati berhasil mengopperasi 5.000 pasien operasi katarak di 40 rumah sakit di Indonesia secara gratis. Dokter mata yang tergabung dalam Perdami baik pusat maupun daerah, ikut terlibat dalam kegiatan ini.
Memasuki usia 10 tahun, gerakan MataHati telah memfasilitasi lebih dari 25.000 operasi katarak di berbagai provinsi. Dana yang terhimpun dan dikembangkan oleh para donatur, sangat membantu dalam program pemerintah penurunan jumlah angka kebutaan di Indonesia, terutama visi misi pemerintah mewujudkan tahun 2020 bebas katarak.
Giat Berbagi
Kita mungkin sering mendengar istilah Corporate Social Responsibility (tanggung jawab sosial perusahaan), Pandji Wisaksana menyebut Gerakan MataHati ini sebagai Personal Social Responsibility (tanggungjawab sosial pribadi). Sasaran dari gerakan MataHati bukan lagi perusahaan, namun pemilik dari perusahaan yang peduli dan ingin mengatasi orang miskin. Kalau kedua ekstansi sikap sosial itu menyatu, perusahaan dan pribadi, semakin suburlah gerakan membantu mengatasi orang miskin.
Dalam pidatonya ketika 10 tahun gerakan MataHati, Pandji mengungkapkan sebuah data yang cukup mengejutkan. Menurut data Credit Suisse, jumlah biliuner Indonesia dengan kekayaan di atas satu juta dolar AS, ada sekitar 95.648 orang. Dari jumlah itu dia kutip data Global Wealth 2017. Di antaranya, sebesar 687 orang memiliki harta antara 1—5 juta dolar AS, 29 orang 500 dolar-1 miliar dolar AS dan 21 orang di atas sat miliar dolar AS.
Artinya total kekayaan para biliuner Indo nesia itu sebesar Rp 4 .000 triliun rupiah. Jumlah itu niscaya bertambah dengan pengumuman tahunan dari berbagai sumber di antaranya Majalah Forbes tentang penambahan orang kaya Indonesia di tahun-tahun berikutnya. “Andaikan saja satu persen dari total harta itu disisihkan, dengan suka hati ini akan menjadi sumbangan tanggung jawab sosial,” ujarnya dalam acara 10 Tahun Gerakan MataHati, akhir September 2018.
Ia tidak hanya bicara, sebagai mantan pengusaha yang pernah malang melintang dalam berbagai bidang di antaranya transportasi, produksi barang berbahan plastik dengan merk Pioneer, berlogo ayam jago berkokok. Ia juga merintis pemakaian pipa plastik pengganti pipa besi di Indonesia. Sejak awal, sebagai seorang pengusaha, ia sudah terlibat dalam berbagai kegiatan sosial. Bahkan jiwa semangat saling membantu sesama sudah terbangun sejak usia sekolah dasar. Apalagi Pandji terlahir dari keluarga yang sangat miskin. Ayahnya Pam Jam Soe (Alm.), mengajarkannya menjadi pribadi yang pekerja keras dan jujur.
Komitmennya pada kesehatan mata sudah dilakukannya sejak ia menjabat President of Rotary Club Indonesia. Ia termotivasi karena ayahnya yang menjadi tuna netra karena lingkungan kerja yang tidak baik. Tidak hanya mengajak, gagasan atau berpidato, tetapi Pandji menunjukannya melalui tindakan konkret berupa bantuan finansial. Semua ini disemangati dan dimotivasi atas komitmen pribadi yang kemudian dirumuskannya sebagai Personal Social Rerponsibilty.
Tahun Berhikmat 2019
Keteladanan sosok Paulus Pandji Wisaksana seolah memperoleh momentum dengan “Amalkan Pancasila: Kita Berhikmat, Bangsa Bermartabat”, Surat Gembala Uskup Keuskupan Agung Jakarta Mgr I. Suharyo yang dibacakan pada Perayaan Ekaristi Hari Raya Penampakan Tuhan, 5/6 Januari 2019. Memasuki tahun keempat Arah Dasar (Ardas) Keuskupan Agung Semarang (KAS) tahun 2015-2020. Surat gembala Uskup KAJ menekankan kembali sila keempat Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Melalui gerakan Mata Hati, Pandji memberikan contoh tindakan pemuliaaan manusia hingga bermartabat. Pandji mengetuk hati dengan keteladananan, bahwa masih banyak yang bisa dilakukan oleh orang-orang kaya. Dia berharap, agar jangan menjadi kaya dulu baru berderma, dalam rumusan Ardas KAJ sebelumnya— “tidak beriman kalau tidak beramal”.
Dalam khotbahnya dalam Perayaan Ekaristi Lustrum I Berkhat Santo Yusuf (BKSY)—salah satu bentuk berbela rasa terutama pada orang miskin–5 Januari 2019, , di antaranya menjelaskan lebih tegas tentang surat gembala. Dikutipnya ucapan pelopor rasionalisme Perancis Rene Descartes, cogito ergo sum (saya berpikir saya ada), perlu dilengkapi dengan nurani. Posttruth (pasca kebenaran) yang belakangan berkembang, seorang menjadi ciri manusia modern (Indonesia), memunculkan petitih saya ada kalau saya bohong. Petitih ini turunan dari pemikiran besar saya berpikir maka saya ada. Kita berhikmat, kata Bapak Uskup, terkait dengan iman kita Katolik dalam konteks dinamika
kehidupan semakin beriman, turunan dari sikap dan komitmen semakin bersaudara yang berkebalikan dengan posttruth yakni kebencian dan perpecahan.
Khotbah yang disampaikan Bapak Uskup dalam Surat Gembala memberikan contoh konkret dan mulia. Contohnya, demikiran surat gembala, “seorang ibu pergi berbelanja, dan dia berjumpa seorang tetangga, mulai berbicara dan mulailah gosip. Namun dia berkat ada dalam hatinya, tidak akan berbicara jelek mengenai orang lain. Ini adalah satu langkah maju dalam kesucian”.
Pandji Wisaksana memberi kita inspirasi melalui pikiran, tindakan dan sikapnya, mengajak kita sebagai umat Katolik menjadi manusia berhikmat. Sebagai orang Katolik, kita harus membangun kesucian tidak hanya dari doa dan mengikuti Misa saja, tetapi dengan tindakan yang nyata. Pandji berhasil menerjemahkan semangat Surat Gembala dalam tindakan nyata. “Di usia senjanya, ia merasa disemangati dan diberkati Tuhan dalam kesederhanaan dan kemiskinan sesamanya, “ Saya sangat bersyukur,” ucapnya berkali-kali.
Pandji Wisaksana
Lahir : Bandung, 27 Juni 1925
Istri : Trijuani
Pendidikan :
– S1 Administrasi Niaga Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
– Doktor Kehormatan Bidang Perdagangan Nova University, Florida, AS
Pengalaman dan Penghargaan :
– Ketua Pembina Yayasan Lions Indonesia
– Penasihat Gerakan MataHati
– Pengusaha Teladan DKI (1977)
– Satyalencana Pembangunan RI (1983)
– International President’s Award Clubs International, 1989
– Th 4th Lifetime Achievement Award 2016
– Social Work Field dari Tahir Foundation (2017)
St. Sularto
HIDUP NO.05 2019, 3 Februari 2019