HIDUPKATOLIK.com – Sir. 17:24-29; Mzm. 32:1-2,5,6,7: Mrk. 10:17-27
ORANG kaya dalam Injil Markus ini “ingin memperoleh hidup yang kekal” (Mrk. 10:17). Kata “memperoleh” sebenarnya harus diterjemahkan dengan “mewarisinya” (kata kerja Yunani kleronomeō lebih kuat daripada sekedar “mempunyai”).
Itu sesungguhnya berarti “menjadi ahli waris yang berhak atasnya”. Nampaknya orang kaya itu tahu bahwa hidup tidak dipunyai, tetapi diterima secara cuma-cuma, seperti harta yang ditinggalkan dari bapak kepada anak, tanpa jasa-jasa si anak.
Tetapi ia terlalu sombong ketika berkata bahwa semua perintah Allah telah dia turuti sejak masa mudanya (ay.20). Reaksi orang kaya itu menyingkapkan motivasinya yang asli, karena ternyata, ia tidak siap meninggalkan segala yang dimiliki untuk orang miskin.
Ia merasa sudah memiliki segalanya. Hanya satu kekurangannya, kemampuannya untuk menyadari kondisi ketika tidak memiliki apa-apa lagi. Itu sebabnya Yesus memintanya untuk “memberi” semua yang dia miliki, berbagi nasib dengan orang miskin, sehingga ia sadar bahwa hidup kekal itu bukan “diperoleh” sendiri, melainkan “diwarisi”, diterima sebagai pemberian cuma-cuma dari Allah Bapa, “satu-satunya yang baik”.
Oleh karena itu, benarlah bila dikatakan “segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah” (ay.27), sebab seperti kata Putra Sirakh dalam bacaan pertama, begitu besar “belas kasihan Tuhan” (Sir. 17:29).
Romo Vitus Rubianto Solichin SX
Dosen Kitab Suci STF Driyarkara Jakarta, Doktor Teologi Kitab Suci dari Universitas Gregoriana, Roma
HIDUP NO.09 2019, 03 Maret 2019