HIDUPKATOLIK.com – Selama tiga dasawarsa, kaki Sr Bernadette Moriau tak bisa digerakkan. Sepulang dari Lourdes, tiba-tiba ia bisa berjalan. Ini mukjizat ke-70 dari Lourdes dan penanda peringatan 160 tahun penampakan Bunda Maria di Lourdes.
Lebih dari satu dasawarsa silam, tepatnya Juli 2008, seorang biarawati asal Perancis bagian utara, Sr Bernadette Moriau, berziarah ke Lourdes, Perancis. Ia datang bersama rombongan orang sakit dari Keuskupan Beauvais, Perancis. Ia duduk di kursi roda. Tangannya nampak menganyunkan dua roda di kedua sisi kursi.
Setiba di gua tempat patung Bunda Maria bertakhta, Sr Moriau menundukkan kepala. Tangan terkatup rapat. Mulutnya komat-kamit mendaraskan doa. Selepas berdoa, seperti para peziarah lain, Suster Moriau mengambil air suci di kaki pegunungan Pyrenees itu. Ia berziarah di Lourdes selama lima hari, 3-7 Juli 2008.
Di Lourdes, Suster Moriau juga mengikuti Perayaan Ekaristi bagi orang-orang sakit di Basilika St Pius X. Ia pun mendapat Sakramen Pengurapan Orang Sakit. “Saat itu, saya berdoa bagi orang-orang sakit yang berada di dekat saya. Saya tidak pernah minta penyembuhan untuk saya,” ungkapnya seperti dilansir vaticannews.va.
Pertobatan Hati
Semenjak 1987, Suster Moriau tak bisa melangkahkan kedua kakinya. Lebih dari tiga dasawarsa, hidup biarawati Oblat Fransiskan Hati Kudus Yesus ini dihabiskan di kursi roda. Seperti dikutip dari La Stampa, suster berusia 80 tahun ini mengalami sindrom cauda equina, kondisi langka yang mempengaruhi akar saraf tulang belakang serta menyebabkan kelumpuhan total pada kaki.
Beragam upaya medis telah dijalani Suster Moriau agar bisa pulih. Bahkan, ia mesti keluar masuk ruang operasi empat kali. Namun, hasilnya selalu nihil. Kakinya tak bisa melangkah. Suster Moriau pasrah. Meskipun duduk di kursi roda, ia tetap menjalankan aktivitas di biara seperti biasa. Sebagai sesama orang sakit, ia kerap mengunjungi orang-orang sakit, untuk saling menguatkan.
Seperti doanya kala bertandang ke Lourdes, Suster Moriau tidak pernah meminta penyembuhan bagi dirinya. Ia justru mengunjungi, menguatkan, serta mendoakan orang-orang di sekitarnya yang sedang menderita lantaran beragam penyakit. “Saat di Lourdes, saya hanya minta pertobatan hati dan kekuatan agar saya mampu melanjutkan hidup sebagai orang sakit,” ujarnya seperti dilansir huffingtonpost.com.
Jumat pagi, 11 Juli 2008, pukul 05:45 waktu setempat. Empat hari sekembali dari Lourdes. Bersama dengan rekan-rekan satu komunitas di Besles, tak jauh dari Beauvais, Suster Moriau berdoa di hadapan Sakramen Maha Kudus di kapel biara. Tak ada yang ganjil dalam adorasi itu. Semua berjalan seperti biasa.
Ketika sedang mendaras doa, tiba-tiba tubuh Suster Moriau mengalami relaksasi. Ada rasa hangat yang menjalar di sekujur tubuhnya. “Saya kaget dan tidak tahu apa yang terjadi dalam tubuh saya,” kisah Suster Moriau. “Saat itu, saya merasa sangat sehat,” lanjutnya.
Selepas berdoa, ia pun kembali ke biliknya. Di dalam kamar, Suster Moriau mendengar sebuah suara yang berkata, “Lepaskan semua peralatan yang menempel di tubuhmu!” Seketika, hati dan pikiran Suster Moriau melayang ke Lourdes. Ia pun mematuhi perintah dari suara entah berantah itu.
Dengan penuh keyakinan, satu persatu alat yang menempel di kedua kakinya dilepas. Pelan-pelan, Suster Moriau bisa meluruskan kakinya. Ia mulai berdiri tanpa rasa sakit sedikit pun. Kaki-kakinya pun perlahan melangkah setapak demi setapak. “Saya tidak mengerti dengan jelas apa yang sedang terjadi dengan diri saya. Saya bisa bergerak!” kisahnya kepada awak media. Segera ia berdoa sembari menangis tersedu-sedu.
Keesokkan harinya, biarawati berambut putih itu mampu berjalan kaki sejauh lima kilometer di hutan bersama saudaranya. “Saya sangat bahagia,” ujarnya. Ia juga menghentikan asupan obat penghilang rasa sakit yang telah dikonsumsi selama bertahun-tahun.
Setelah 30 tahun lebih terpuruk di kursi roda, sebuah “mukjizat” menghampiri Suster Moriau. Wajahnya pun dipenuhi sukacita. Tak henti ia mengucapkan syukur kepada Allah yang telah memberikan penyembuhan kepadanya. “Penyembuhan tiba-tiba” yang dialami Suster Moriau disambut gembira rekan-rekannya. Kabar “mukjizat” ini pun segera menyeruak.
Mukjizat
Penyembuhan yang dialami Suster Moriau sontak menjadi buah bibir di kalangan umat dan pejabat Gereja setempat. Keuskupan Beauvais pun segera berkontak dengan Dewan Medis Internasional Lourdes untuk menyelidiki penyembuhan yang dialami Suster Moriau. Dewan ini melibatkan para dokter ahli dan rohaniwan.
Setelah melalui berbagai penyelidikan selama delapan tahun, pada 18-19 November 2016, komite medis dari Dewan Medis Internasional Lourdes menyatakan bahwa penyembuhan yang dialami Suster Moriau “tidak dapat dijelaskan secara ilmiah pada saat ini”. Kepala komite medis, Alessandro de Franciscis mengatakan, “Suster Moriau sekarang memiliki kehidupan yang normal.”
Selang dua tahun kemudian, tepatnya Minggu, 12 Februari 2018, Uskup Beauvais Mgr Jacques Benoit-Gonin mengumumkan bahwa penyembuhan yang dialami Suster Moriau sebuah mukjizat. Ia juga menyatakan, ini merupakan mukjizat ke-70 yang mengalir dari Lourdes. Mukjizat ini juga menjadi penanda peringatan 160 tahun penampakan Bunda Maria kepada gadis berusia 14 tahun, Bernadette Soubirous di Lourdes.
Mukjizat terakhir di Lourdes yang telah diakui Gereja diumumkan pada 2013. Seorang perempuan asal Italia mengalami penyembuhan dari penyakit tekanan darah tinggi akut setelah berziarah ke Lourdes pada 1989.
Allah Hadir
Sejak awal, Suster Moriau tak mau penyembuhan yang ia alami disebut-sebut sebagai sebuah mukjizat. “Hanya Gereja yang bisa mengatakan ini sebuah mukjizat.” Ia pun selalu mengatakan bahwa yang ia alami adalah sebuah penyembuhan dari Lourdes. “Ya, saya selalu menghubungkan penyembuhan ini dengan segala sesuatu di Lourdes. Setelah kembali dari Lourdes, saya sungguh mengalami kehadiran Allah dalam setiap perayaan Ekaristi dan adorasi.”
Kini, Suster Moriau telah sehat. Ia bisa melangkahkan kaki-kakinya secara normal. Ia juga masih berkarya dengan mengunjungi dan menguatkan mereka yang menderita sakit. Semua rahmat mukjizat yang diperoleh, ia taburkan bagi orang sakit dan demi kemuliaan Allah.
Y. Prayogo
HIDUP NO.04 2019, 27 Januari 2019