HIDUPKATOLIK.com – Pemuda Katolik harus memiliki nilai lebih, dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pemuda Katolik harus militan, tetap bersemangat, supaya bisa mewujudkan apa yang dicita-citakan.
SETIAP organisasi yang menyandang nama “Katolik”, semua memiliki tanggung jawab yang besar. Tanggung jawab ini bermakna luas, sebab dengan nama itu, setiap anggota tidak saja membentuk sebuah organisasi, namun juga menjadikannya sebagai sarana untuk mengaktualisasikan iman.
Hal yang sama terjadi dengan “Pemuda Katolik”. Sebagai satu dari lima organisasi masyarakat yang membawa nama Katolik di Indonesia, Pemuda Katolik memiliki tanggung jawab yang besar untuk mewartakan nilai-nilai Kekatolikan.
Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Frans Lebu Raya mengingatkan akan besarnya tanggung jawab ini saat berbicara dalam salah satu sesi Kongres XVII Pemuda Katolik di Kupang, NTT, pada Jumat-Minggu, 9/12.
“Pemuda Katolik mau ke mana, apa perannya?” begitu Frans mengajukan pertanyaan. Menurutnya, Pemuda Katolik harus tetap berdiri tegak untuk menjaga keanekaragaman Indonesia. Saat banyak yang mempertanyakan kebhinnekaan Indonesia, Pemuda Katolik harus tetap berada di garda paling depan untuk menjaga keragaman itu.
“Kalau ada kelompok yang ingin semua sama, Pemuda Katolik harus bicara, ia tidak boleh diam. Meskipun sedikit tetapi harus berani menyuarakan kebenaran,” imbuh Frans.
Jangan Alergi Politik
Lebih lanjut, Frans menekankan agar proses kaderisasi kepemimpinan dirancang sehingga menghasilkan kader yang benar-benar bermutu dan militan. Kaderisasi adalah roh dari sebuah organisasi. Ia menegaskan, Pemuda Katolik jangan berhenti mengkader anggotanya.
“Kaderisasi itu penting, karena menyangkut hidup matinya. Juga menjadi kader Gereja,” tutur Frans. Sebagai sebuah organisasi masyarakat, Pemuda Katolik harus akrab dengan politik.
Pemuda Katolik jangan sampai alergi politik. Frans menegaskan, bahwa kehidupan berbangsa di Indonesia diatur oleh politik. Oleh karenanya, ia menyerukan agar Pemuda Katolik mampu memberi warna Katolik dalam politik di Indonesia.
“Kita semua mesti sadar bahwa kehidupan berbangsa kita diatur oleh politik. Tidak sekadar kita kongres, tetapi harus ada misi besar yang harus dikerjakan,” ajaknya. Tema kebangsaan memang kembali diangkat dalam kongres Pemuda Katolik kali ini.
Dalam konteks Indonesia, isu kebangsaan selalu berkaitan erat dengan semua aspek kehidupan. Salah satu kaitannya adalah tentang isu ketahanan energi. Saat berbicara mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Irjen Pol (Purn) E. Widyo Sunaryo mengungkapkan bahwa segenap bangsa Indonesia akan merasa nyaman apabila ada jaminan ketersediaan energi.
Pembangunan akan berkelanjutan apabila ada jaminan pasokan bahan bakar. Widyo menuturkan, produksi minyak dan gas Indonesia dalam kenyataannya memang semakin turun. Namun, kebutuhan Indonesia pada terpenuhinya energi semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, perkembangan industri, dan faktor yang lain.
“Dengan kondisi ini, Indonesia harus mengimpor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri,” ujar Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Polhukam ini. Selain menyampaikan tema ketahanan energi, di dalam kongres ini, Widyo mendorong agar Pemuda Katolik menjadi kader yang militan, tetap bersemangat, supaya bisa mewujudkan apa yang dicita-citakan.
“Militansi ini dapat dimulai dari hal-hal yang kecil, mulai dari disiplin waktu,” pesan Widyo. Widyo juga berharap agar Pemuda Katolik memiliki nilai lebih, dibandingkan dengan kelompok lainnya. Pemuda Katolik dapat menjadi kader yang mengidentifikasi kebutuhan energi di daerah masing-masing, seperti energi matahari, angin, panas bumi.
Ia mengimbau para peserta kongres untuk turut berhemat menggunakan bahan bakar energi, menyadari akan energi fosil, minyak bumi, batubara, dan gas yang akan segera habis. Selain ketahanan energi, saat ini Indonesia juga berhadapan dengan isu radikalisme dan terorisme.
Satgas Anti Teror Brigadir Jenderal Polisi Ibnu Suhaendra mengungkapkan, terorisme menjadi ancaman serius bagi Indonesia. Selain itu, Indonesia juga menghadapi ancaman dari maraknya tindakan dari kelompok intoleran.
Ibnu mengungkapkan, dewasa ini pelaku terorisme tidak hanya berasal dari golongan masyarakat kecil. Sebagian dari mereka, lanjutnya, bahkan memiliki latar belakang pendidikan yang cemerlang. Ia menuturkan, media sosial dan taklim radikal memiliki pengaruh untuk “mencetak” siapapun untuk menjadi pelaku bom bunuh diri.
“Masalah ini harus menjadi perhatian kita semua. Setiap elemen bangsa wajib menjaga keamanan Indonesia dari bahaya aksi radikalisme ini,” ungkap Ibnu yang berbicara mewakili Staf Khusus Presiden dan Kasatgas Anti Teror di Indonesia, Komjen Pol (Purn) Gregorius Mere.
Di bagian akhir seminar, Asisten Staf Khusus Presiden Oskar Adityo dalam kesempatan tersebut ikut menyampaikan satu pesan akan pentingnya partisipasi umat Katolik pada April 2019 mendatang.
“Jika kawan-kawan Pemuda Katolik masih ragu akan pilihannya, yakinkanlah untuk memilih pemimpin yang mempunyai nilai-nilai Katolik. Jika salah memilih, negara ini masa depannya terancam tidak akan ada di pihak kita.”
Dalam seminar ini, hadir juga beberapa moderator Pemuda Katolik dari beberapa daerah, di antaranya Pastor Yohanes Haryanto SJ (Moderator PP PK), Pastor Maxi Un Bria (Komda NTT), Pastor Laurens Dihe Sanga (Komda Kepulauan Riau/Kepri), dan Pastor Hans Jeharut (Bangka Belitung).
Pastor Maxi menyampaikan, Gereja memanggil dan mengutus Pemuda Katolik untuk terus hadir, bermitra dengan negara untuk memperjuangkan Pro Bono Publico, untuk kepentingan umum.
Organisasi Mandiri
Dalam kongres kali ini, Karolin Margret Natasa kembali terpilih menjadi Ketua Umum Pemuda Katolik periode 2018-2021. Pada pemilihan yang diadakan di hari kedua kongres, ia terpilih secara aklamasi.
Ia didukung oleh 31 Komisariat Daerah se-Indonesia yang hadir. Dalam sambutan usai ditetapkan sebagai ketua umum terpilih, Karolin mengatakan bahwa menjadi pengurus di Pemuda Katolik tidak sama dengan organisasi kepemudaan lainnya. Ia mengakui, perlu adanya pola kaderisasi yang tepat di dalam tubuh Pemuda Katolik.
“Dalam kepengurusan yang baru nanti, Pemuda Katolik akan menjadi organisasi yang mandiri,” ujar Bupati Landak, Kalimantan Barat ini. Kemandirian menjadi sebuah terminologi penting bagi Pemuda Katolik.
Dengan kemandirian ini, akan disiapkan kader yang dapat berpartisipasi dalam pembangunan Gereja dan bangsa. Karolin mengakui, untuk mencapai kemandirian itu masih dibutuhkan perjuangan dan kerja keras. Dalam kepengurusan yang akan dibentuknya nanti, setiap kader diharapkan memiliki kualitas dan keterampilan berorganisasi.
Pemuda Katolik didirikan hanya beberapa saat setelah kemerdekaan Indonesia. Sejak awal berdiri itu, organisasi ini memiliki tugas untuk menciptakan kader-kader Gereja Katolik yang dapat berperan dalam kehidupan bangsa dan negara. “Kita mempunyai tugas untuk meneruskan sejarah ini. Pemuda Katolik adalah organisasi kader yang mencetak manusia,” ujar Karolin.
Karolin juga mendorong agar seluruh anggota Pemuda Katolik menjadi kader Katolik yang tangguh. Untuk mewujudkan ini tentu tidak mudah, tetapi harus bisa dilakukan. “Jangan cengeng, apalagi mudah menyerah. Jadilah kader yang selalu siap melayani dan setia kepada Gereja dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” tuturnya.
Bhakti Sosial
Dalam kongres kali ini, kegiatan juga diisi dengan bhakti sosial dengan kunjungan ke Yayasan Bhakti Luhur yang mengelola panti asuhan anak-anak disabilitas di Baumata, Kabupaten Kupang.
Rombongan Pemuda Katolik yang dipimpin Sekretaris Jenderal Christopher Nugroho diterima oleh Sr Fermin, ALMA dan Sr Ellis, ALMA yang mewakili pihak yayasan. Pada hari kedua dilangsungkan juga Misa pembukaan kongres yang dipimpin oleh Uskup Agung Kupang Mgr Petrus Turang di Millenium Ballroom, Jalan Timor Raya Kupang.
Dalam khotbahnya, Mgr Turang berpesan agar Pemuda Katolik tetap berpegang pada nilai-nilai Kekatolikan dalam mengembangkan organisasi dan dalam melakukan kaderisasi. “Teruslah berkarya untuk Gereja,” pesan Mgr Turang. Rangkaian kongres akhirnya ditutup dengan Misa di Gereja Santa Maria Assumpta, Kupang, Minggu, 9/12.
Antonius Bilandoro
HIDUP NO. 01 2019, 06 Januari 2019