web page hit counter
Jumat, 22 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Jalan Kerohanian

5/5 - (1 vote)

HIDUPKATOLIK.com – Kardinal Gerhard Müller, mantan perfek Kongregasi Ajaran Iman, saat ditanya tentang ajakan Paus Fransiskus kepada para uskup Amerika Serikat untuk menjalani retret bersama dalam menghadapi berbagai kasus yang melanda Gereja di sana, mengatakan, bahwa memang itulah yang pertama-tama harus dibuat oleh Gereja. Gereja terutama memang adalah tubuh rohani, maka olah rohani lah yang seharusnya dilakukan pada tempatnya yang pertama.

Para uskup Amerika Serikat atas permintaan Paus Fransiskus memang mengadakan retret bersama pada tanggal 2-8 Januari 2019 ini di Mundelein Seminary, Chicago. Paus meyakini bahwa langkah penting dan terutama dalam menghadapi persoalan-persoalan penting yang dihadapi Gereja adalah dengan doa dan refleksi di hadapan Allah. Tidak hanya dengan mengundang para uskup Amerika Serikat untuk retret, Fransiskus juga mengirimkan pendamping retret, P. Raniero Cantalamessa, OFMCap. Ahli Patristik ini bukan saja merupakan pengkhotbah kepausan, sejak masa Paus Yohanes Paulus II, namun adalah juga penasehat Charis, badan karismatik internasional yang dibentuk oleh Paus Fransiskus. Retret Ignasian tersebut mengambil tema “Dia memilih dua belas murid, untuk menyertai-Nya dan diutus untuk mewartakan”.

Langkah rohani
Berulangkali Paus Fransiskus mengingatkan kepada mereka yang menapaki panggilan imamat dan uskup bahwa akar dan landasan dasar hidup panggilan serta perutusan mereka adalah hidup rohani. Imam, demikian juga uskup, pertama-tama adalah pelayan rohani, bukan administrator ataupun birokrat. Demikian pula, Paus Benediktus XVI saat peringatan tahun imam menegaskan identitas dasar imam sebagai insan rohani. Malahan di dalam Anjuran Apostolik Gaudete et Exsultate, Paus Fransiskus malahan menekankan panggilan akan kesucian tersebut, tidak hanya untuk para uskup, imam, dan religius, namun untuk semua umat beriman.

Berhadapan dengan berbagai kasus penyelewengan, terlebih seksualitas, di kalangan klerus, Paus mengajak untuk tidak sekadar menyibukkan diri dengan berdebat, mendiskusikan persoalannya atau mengutuki pelakunya. Dia mengajak kita untuk bertobat, pertama-tama dengan langkah rohani. Kita bisa menyimak itu ketika Fransiskus di bulan Oktober 2018 lalu mengajak seluruh Gereja berdoa rosario bersama, dengan secara khusus memohon penyertaan dari Santa Maria dan Malaikat Mikael. Doa adalah langkah yang paling utama. Tidak salahlah kalau dalam Gaudete et Exsultate, dia menunjukkan langkah kesucian palsu: gnotisme dan pelagianisme baru, yang memberi tekanan akan program, teori ataupun norma, namun akibatnya melupakan rahmat. Dari sini kita bisa menempatkan ajakan Paus agar semakin ditanamkan praksis diskresi dalam hidup menggereja.

Maka Paus Fransiskus lebih sering mendorongkan ditumbuhkembangkannya kehidupan doa, terlebih bagi para klerus, imam maupun uskup. Tentu doa yang dimaksudkan di sini bukanlah doa yang lari dari kenyataan kehidupan, sekadar suatu kesalehan yang tertutup, atau dikatakan sebagai “narsisme spiritual”. Doa adalah menjalin relasi persoanal dengan Kristus, menempatkan Dia sebagai pusat, agar Dia sendiri yang menggerakkan dan memperbaharui hidup.

Ada suatu kisah, ketika Paus Fransiskus ditanya, apakah dia akan melakukan pembaharuan Gereja, sebagaimana muncul disuarakan saat pertemuan para kardinal sebelum konklaf. Paus hanya menjawab, bahwa dia tidak mau memperbaharui Gereja. Yang ingin dilakukannya adalah mencoba menempatkan Kristus berada di pusat kehidupan Gereja, agar Kristus itu sendiri yang memperbaharui Gereja. Itulah olah rohani sejati: menempatkan Kristus, bukan diri sendiri, sebagai pusat.

Retret merupakan sarana untuk itu: menarik diri untuk dapat mendengarkan sabda-Nya untuk mencecap dan semakin mengenali kehendak-Nya. Retret adalah langkah diskresi, penegasan kehendak Allah. Itulah jalan utama hidup Gereja: jalan kerohanian. Kita diingatkan akan apa yang pernah dikatakan oleh St Ignasius Loyola, sarana yang semakin menghubungkan dan mendekatkan kita dengan Allah adalah sarana yang semakin efektif (bdk Yoh 15:1-8): semakin terikat pada-Nya akan semakin berbuah banyak.

T. Krispurwana Cahyadi SJ

HIDUP NO.02 2019, 13 Januari 2019

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles