HIDUPKATOLIK.com – Lahir dari keluarga sederhana, kini ia menjadi pengarah rencana pemanfaatan energi Indonesia. Meski tugasnya berat, ia percaya Tuhan selalu ada untuk membantu.
Awal tahun 2000-an, Josaphat Rizal Primana duduk sebagai asisten di Dewan Komisaris Pemerintah untuk PT Pertamina. Salah satu tugas dewan ini adalah membahas permintaan mantan pejabat di Pertamina yang meminta sebuah rumah di kompleks perumahan Pertamina. Biasanya, permintaan ini akan dikabulkan. Sebagai asisten anggota kelompok kerja yang membidangi keuangan, ia menjadi salah satu dari beberapa orang yang mendapat tugas untuk membahas permintaan rumah semacam ini.
Rizal mengingat, setiap anggota dewan cenderung segan untuk menolak. Rasa sungkan masih meliputi setiap orang. Mengingat mantan pejabat yang meminta, tidak ada anggota kelompok kerja yang menolak secara tegas.
Namun, ketika itu, Rizal menolak permintaan rumah dari salah seorang mantan pejabat. Tidak ada aturan yang mengharuskan untuk memberikan rumah itu. Melihat sikapnya, satu per satu anggota sepakat untuk ikut menolak. Peristiwa itu membuat Rizal berpikir bahwa memang tidak ada batas bagi kepuasan manusia. Pengejaran duniawi sering kali membutakan nurani.
Keluarga Sederhana
Rizal adalah putra seorang karyawan di Penataran Angkatan Laut Surabaya, Jawa Timur. Perusahaan ini adalah cikal bakal pabrik kapal pertama di Indonesia, PT PAL. Pada masa ini, bersama keluarganya, ia kerap berpindah-pindah kontrakan. Setelah sempat menumpang di rumah neneknya selama empat tahun, sang ayah berhasil mendapatkan rumah dinas di Kompleks Angkatan Laut. “Perjuangan ayah mendapatkan rumah juga penuh liku,” ungkap Rizal.
Berasal dari keluarga sederhana tidak pernah mematahkan semangat Rizal. Sejak duduk di bangku SD, meskipun sekolahnya selalu mengalami banjir tatkala musim hujan tiba, ia tetap rajin belajar. Setiap malam, keluarga kecil itu berdoa bersama. Usai doa, ayahnya selalu menceritakan kisah-kisah dari Kitab Suci. “Saat diceritakan kisah sengsara Yesus, saya selalu meneteskan air mata. Saya begitu tersentuh pada penderitaan-Nya,” kenangnya.
Lulus SMA, Rizal ingin melanjutkan pendidikannya ke jurusan kedokteran. Karena tidak diterima, ia mencari jurusan yang sesuai dengan bakatnya dan akhirnya meneruskan kuliah di Institut Teknologi Bandung (ITB), Jawa Barat. Berdasarkan hasil tes psikologi, ia memiliki kelebihan di bidang pandang ruang. Jadilah ia mendaftar ke Jurusan Teknik Planologi. Dalam bayangannya, planologi hanya akan berkaitan dengan seni dan ilmu perencanaan kota secara fisik. Ternyata, ia juga harus belajar sosiologi, ekonomi, hukum, modeling, dan computer programming.
Lulus dari ITB tahun, Rizal mendapat tawaran untuk mengerjakan perencanaan beberapa kota di Jawa Timur. Dua tahun kemudian, setelah melalui proses seleksi, ia hijrah ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Ia berkarya sebagai staf di Direktorat Tenaga Listrik dan Pertambangan. Salah satu tugasnya adalah melakukan perencanaan listrik perdesaan.
Saat mengisi jabatan ini, Rizal bertugas membahas usulan desa yang akan dialiri listrik. Ia pun teringat sebuah desa di mana ayahnya dilahirkan yang belum tersentuh listrik. Tiga bulan setelah berkoordinasi dengan PLN, dia mendapat kabar, desa tersebut sudah berlistrik. “Desa itu berada di pinggir jalan utama yang menghubungkan Bandung dengan Yogyakarta,” ujarnya.
Walaupun kontribusinya sederhana, Rizal merasa dapat berbuat banyak di Bappenas. Di sana, ia berperan dalam merencanakan dan menyediakan energi listrik bagi masyarakat, terutama di pedesaan. Baru tiga tahun terjun di Bappenas, Rizal mendapat beasiswa keluar negeri melalui Overseas Training Office (OTO). Ia melanjutkan studinya di Northeastern University, Boston, Amerika Serikat.
Perencana Pembangunan
Setelah pulang dari Boston, Rizal kembali ke Bappenas. Ia telah memantapkan hatinya untuk terus mengabdi di badan yang menjadi pusat pembangunan Indonesia ini. Di sini, ia dipercaya menjadi kepala untuk beberapa sub-direktorat sejak 1999. Setelah menjabat Kasubdit Energi, Kasubdit Pertambangan, serta Kasubdit Geologi dan Lingkungan hingga tahun 2012, ia menjadi perencana madya di Bappenas.
Setelah melewati masa-masa itu, Rizal akhirnya diangkat sebagai Direktur Sumber Daya Energi dan Mineral. Di pos ini, ia bertugas merencanakan pembangunan di sektor energi dan pertambangan. Ia bertanggungjawab menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah lima tahunan di bidang energi untuk seluruh Indonesia. Rencana inilah yang kemudian dijabarkan dalam rencana tahunan yang disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
Rizal menjelaskan, dari hasil penyusunan RKP ini, akan dihasilkan proyek-proyek energi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Proses penyusunan APBN dibahas bersama dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Selain merencanakan, tugas saya juga mengoordinasikan perencanaan pembangunan energi dan pembangunan pertambangan,” ujarnya.
Salah satu yang menjadi perhatian badan yang dipimpin Rizal adalah rencana aksi penghematan energi di Indonesia. Ia menyebutkan usaha ini melibatkan sektor transportasi dan industri. Dalam kerja ini, ia berusaha menyatukan ide antar tiga kementerian, Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, dan Kementerian Perindustrian. “Di sinilah peran kami sebagai koordinator perencanaan bidang energi dan pertambangan,” katanya menjelaskan.
Penurunan Produksi
Rizal menerangkan, saat ini Indonesia mengalami era penurunan produksi energi fosil yang ditandai dengan penurunan produksi minyak dan gas nasional. Setelah menjadi net importer minyak pada tahun 2014, Indonesia akan memasuki era net importer gas pada tahun 2022. Ia menjelaskan, net importer berarti kebutuhan sudah melampaui kemampuan produksi.
Keadaan ini, tambah Rizal, menjadi persoalan dasar permasalahan energi Indonesia. ia menerangkan, Indonesia harus meningkatkan penggunaan energi terbarukan, seperti panas bumi, air, sinar matahari, angin, dan biomasa. Namun, ia menekankan, penggunaan energi terbarukan ini membutuhkan komitmen bersama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. “Kita tahu masalahnya, kita tahu jawabannya, namun melaksanakan aksi nyata untuk menjawab permasalahan tersebut kita sangat tertinggal,” jelasnya.
Rizal menyebutkan, penyebab dari ketertinggalan ini sangat beragam. Ia menyebutkan, kurang koordinasi, perencanaan yang tidak integratif, ego sektoral, hambatan peraturan yang beragam, manipulasi, dan korupsi menjadi gabungan persoalan yang melingkupi masalah ini.
Dalam sektor pertambangan, Indonesia sudah terlalu lama menjual hasil tambang dalam bentuk bahan mentah. Rizal mengakui, Indonesia selama ini cukup puas dengan penerimaan negara bukan pajak dari hasil royalti tambang. “Seharusnya kita mengolahnya di dalam negeri, menjadikannya sebagai bahan baku, dan terus diolah menjadi produk jadi,” ujar ayah empat anak ini.
Menurut Rizal, peningkatan nilai tambah yang besar akan meningkatkan multiplier effect efek berantai dari kegiatan usaha. Dampak lanjutannya, hal ini akan berpengaruh pada perekonomian nasional. Ia melanjutkan, dengan peningkatan ini akan berimbas pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekonomi wilayah, dan pemerataan pembangunan.
Tugas yang diemban Rizal bukanlah urusan gampang. Namun, dia mengaku, dalam menjalankan tugasnya, Tuhan selalu menjadi andalan dan kekuatannya. Setiap kali hendak memimpin rapat, umat Paroki Santo Yohanes Penginjil Blok B, Jakarta ini selalu mengambil waktu khusus untuk berdoa. Rizal merasakan tangan Tuhan selalu menjaga dan menyertainya. “Memang ada masa-masa sulit dalam tugas, namun keyakinan akan penyertaan Tuhan membuat saya selalu optimis, selalu ada jalan,” imbuhnya.
Josaphat Rizal Primana
Lahir : Surabaya, 2 Mei 1963
Istri : Widyamiranti
Anak :
Beata A. Primana, Hanna A. Primana, Mabel A. Primana, dan Nathan A. Primana
Karier:
Konsultan – Pemerintah Provinsi Jawa Timur (1989-1991)
Konsultan – PT Bangun Tjipta Pratama (1991-1992)
Staf – Bappenas (1992-1999)
Kasubdit Energi – Bappenas (1999-2003)
Kasubdit Pertambangn – Bappenas (2003-2006)
Kasubdit Geologi dan Lingkungan – Bappenas (2006-2012)
Direktur Sumber Daya Energi dan Mineral – Bappenas (2014-sekarang)
Fr Benediktus Yogie Wandono SCJ
HIDUP NO.02 2019, 13 Januari 2019