HIDUPKATOLIK.com – Seminari Pius XII Kisol tidak pernah lekang dari ingatan para alumninya. Mereka berharap lembaga ini berkiprah dalam arus zaman.
Seminari Pius XII Kisol (Sampio) merupakan salah satu lembaga persiapan calon imam yang berada di salah satu lembah di Kisol, Kabupaten Manggarai Timur, Flores Nusa Tenggara Timur (NTT). Salah satu lembaga pendidikan tertua di NTT ini berdiri di atas bidang tanah yang luasnya ratusan hektar. Peletak batu pertamanya adalah Pastor Leo Perik SVD, misionaris yang berasal dari negeri Kincir Angin.
Sejak berdirinya tahun 1953 silam, Sampio konsisten mencetak Sumber Daya Manusia setiap tahunnya. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 5000 alumni yang pernah mengenyam pendidikan di sini. Sebagai lembaga calon imam, telah ratusan imam yang ditahbiskan dan juga beberapa uskup.
Dulu para misionaris yang membawa misi ke tempat ini, sekarang buah dari tempat ini telah menjadi misionaris di mana-mana. Selain mencetak calon imam Sampio juga menghasilkan awam yang berkarya di berbagai bidang. Beberapa di antaranya bekerja di kantor pemerintahan, sebagai penulis, praktisi, dosen, politisi, pengamat politik, presenter TV hingga duta besar.
Perjumpaan
Misa perutusan selalu menjadi ritual akhir untuk keluar dari oase pendidikan di Lembah Kisol ini. Seruan untuk bertolak lebih dalam, duc in altum, adalah wejangan dalam memulai langkah alumni yang diutuske mana-mana. Mereka layak seperti kaum diaspora. Di mana pun mereka berada, selalu membentuk komunitas alumni. Beberapa komunitas yang cukup besar misalnya terdapat di Jakarta, Yogyakarta dan Malang. Beberapa juga berada di Ruteng, Kupang, Makassar dan Papua.
Salah satu alumnus Sampio yang berdomisili di Jakarta, Yohanes Yosef Nembo mengungkapkan, upaya untuk berkumpul bersama berlangsung sepontan karena memiliki ikatan batin. Hal ini juga upaya merawat ingatan ketika selalu bersama-sama selama kurun waktu enam tahun. “Bayangkan kami terbentuk bersama sejak tamat SD hingga SMA.”
Lebih lanjut, Yohanes menjelaskan selama dalam jangka waktu pendidikan tersebut, masing-masing mengikuti proses yang sama. Pribadi dibentuk dengan gaya dan kekhasan Sampio. Dinamika pendidikan yang mengedepankan kedisiplinan yang begitu tinggi. “Enam tahun tentu bukan waktu sebentar, ada suka duka bersama dilalui,” kata dia.
Setelah enam tahun berlalu barulah masing-masing memiliki pilihan terutama menuju tarekat-tarekat atau kongregasi yang dituju. Banyak juga yang tidak melanjutkan untuk menempuh pilihan menjadi calon imam. Tidak jarang juga banyak yang berhenti di tengah jalan mengingat begitu ketatnya seleksi di lembaga ini. Meski demikian, hubungan masih terawat dengan baik.
Kehadiran Alumnui Sampio menjadi wadah untuk merangkul dari angkatan ke angkatan. Masing-masing angkatan akan melakukan silaturahmi untuk merekatkan satu sama lain. “Ini juga merupakan salah satu cara, agar alumni bersatu untuk memperhatikan lebih jauh lembaga pendidikan Seminari Kisol ini,” beber umat paroki Bidaracina, Jakarta ini.
Sarana Perekat
Semakin bertambahnya alumni Sampio setiap tahun, dilihat sebagai sebuah potensi. Alumni yang berada di setiap wilayah dengan caranya masing-masing membentuk tali silahturahmi. Sampio muda Jakarta dan sekitarnya misalnya sering melakukan kegiatan bersama. Yustinus Paat sebagai Koordinator alumni Kisol muda Jakarta mengungkapkan, kegiatan tersebut berupa kegiatan ilmiah hingga olahraga. “Baru-baru ini kami membedah buku yang mengupas Pastor Leo Perik yang ditulis oleh alumni sendiri, selain itu kami juga mengumpulkan buku untuk seminari,” katanya.
Yustinus melanjutkan, hal yang rutin dijalankan hampir setiap tahun adalah Sampio Cup. Kegiatan ini menghimpun seluruh sekolah di Manggarai dan juga beberapa SMA lainnya di luar Manggarai. Dalam kegiatan ini, Sampio melakukan silaturahmi dengan alumni dari sekolah lain melalui turnamen futsal.
Sebagaimana pantauannya, kegiatan demi kegiatan dijalankan secara bersama-sama dan saling mendukung. Praktisnya, alumni muda yang banyak terlibat mengingat waktu mereka cukup banyak. Sebagian besar alumni muda adalah mahasiswa. “Meski demikian para senior sangat mendukung terutama sokongan dana dan moril,” beber Yustinus.
Salah satu alumni senior dan ketua Yayasan Lando Sampio, Petrus da Gomes mengungkapkan, selain menghubungkan tali silaturahmi dengan beragam cara alumni juga mulai memikirkan hal yang lebih dalam. Alumni ingin bersama-sama membangun tanggungjawab moral terhadap perkembangan lebih lanjut lembaga ini.
Para alumni kemudian bersepakat untuk membentuk sebuah yayasan sebagai bentuk keseriusan dalam rangka memperhatikan Sampio. Maka terbentuklah Yayasan Lando Sampio. Yayasan ini diresmikan oleh Mgr Hilarion Datus Lega. Menyangkut nama yayasan, ini merupakan sebuah nama bukit yang berada dalam kompleks Seminari Kisol.
Selain yayasan, saat itu alumni juga membentuk sebuah perhimpunan alumni. Tugas perhimpunan adalah menjadi motor penggerak alumni. Dalam mempermudah informasi, Seminari Kisol juga menyediakan sebuah website alumni. “Ini komitmen dan semuanya sedang dalam proses dan akan dikerjakan bersama-sama nantinya,” ujar Petrus.
Petrus mengungkapkan, dalam penerapannya begitu banyak rencana yang dibuat oleh yayasan dimotori oleh alumni. Beberapa di antaranya adalah bantuan buku dan komputer untuk seminari Kisol yang berlangsung saat pesta emas tahun lalu. Selain itu ada juga bantuan individu.
Sedangkan program yang paling strategis adalah dana strategis yang akan dimulai tahun depan. Rencananya alumni akan menyediakan satu miliar dari alumni. Setiap angkatan akan berjibaku memberi sumbangan. “Satu miliar itu akan dipertanggungjawabkan ke setiap angkatan dari total hampir lima puluhan angkatan. Mereka dengan caranya masing-masing akan menyumbang dan saya yakin itu akan sangat ringan,” ujarnya.
Kembali
Sebagai alumni perhatian dan dukungan demi keberlangsungan lembaga ini sangatlah penting. Alumni mempunya andil yang besar dalam memperpanjang nafas lembaga ini. Petrus menjabarkan, apapun bentuk perhatian terhadap Seminari Kisol sangatlah penting. “Ini juga salah satu bentuk ucapan terima kasih terhadap lembaga yang telah menggembleng kami bertahun-tahun. Ini adalah ajakan untuk kembali,” terangnya.
Menurut Petrus, lembaga ini telah memberi kontribusi tidak hanya Gereja Katolik. “Lembaga ini tidak pernah lekang dari ingatan kami. Kami berharap agar lembaga ini terus berkiprah dalam arus zaman,” pungkasnya.
Willy Matrona
HIDUP NO.49 2018, 9 Desember 2018