Dari depan pintu rumah mereka melihat Pak Beni, istri dan kedua anaknya terkaku tak bersuara tapi masih bernapas. Segera seorang bapak berlari-lari memanggil seorang dukun yang sangat baik di tempat itu. Dialah yang mampu meyadarkan Pak Beni dan keluarganya dari kekakuan tubuh.
Pak Beni pun menceritakan apa yang telah terjadi. Dunia mitos yang sering diceritakan selama ini, yang hanya sebagai cerita pengiring tidur anak-anak kecil, terjadi di hari ini. Sesuatu yang membuat orang tercengang keheranan dan ketakutan. Tak berhenti sampai di situ.
Setelah rumah dibersihkan oleh warga setempat. Malam hari warga berkumpul ingin menghibur Pak Beni sekeluarga. Banyak hal lucu yang mereka ceritakan. Canda tawa pun mewarnai rumah pak Beni. Adakah setan juga punya rasa iri atau cemburu?
Mungkin masih ada dendam tersisa. Atau manusiakah yang menganggu kenyamanan Pak Beni sekeluarga. Manusia yang berwujud hantu tak berbayang. Di tengah kegaduhan canda tawa, beriringan dengan suara alam ditambah angin sepoi-sepoi, rumah itu tiba-tiba bergoyang. Sementara itu tak ada gempa. Orang kebingungan sembari merasa takut. Dalam hati tetangga Pak Beni bertanya: “Adakah tempat pak Beni membangun rumah merupakan gunung berapi?”
Berhujankan tetesan keringat Pak Beni dan warga setempat mengusi dengan langkah yang tertatih-tatih. Hingga cinta yang mempersatukan Pak Beni dengan istrinya, dengan kelahiran dua orang anak di rumah ini. Kini menjadi dusta yang menimbulkan kegaduhan.
Tidak nyaman seperti layaknya binatang-binatang buas yang lari ketakutan dari gunung karena gunung akan meletus. Pak Beni tidak tahu lagi apa yang harus dia lakukan agar cintanya bersama istri dan kedua anaknya dapat dibangun kembali di rumah itu.
Dia berjalan tanpa tujuan arah mencari bantuan. Ada yang mengatakan dia sudah gila. Tetapi, benarkah dia gila? Ah, aku tak gila. Seru Pak Beni sambil menangis di depan warga setempat yang mengoloknya.
Kedinginan malam tidak membuat Pak Beni enggan unutk melangkah. Dia bagaikan dedaunan yang terus bergerak walaupun angin dingin menerpa. Suara hati Pak Beni membawanya pada sebuah tempat yang sunyi, hening. Hanya ada satu cahaya yang terlihat.
Pak Beni mendengarkan suara yang lembut nan indah yang baru didengarnya.
“Datanglah…datanglah…”
Mendengar suara itu Pak Beni malah tidak takut seperti saat dia dihantui oleh sosok yang tak kelihatan di rumahnya, melainkan ada rasa bahagia dalam hatinya.
Dia mendengarkan bisikan untuk meminta maaf dan berdamai dengan tempatnya tinggal. Di kemudian hari Pak Beni baru menyadari bahwa ternyata tempat rumahnya dibangun itu adalah bekas kuburan yang sudah dipindahkan ketempat lain.
Sampailah Pak Beni pada upacara permohonan maaf kepada leluhur itu. Hingga akhirnya dia pun hidup bahagia kembali di tempat itu bersama keluarga kecilnya. Hingga di samping rumahnya itu dibangun lagi satu rumah, yaitu tempat dia beristirahat untuk selamanya.
Charlyto Duhar SMM