web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Kepekaan Rohani

Rate this post

HIDUPKATOLIK.COM – Minggu, 13 Januari 2019 Pesta Pembaptisan TuhanYes 42: 1-4, 6-7; Mzm 29:1a, 2 , 3ac-4, 3b, 9b-10;Kis 10:34-38; Luk 3:15-16, 21-22

“Menerima Yesus dan dibaptis dalam nama Bapa Putera dan Roh Kudus tidak pernah boleh tinggal pada formalitas, tetapi pada penerimaan mendalam tanpa mendua sebagai Juruselamat”

ADA gairah rohani di Israel. Ada kepekaan rohani. Semangat tobat. Yohanes menjawab pertanyaan berbagai kelompok ten­­­tang apa harus mereka lakukan! Dibaptis dan menganut hidup moral yang baru. Semua orang dinasehatkan untuk mencukupkan diri dengan upah yang diterima, berbagi pakaian dan makanan dengan sesama.

Sesama harus selalu diperhatikan dan dicintai, seperti diri sendiri. (Bdk. Lk 3: 15­16). Keadilan dan kebenaran, tindakan kasih adalah sikap hakiki untuk pertobatan dan pembaharuan hidup. Semua itu adalah kabar gembira Allah (Bdk. Lk 3: 18). 

Kekosongan dalam relung jiwa manusia religius tetap ada meskipun ada kerinduan untuk beriman sejati. Namun, tobat dan baptisan Yohanes menjadi pemantik api yang membakar dan mempertajam kerinduan akan kehadiran Mesias. Ada keinginan untuk diisi penuh oleh Allah sendiri. Kemudian dari penjara Yohanes menyuruh muridnya menanyakan apakah Yesus Mesias yang dinantikan, bukan karena dia ragu.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Hal ini untuk mengajar muridnya menerima Yesus, karena jawaban Yesus yang mesianis: orang buta melihat, orang tuli mendengar dan orang mati dibangkitkan; kepada orang miskin Injil diberitakan (Mrk 6: 17­18).

Sesudah aku akan datang yang lebih besar dari aku. Membuka tali kasut­Nya pun aku tidak layak. Dia akan membaptis dengan Roh Kudus dan Api. Yohanes merasa bahwa ia tidak layak membaptis Yesus, tetapi jadilah demikian karena Yesus berkata: biarlah demikian (Luk: 3; Kis 1:5; 11:16).

“Dia harus menjadi lebih besar dan aku menjadi lebih kecil”. Keagungan Yesus ini turut dirasakan Yohanes sedari masih di kandungan ibunya sewaktu dikunjungi Yesus dalam kandungan Maria. Apalagi sesudah bertemu dan Yesus mau memulai tugas perutusan dan karya penyelamatan­Nya.

Yohanes adalah perintis yang amat setia hingga akhir. Yohanes menegaskan dia membaptis dengan air dan Yesus dengan Roh Kudus dan api. Bertobatlah dan berilah dirimu dibaptis oleh Yesus itu dan Allah akan mengampuni dosamu. (Lk 3 : 3). Bertobat dan dibaptis, adalah jalan satu­satunya untuk menerima kehidupan dan keselamatan, bukan karena keturunan, jabatan, dan praktik kesalehan.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Baptisan yang akan diberikan oleh Yesus Kristus. Yesus sendiri dibaptis. Baptisan­Nya menyatakan Dia mau senasib dengan semua orang. Baptisan Yesus adalah tahbisan yang mengesahkan dasar peresmian karya dan kehadiran penyelamatan­Nya. Yohanes Pembaptis menegaskan bahwa Yesus adalah ukuran selamat atau binasa, jika menerima atau menolak Dia.

Semua dalam tataran iman, relasi personal, karya Roh Kudus. Tidak ada drama alam atau pun selebrasi awal pada karya penyelamatan Yesus. Dia tetap bersahaja, polos, miskin secara lahiriah; tidak ada dukungan eksternal dalam penugasan­Nya.

Bolehlah kita menarik kesimpulan: menerima Yesus dan dibaptis dalam nama Bapa Putera  dan Roh Kudus tidak pernah boleh tinggal pada formalitas tetapi pada perjumpaan dan persekutuan, pada menerima Tuhan sebagai Juru Selamat, yang rendah hati, bersahaja, yang sederhana karena jelas dan tidak pernah mendua dan berubah; lemah lembut, dan penuh kasih; tidak memutuskan buluh yang patah dan tidak memadamkan sumbu yang pudar.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Dia tegar dan setia menjadi perjanjian dengan manusia, menjadi terang untuk semua bangsa, mencelikkan mata orang buta dan membebaskan tahanan dan tawanan dalam kegelapan (Lih Yes 42: 1­4, 6­7).

Menerima Yesus adalah menerima dalam kesahajaan­Nya. Kebodohan bagi orang Yunani dan sandungan bagi orang Yahudi (1 Kor 1: 23). Berpaling terus ­menerus dari diri sendiri, dari keterikatan dunia ini dengan segala tipu dayanya, dari kenikmatan dan suka cita yang bukan dari atas, dari pola pikir dan gaya hidup yang devosional belaka, dan berpaling kepada Dia, berada dengan­Nya dan hidup untuk­Nya.

Bertobatlah, sebab Kerajaan Allah sudah dekat, sudah hadir dalam Dia!

 

Mgr. Martinus Dogma Situmorang OFMCap
Uskup Padang

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles