HIDUPKATOLIK.com – Gereja bertanggungjawab untuk menuntun kaum muda agar mengakses pengetahuan lebih banyak. Taman baca ini adalah lentera bagi mereka untuk mengenal dunia.
Buku adalah “gudang ilmu”, darinya setiap orang dapat belajar tentang kehidupan. Apalagi bagi anak usia sekolah, buku menjadi bagian tak terpisahkan bagi kehidupan mereka. Dengan buku, setiap anak dapat belajar bagi masa depan mereka.
Namun, untuk beberapa daerah di tanah air, buku kadang masih menjadi “barang mewah”. Sebut saja misalnya anak-anak di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagian dari mereka masih kesulitan untuk mendapatkan akses pada “gudang ilmu” ini. Di sini, anak-anak tidak mudah mendapat akses pada bahan-bahan bacaan. Hal ini berbeda dengan anak-anak di kota yang gampang saja memperoleh barang bacaan.
Barang kali, ini akhirnya menjadi alasan dibukanya Taman Baca Efata Kurubhoko di Paroki St. Maria Ratu Para Malaikat Kurubhoko, Riung, Ngada. Taman baca ini dibangun khususnya demi perkembangan generasi-generasi muda di paroki ini. Dalam keadaan keterbatasannya, taman baca ini menyajikan berbagai buku yang ada. Gerakan literasi ini kiranya mampu menyentuh daerah plosok yang mengalami ketertinggalan buku.
Membangun Minat Baca
Secara keseluruhan Indonesia pada dasarnya mengalami defisit membaca. Berdasarkan studi Most Littered Nation In the World 2016 minat baca di Indonesia menduduki peringkat 60 dari 61 negara. Minat baca masyarakat Indonesia sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Apabila dibandingkan dengan masyarakat Eropa atau Amerika khususnya anak-anak yang dalam setahun bisa membaca hingga 25-27 persen buku. Selain itu juga ada Jepang yang minat bacanya bisa mencapai 15-18 persen buku per tahun. Sementara di Indonesia jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen per tahun.
Dengan kenyataan ini, berdirinya taman baca Efata Kurubhoko dapat menjadi salah satu bentuk jawaban pada keprihatinan terhadap literasi di Indonesia. Kepala Paroki Kurubhoko, Pastor Tobias Harman OFM mengungkapkan, Taman Baca Efata Kurubhoko bertujuan mendekatkan generasi muda pada sumber-sumber bacaan. Ia melihat, anak-anak zaman ini mudah sekali dipengaruhi oleh media audio-visual yang mempengaruhi prilaku mereka. “Sangat terasa saat mereka berbicara atau menulis. Mereka bahkan sangat sulit untuk berbicara dan menulis secara ilmiah. Mereka benar-benar dipengaruhi oleh media digital,” kata dia.
Kuatnya arus digital membuat generasi muda enggan membaca apalagi menulis. Mereka hanya menikmati tayangan video atau film yang disajikan di televisi dan internet. Disadari, materi yang disajikan tidak semuanya baik bagi kehidupan generasi muda. Taman Baca Efata Kurubhoko ini adalah upaya untuk membantu generasi muda mendapatkan akses informasi yang baik bagi mereka. Taman baca ini akan menyiapkan generasi-generasi yang cerdas yang tentu saja berbeda dengan generasi sebelumnya.
Tepat pada 22 April 2018, Taman Baca Efata Kurubhoko mulai melayani menyediakan bahan-bahan bacaan. Berdirinya taman baca ini sudah menjadi impian yang ada semenjak berdirinya paroki ini. Paroki tidak sendiri. Untuk mendirikan pusat baca ini, paroki bekerjasama dengan Rumah Literasi Cermat Ngada.
Sasaran dari taman baca ini adalah anak-anak usia remaja dimulai dari anak usia Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sejak berdiri, anak-anak biasanya berkunjung pada pukul 16.00 WITA. Pastor Tobias menuturkan, sebagai kaum muda, mereka harus dituntun untuk mengakses pengetahuan lebih banyak. “Mereka akan diperkenalkan kepada dunia yang begitu luas melalui buku-buku yang mereka baca,” ujarnya.
Di Bawah Pohon
Sejak saat berdirinya Taman Baca Efata Kurubhoko, pemandangan pekarangan paroki mulai berubah. Setiap sore, anak-anak meriung di bawah di depan gereja paroki, bukan untuk ngerumpi, mereka asyik dengan bacaannya masing-masing. Dengan situasi ini, anak-anak dapat merasakan suasana yang santai untuk membaca. Buku-bukunya sendiri disimpan di ruangan yang sederhana bekas pastoran lama.
Pastor Tobias menuturkan, pada awalnya buku-buku dapat dihitung dengan jari, namun seiring waktu buku-buku mulai bertambah. Buku-buku tersebut merupakan hasil sumbangan yang barasal dari berbagai kalangan. Namun, Taman Baca Efata Kurubhoko tetap memerlukan tambahan buku-buku.
Sebagaian besar buku-buku disesuaikan dengan usia pembaca. Dengan penyesuaian ini, memancing mereka untuk selalu membaca sehingga mereka tidak cepat berpuas diri atau bosan. Terdapat berbagai buku seperti novel, komik, dan bacaan ringan yang lainnya. “Mereka sangat antusias, buku-buku yang ada di sini sesuai keinginan mereka. Ini sangat wajar, mengingat buku-buku di sekolah hanya menyajikan buku-buku yang sesuai dengan kurikulum,” ujar Pastor Tobias.
Kepala Desa Nginamanu Yohanes Don Bosco Lemba menjabarkan, berdirinya Taman Baca Efata sangat membantu warganya khususnya kaum muda. Menurutnya, kebiasan membaca harus ditumbuhkan sejak dini. Dengan adanya Taman Baca Efata Kurubhoko buku-buku yang sebelumnya sulit didapat, kini dapat diakses dengan mudah. “Perubahan bisa terjadi dengan menggali banyak informasi dengan membaca. Ini adalah saatnya untuk memulai mulai dari menumbukan budaya membaca hingga pembentukan karakter sebagai buah kegiatan membaca,” kata Yohanes.
Terbukalah
Pastor Tobias menerangkan Taman Baca Efata Kurubhoko memiliki kedalaman arti dari segi namanya. Berdirinya Taman Baca Efata ini bertepatan dengan bulan Kartini. Ini menandakan “habislah gelap, terbitlah terang”. Melalui taman baca ini Gereja Katolik Kurubhoko mempunyai harapan yang besar terhadap kaum muda.
Sedangkan, kata “taman” berarti tempat untuk bersenang-senang tanpa tekanan atau ancaman. Dengan nama ini, paroki ingin mewujudkan tempat yang nyaman dan tenang bagi anak-anak untuk membaca. Mereka dapat membaca sambil bermain dengan penuh kebebasan. Dengan ini tidak ada kesan bahwa membaca adalah sebuah pekerjaan yang begitu berat.
“Efata” juga dipilih sebagai bentuk perintah dalam Bahasa Aram yang berarti ‘terbukalah’. Kata ini muncul dalam Injil Markus 7:4 ketika Yesus menyembuhkan seorang yang menderita kebutaan dan tuli. “Mungkin selama ini kita buta dan tuli terhadap dunia seperti katak dalam tempurung. Semoga dengan hadirnya Taman Baca Efata Kurubhoko ini berlahan-lahan kita disembuhkan dari buta dan tuli,” kata Pastor Tobias.
Rumah Literasi Cermat Ngada Ngada yang “berkongsi” dengan Taman Baca Efata Kurubhoko memang memiliki perhatian terhadap gerakan literasi. Sudah sejak lama, mereka berkomitmen menumbuhkan budaya baca kepada publik, khusunya generasi muda. Mereka juga bererimakasih karena dapat bersinergis dengan pihak Gereja melalui paroki ini. Ini membuktikan bahwa Gereja juga memiliki keprihatinan terhadap masa depan generasi muda.
Willy Matrona
HIDUP NO.48 2018, 2 Desember 2018