3. Busana Sehari-hari
Busana uskup untuk keperluan sehari-hari adalah: jubah hitam polos setakat mata kaki (tanpa aksen merah); sabuk sutera ungu; salib pektoral dengan rantai; pileola ungu (opsional); collare (kerah) ungu (opsional), dan cincin selalu dikenakan. Uskup yang berasal dari tarekat religius dapat mengenakan jubah institusinya.
Mitra dan Tongkat Gembala
Pada upacara liturgi yang penting, Uskup mengenakan mitra (sejenis tutup kepala) dan tongkat. Mitra dikenakan uskup pada saat duduk, menyampaikan homili, menyambut atau menyapa umat, saat berbicara kepada umat, dan saat menyampaikan ajakan untuk berdoa (kecuali bila sesaat sesudahnya ia harus melepasnya untuk doa-doa tertentu). Juga saat memberikan berkat meriah kepada umat, saat menerimakan sakramen, dan saat berjalan dalam prosesi.
Uskup tidak mengenakan mitra selama ritus pembuka, doa pembuka, doa persembahan, dan doa sesudah komuni; selama doa umat, doa syukur agung, pembacaan injil, nyanyian yang dilagukan sambil berdiri, prosesi sakramen mahakudus; juga saat pentakhtaan sakramen mahakudus.
Uskup tidak perlu menggunakan mitra dan tongkat saat ia berjalan dari satu tempat ke tempat lain yang dekat. Mitra dianalogikan dengan mahkota seorang raja.
Baca juga: https://www.hidupkatolik.com/2019/01/05/30636/deskripsi-lambang-uskup-agung-medan/
Raja akan mengenakan mahkotanya saat berhadapan dengan rakyat, tapi tidak saat berhadapan dengan Tuhan (saat berdoa, memimpin doa, atau saat Tuhan hadir dalam rupa sakramen mahakudus). Uskup selalu memegang tongkat dengan tangan kiri (dengan bagian yang melengkung menghadap ke umat) dan memberkati dengan tangan kanan.
Ada pula pileola (topi kecil atau solideo) ungu yang kerap dikenakan uskup dalam berbagai acara liturgis, termasuk misa. Dalam misa, pileola hanya dilepas sesaat sebelum prefasi (doa syukur agung) dimulai dan dikenakan kembali saat uskup duduk, setelah komuni selesai.
Antonius Bilandoro