web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Roh Kudus di Medan Pastoral Sulit

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com “PAPUA perlu disapa”, begitu kalimat di sebuah spanduk besar dipampang di pinggiran Sungai Digul, dekat Distrik Oksibil, Kampung Kutdol, Kabupaten Pegunungan Bintang, Jayapura, Papua.

Entah apa maksud spanduk ini, tetapi banyak orang menilai ada pesan agar pemerintah perlu memperhatikan wilayah-wilayah terisolir khususnya di Pegunungan Bintang. Dekat Sungai Digul, terdapat Paroki Kristus Bangkit Iwur, Dekenat Pegunungan Bintang, Keuskupan Jayapura.

Paroki ini memiliki empat stasi dengan 22 wilayah (kombas) dengan jumlah umat sekitar 3.569 jiwa. Berpastoral di Paroki Iwur tidak saja membutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik dengan masyarakat sekitar tetapi juga ketahanan fisik yang handal.

Soal ketahanan fisik ini, Kepala Paroki Pastor Damianus Uropmabin telah mengalaminya. Ia menceritakan, bahwa jarak tempuh dari satu stasi ke stasi yang lain hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki. Misal, cerita Pastor Damianus, ke Stasi Kawor bagian Barat, memakan waktu sekitar 3-4 jam berjalan kaki, Stasi Dewon bagian Selatan, sekitar dua hari perjalanan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Di bagian Timur ada Stasi Tarup yang dapat ditempuh dengan jalan kaki sekitar satu hari. Sementara di wilayah Utara, ada Stasi Kekeramding sekitar 6-7 jam perjalanan kaki.

“Tidak mudah sebagai seorang gembala untuk bisa setiap minggu menyapa umat di daerah-daerah pedalaman. Wilayah yang berbukit, lembah yang curam menjadi tantangan tersendiri. Belum lagi kita harus bertemu dengan binatang buas atau kondisi alam yang kadang tidak diprediksi,” ujarnya.

Berpastoral tunggal sebagai imam tanpa dibantu imam lain atau frater dan suster, atau pelayan pastoral lainnya membuat Pastor Damianus terus mengupayakan agar semua umat bisa mendapatkan pelayanan sakramental. Ia tidak ingin membedakan stasi jauh dan stasi dekat.

Paling penting bagi Pastor Damianus, adalah semua umat merasa kehadiran Gereja. Menyoal kesulitan di Paroki Iwur, Pastor Damianus menambahkan, bahwa hampir semua lini kehidupan kurang diperhatikan. Ia memberi contoh, soal bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi rakyat, dan infrastruktur, seperti pembangunan jalan, lapangan terbang, listrik, telepon, hampir tidak menyasar wilayah pastoral ini.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

“Tetapi saya mencoba dengan segala kekurangan itu agar umat dapat diberdayakan. Saya berusaha agar umat Katolik di paroki ini tidak merasa kesepian karena ‘dilupakan’ pemerintah,” jelasnya. Menurutnya, untuk membuka akses umat agar mampu bersosialisasi dengan masyarakat luas maka ragam program digalakan.

Setiap kali kunjungan, Pastor Damianus dibantu beberapa katekis awam memberi pelajaran agama dan juga pelajaran-pelajaran lainnya seperti berhitung, membaca, dan menulis kepada anak-anak.

Selain itu, ia juga memberi pelatihan seputar dunia usaha khususnya ekonomi rakyat kecil kepada umat agar bisa mandiri. “Hasil kebun mereka saya usahakan agar dijual di kota kemudian mengajari mereka bagaimana menabung.”

Diakui Pastor Damianus, bahwa meski ini berjalan tetapi tentu saja ada kendala yaitu transportasi dan akomodasi. Ada dua sungai yaitu Sungai Digul dan Sungai Kao di wilayah Timur menuju Selatan yang membatasi akses masyarakat ke kota. Bila musim hujan, arusnya deras sekali.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Sudah bertahun-tahun umat selalu menyebrangi dua sungai tanpa jembatan dengan konsekuensi yang besar. Akhirnya atas inisiatif umat dibuatlah jembatan gantung dari rotan supaya umat bisa menyebrangi jembatan untuk menjual hasil tani mereka ke kota, itupun dengan perjalanan kaki sekitar dua hari,” tuturnya.

Pastor Damianus mengakui bahwa medan pastoral yang sulit karena hampir rata-rata stasinya berada di wilayah Selatan Kabupaten Pegunungan Bintang. Di wilayah Timur berbatasan langsung dengan Negara Papua Nuegini, Barat berbatasan dengan Kabupaten Mapi dan Asmat, di Utara berbatasan langsung dengan Oksibil, ibukota Pegunungan Bintang, dan Selatan dengan Kabupaten Boven Digul.

“Meski secara geografis wilayah pastoral saya butuh perjuangan tetapi saya yakin ada Roh Kudus yang bekerja bersamaku,” jelasnya.

 

Yusti H. Wuarmanuk

ARTIKEL SEBELUMNYA
ARTIKEL SELANJUTNYA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles