HIDUPKATOLIK.com – Kakak saya dulunya Katolik tetapi kemudian karena suatu kekecewaan dengan seorang Romo, dia berpindah menjadi Kristen. Dia sudah meminta pada pendetanya untuk upacara pemakaman secara Kristen. Hal ini membuat masalah dalam keluarga karena semua keluarga beragama Katolik dan juga kami menganggap dia masih Katolik. Jika dia meninggal, bolehkah kami, keluarganya meminta seorang Romo untuk melakukan pemakaman secara Katolik dan mendoakan arwahnya dalam misa? Bolehkah dia dimakamkan di makam keluarga kami yang kenyataannya Katolik semua?
Leni Sinduwati, Malang
Pertama, memang benar bahwa seorang Katolik tetap adalah Katolik meskipun dia berpindah agama, karena melalui sakramen Baptis, dalam jiwanya sudah diberikan meterai sakramental yang bersifat kekal dan tak terhapuskan. Akan tetapi, Gereja menghormati pilihan dan sikap pribadi seseorang tentang kepercayaan, dan karena itu Gereja merasa tidak berhak untuk memaksakan iman dan upacara keagamaan Katolik pada seseorang yang sudah meminggal yang secara eksplisit menolak Gereja Katolik pada waktu masih hidup. Bisa jadi, pemaksaan upacara agama Katolik merupakan pelanggran atas pilihan agama yang dianut sesuai dengan KTP-nya. Jadi, kita perlu menghormati pilihan seseorang bahkan juga ketika yang bersangkutan sudah meninggal. Maka, upacara pemakaman tetap harus dilakukan sesuai permintaannya, yaitu secara Kristen.
Kedua, doa arwah dan juga perayaan Ekaristi boleh dipersembahkan untuk siapapun, baik yang Katolik maupun bukan Katolik. Anggota keluarga dari orang yang meninggal tentu ingin juga mendoakan orang yang meninggal itu, dan caranya tentu sesuai dengan agama dari anggota keluarga yang masih hidup dan ingin mendoakan. Karena itu, tentu boleh melakukan doa arwah secara Katolik bagi saudara yang bukan Katolik. Jika doa arwah dilakukan pada saat jenasah masih disemayamkan di rumah duka, tentu harus memperhitungkan perasaan anggota keluarga inti dari orang yang meninggal. Jangan sampai pada masa berduka itu, keluarga dekat ini justru merasa terusik oleh sesuatu yang tidak mereka percayai. Demikian pula, hendaknya doa arwah secara Katolik atau perayaan Ekaristi itu tidak menyebabkan batu sandungan untuk umat atau masyarakat sekitar.
Mempersembahkan misa untuk arwah oleh keluarga atau kerabat dan teman-teman, juga untuk mereka yang tidak beriman Katolik, sungguh sangat dianjurkan. Gereja menghormati keyakinan pribadi dari orang yang meninggal, juga sesudah kematiannya. Di lain pihak, Gereja juga berusaha semaksimal mungkin untuk agar kasih Yesus untuk semua orang bisa dirayakan baik dalam doa arwah maupun dalam perayaan Ekaristi.
Ketiga, tidak ada peraturan dalam Gereja Katolik yang melarang seseorang yang bukan Katolik dimakamkan bersama dengan saudara-saudari yang beragama Katolik. Jadi, meskipun anggota keluarga lain semuanya beragama Katolik, tetap saja saudara yang Kristen ini bisa dimakam di makam keluarga. Jika ada peraturan yang melarang, pastilah peraturan itu bukan berasal dari Gereja Katolik tetapi dari lembaga lain atau keluarga itu sendiri.
Apa artinya penggunaan dupa pada upacara seputar kematian? Apakah ada dasar biblisnya?
Klementiana Tole, Denpasar
Sudah sejak Gereja awali, dupa digunakan dalam upacara-upacara seputar kematian dan dalam perayaan-perayaan agung. Dupa merupakan simbol dari doa dan penghormatan kepada Allah atau benda-benda yang disucikan. Maka bisa dikatakan dupa adalah simbol dari kekudusan. Itulah sebabnya mengapa altar, lilin Paskah dan orang-orang dan jenasah didupai pada misa pemakaman. Praktek penggunaan dupa bisa dilihat pada Kel 30: 34-38.
Petrus Maria Handoko CM
HIDUP NO.45 2018, 11 November 2018