HIDUPKATOLIK.com – Di sekitar tahun 1983, Kardinal Carlo Martini SJ, Uskup Milan, pernah mengusulkan agar tema-tema dalam sinode uskup tidak hanya dibicarakan dalam satu kali pembahasan, namun diolah dan dibahas lagi dalam pertemuan sinodal berikutnya. Gagasan tersebut berangkat dari keprihatinan, bahwa sering sesuatu dibicarakan, lalu dikeluarkan dokumen, dan setelah itu dianggap selesai. Tidak ada waktu cukup untuk merefleksikan apakah semuanya itu sungguh menyentuh, menjawab persoalan dan realitas yang dihadapi.
Kiranya hal itu menjadi cara bertindak sinode kali ini. Tema sinode 2018: “Kaum Muda, Iman dan Penegasan Panggilan”, sebenarnya dimaksudkan Paus Fransiskus untuk melanjutkan dua kali sinode tentang keluarga, di tahun 2014 dan 2015.
Langkah sinode kali ini pun unik. Banyak yang dilibatkan, baik lewat survei namun terutama dengan diadakannya pra-sinode di bulan Maret 2018, yang melibatkan kaum muda dari seluruh kawasan dunia. Yang menarik, dalam pra-sinode tersebut ada juga wakil dari kalangan non-Katolik yang hadir dan terlibat aktif. Sebanyak 300 kaum muda yang hadir langsung dan 15000 yang terlibat secara online.
Kaum muda adalah bagian nyata dari kehidupan Gereja. Namun tidak jarang, mereka merasa asing dan jauh dari Gereja, kurang mengenal, dan terutama dikenal oleh Gereja. Ada semacam kesenjangan antara Gereja dan kaum muda, demikian ungkapan fasilitator pra-sinode tersebut. Padahal, kaum muda mencari komunitas tempat di mana mereka bisa membentuk diri. Tidak jarang, mereka kurang menemukan itu di dalam tubuh Gereja.
Kaum muda mendambakan Gereja yang terbuka dan murah hati. Gereja sebagai tempat mereka belajar bertumbuh dan menjalin relasi satu sama lain, dalam membangun masa depan. Gereja yang bersama mereka saat berhadapan dengan tantangan teknologi dan perkembangan budaya yang pesat. Gereja sebagai ruang belajar membuat penegasan hidup itulah yang diserukan dalam pra-sinode tersebut.
Kaum muda di tengah tantangan zaman masih melihat bahwa iman adalah sesuatu yang mendasar, yang dengannya mereka belajar menemukan makna dan panggilan hidup. Tidak mengherankanlah, kalau mereka menyerukan kerinduan akan wajah Gereja yang otentik, Gereja yang menyapa, menerima, terbuka di mana terdapat sukacita dan relasi komunikatif yang hidup. Ungkapan ini sebenarnya menyuarakan dambaan dan kesadaran mendalam sebagai bagian dari Gereja, agar hidup Gereja semakin dialami sebagai bagian hakiki dari hidup dan perjalanan kehidupannya. Bertumbuh dan berkembang dalam iman, di tengah arus zaman, itulah ungkapan yang bisa ditemukan dari dokumen pra-sinode tersebut.
Metode sinode adalah metode diskresi, demikian dituliskan dalam instrumentum laboris, kertas kerja persiapan sidang sinode. Maka di bagian awal dokumen tersebut dipaparkan gambaran realitas yang dicoba didengarkan, tanda-tanda zaman yang hendak dibaca. Di dalamnya disadari adanya keberagaman wajah, realitas, aspirasi dan bahkan bahasa dapat ditemukan. Betapapun ada arus globalisasi, namun keberagaman adalah nyata. Gereja dihadapkan pada kultur dan realitas kehidupan yang terus berubah dan bertumbuh. Di sisi lain, ada kenyataan budaya penyingkiran, yang juga dialami kaum muda, di mana orientasi akan keuntungan dan kecenderungan mau menang serta dominan menguasai.
Di tengah perubahan cara hidup dan cara pandang yang berlangsung, Gereja diajak mendengarkan. Gereja yang mengajar adalah terlebih dahulu menjadi Gereja yang mendengarkan. Diakui ini bukan langkah mudah. Namun inilah yang harus dibuat, agar Gereja sendiri semakin menjadi Gereja yang hidup dan tumbuh, Gereja yang menegaskan diri terus-menerus, sehingga dapat senantiasa menjadi Gereja yang otentik.
Maka dalam dokumen persiapan sinode tersebut digambarkan Gereja yang menemani. Menjadi muda adalah berkat, bagaimana lalu Gereja memberi ruang agar berkat tersebut tertanam dan tumbuh sehingga kaum muda tumbuh dalam iman. Gereja yang mewartakan, kiranya itu menjadi nyata di tengah realitas kaum muda dewasa ini, sehingga Gereja menyongsong masa depan dalam sukacita Injili secara penuh. Mari kita iringi Sinode Para Uskup, 3-28 Oktober 2018 ini, terlebih dengandoa-doa kita, agar Gereja pun semakin berwajah muda, dalam kesegaran menjalankan tugas perutusannya mewartakan kabar Gembira dan mewujudkan KerajaanAllah.
T. Krispurwana Cahyadi SJ
HIDUP NO.43 2018, 28 Oktober 2018