Dua tahun kemudian, tepat di bagian kepala kuburan kakek, tumbuh pohon yang asing bagi warga setempat. Lama kelamaan pohon itu bertumbuh besar.
Anehnya pohon itu tak bercabang. Pohon itu berbuah sangat lebat. Semua warga setempat takut mengambil apalagi makan buah pohon itu.
Namun rasa penasaran seorang warga tergelitik dan memaksa hasratnya mencicipi buah pohon misterius itu. Ia sempat ragu takut terjadi sesuatu setelah makan buah itu. Perlahan namun pasti buah tersebut dikupas dan disantapnya. Anehnya, ketika dikupas didapati bagian dalam buah itu menyerupai kepala manusia.
Warga kampung itu sempat kaget. Namun tak mengurungkan niatnya untuk tetap mencicipi buah pohon misterius ini. Akhirnya air dan isi buah dilahapnya sampai habis. Selang beberapa saat kemudian tidak terjadi sesuatu pada diri warga kampung itu.
Kabar ini tersebar dengan cepat. Satu demi satu warga kampung datang mencicipi buah pohon itu. Mereka sepakat menamai pohon ajaib itu pohon kepala, karena tumbuh di bagian kepala sang kakek. Mereka bersepakat menanam pohon kepala di kebun masing-masing.
Lima tahun kemudian kampung itu terkenal karena pohon kepala yang ditanam. Warga dari kampung seberang pun datang dan ingin melihat keajiban ini. Akibat dialek bahasa warga kampung seberang, nama pohon kepala berubah menjadi pohon kelapa hingga saat ini.
Sama seperti sang kakek, pohon kelapa pun memberi seluruh bagian tubuhnya untuk kehidupan manusia. Kelapa menjadi pohon kehidupan bagi semua orang. Semua warga kampung percaya sang kakek telah berubah rupa menjadi pohon kelapa. Sang kakek telah menyerahkan diri secara total untuk kehidupan sesamanya.
Firgian Botu