HIDUPKATOLIK.COM-MEWUJUDKAN Maluku sebagai laboratorium kerukunan dan perdamaian terbaik di Indonesia didasarkan atas beberapa faktor seperti Maluku pernah mengalami konflik sosial yang dikenal sebagai konflik sipil. Tetapi juga masyarakat Maluku dan pemerintah memiliki success story yang luar biasa dalam melakukan rekonsiliasi, recovery, dan pembangunan perdamaian.
Demikian disampaikan Gubernur Maluku Said Assagaf saat membuka Seminar Nasional Pesta Paduan Suara Gerejani Katolik (Pesparani) I di Islamic Center, Kota Ambon, Selasa, 31/10. Dalam pembukaan sambutannya Assagaf memberi pemahaman dengan tema, “Maluku Rumah Belajar Hidup Basudara Dalam Keragaman Agama, Budaya, dan Politik.
Seminari nasional ini menghadirkan empat pemateri pada sesi pertama yaitu Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Mohammad Mahfud MD, Uskup Amboina Mgr Petrus Canisius Mandagi MSC, Uskup Agung Pontianak Mgr Agustinus Agus, dan Dirjen Bimas Katolik Eusebius Binsasi.
Dalam materinya, Assagaf juga menyinggung Maluku dipandang secara sosiologis. Ia mengatakan Maluku merupakan masyarakat yang multikultural. Secara historis Maluku menjadi the spices island khususnya cengkeh, pala, dan pully yang pada akhirnya membuat banyak bangsa terutama bangsa Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda, dan Jepang selain Arab, Cina, dan India datang di Maluku.
“Karena itu ada ratusan marga seperti Patty, Pattinasarany, Pattikawa, Latuconsina, Siwabessy, Sahanaya, Rahayaan, Rahawarin, Wokanubun, Ralahalu, Wattimena, Lestahulu, dll. Selain marga-marga khas Maluku ada juga dari marga dari Arab seperti Assagaf, A-Mahdali, Al-Idrus, dll. Dari Belanda seperti Van Afflen, Van Room, Ramshcie, De Wanna, Gaspers, Van Houten, dll. Dari Portugis seperti Da Costa, De Fretes, De Lima, Fareire, De Zousa, dll. Dari Spanyol seperti Olivera, Diaz, De Jesus, Rodrigues, dll. Dari Cina seperti Lie, Khouw, Tan, dll,” sebut Gubernur Maluku.
Saat menjelaskan soal marga, banyak peserta terheran-heran karena baru kali ini mendapat informasi lengkap soal marga-marga orang Maluku. Banyak komentar pun keluar dari mulut para peserta seminar. Maria peserta dari Kalimantan Barat mengatakan marga-marga di Ambon kedengarannya keren. “Tidak biasa marga-marga di sini dan kedengarannya menarik. Saya senang mendengar marga-marga Spanyol seperti De Fretes, De Lima dan lainnya,” ujarnya.
Banyak peserta lalu menghubungkan marga-marga itu dengan para pemain sepak bola. Ada yang mengatakan marga-marga ini membuat Maluku dikenal selain karena pandai menyanyi juga karena pandai dalam berolahraga seperti bermain bola kaki. Banyak pemain-pemain terkenal dari Belanda seperti Giovanni Van Bronckhorst, Mark Van Bommel, Nigel De Jong nama-nama yang marganya tidak asing bagi para pencinta bola. “Ini keunikah orang Maluku yang punya keturunan Belanda,” sebut John dari Papua Barat.
Dari hasil akulturasi itu muncul pelbagai seni budaya yang membuat negeri rempah-rempah ini selalu dilirik para turis asing khususnya dari Belanda, Spanyol. Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Provinsi Maluku, jumlah wisatawan domestik dan mancanegara yang mengunjungi ibu kota Maluku selama 2017 mengalami peningkatan sebesar 20 persen.
Di tahun 2018, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku juga telah meluncurkan 23 agenda pariwisata. Dua di antaranya tercatat dalam agenda nasional yang tergabung dalam 100 Wonderful Events of Indonesia, yakni Festival Teluk Ambon yang digelar di Teluk Ambon pada 23-25 Agustus dan Festival Rakyat Banda di Banda Neira pada 7-14 November mendatang. Salah satu kunjungan turis lokal paling terbanyak saat Ambon menjadi tuan rumah Pesparani I.
Yusti H. Wuarmanuk (Ambon)