HIDUPKATOLIK.com – PERNIKAHAN adalah persekutuan, di mana dua hati menjadi satu. Dua orang yang berjanji setia satu sama lain. Kesempatan saat keduanya diliputi rasa bahagia karena akhirnya dapat menikah. Ikatan perkawinan juga selalu dilakukan seturut norma agama, norma hukum, dan norma sosial.
Dalam perjalanannya, membangun kehidupan pernikahan selalu akan menghadapi tantangan dan hambatan. Hal ini harus dihadapi bersama-sama sebagai pasangan suami-istri atau sebagai satu keluarga. Jika masalah dapat dilewati dan diselesaikan dengan baik, maka akan semakin memperkokoh kehidupan perkawinan.
Namun sebaliknya, tak jarang justru kerikil-kerikil yang ada dibiarkan begitu saja, sehingga lama kelamaan menumpuk dan menjadi bongkahan besar yang kapan saja siap dilempar. Masalah pernikahan seperti itu memicu alasan ketidak-cocokan satu sama lain.
Ketika dirasa tak ada lagi yang bisa dipertahankan, hal ini acapkali berujung kepada perceraian. Setelah bercerai, menjalani hidup seorang diri seolah janggal, maka membuka diri lagi terhadap seseorang yang bisa mengisi kekosongan di hati.
Tidak menutup kemungkinan siklus ini akan terulang. Problematika seputar perkawinan iregular, khususnya menyangkut pasangan yang “kawin-cerai-kawin lagi” kadang dijumpai. Ini seakan menjadi tema yang diperbincangkan dalam tahun-tahun terakhir. Fakta ini menjadi satu perhatian dalam pastoral Gereja Katolik.
Berhadapan dengan problem semacam ini, perlu perhatian pastoral yang tidak sederhana, apalagi kalau terjadi dalam banyak kasus. Buku Kawin Cerai Kawin Lagi memaparkan beberapa perdebatan yang muncul berkaitan dengan fenomena “kawin-cerai-kawin lagi”.
Dalam hal ini, Gereja tidak dapat menjadi penonton yang sopan dari pinggiran melainkan harus memperlihatkan belas kasih “keibuannya”. Gereja akan mencari dan menemukan, menghibur dan merawat, mendengar dan menguatkan. Praksis pastoral yang dijiwai prinsip belas kasih itu berjalan sesuai dengan prinsip doktrinal dan disiplin Gereja.
Hukum Gereja tetap menjadi pedoman utama saat berhadapan dengan persoalan seputar pernikahan. Lewat hukum ini, Gereja ingin mengarahkan umatnya agar tetap setia dalam jalan cinta kasih. Sehingga, keluarga yang dibangun pun akhirnya menjadi sebuah keluarga yang mampu memancarkan cinta kasih itu.
Lewat buku ini, Pastor Ardus Jehaut menggaris-bawahi berbagai prinsip dasar dan kebijakan yuridis-pastoral yang diambil Gereja menyangkut umat yang “kawin-cerai-kawin lagi”. Ia mengakui, persoalan ini memang sangat kompleks.
Berbagai diskusi dan perdebatan seputar tema ini terus berlanjut. Buku ini terdiri dari lima bab. Semua menguraikan secara garis besar berbagai gagasan yang muncul terkaitan dengan persoalan umat dalam situasi iregular.
Pastor Ardus memaparkan juga beberapa rujukan dari berbagai dokumen resmi Gereja sebagai pedoman bagaimana umat dapat melihat persoalan dalam pernikahan Katolik. Buku ini dengan demikian juga memberi pedoman bagi pelayan pastoral saat ingin membantu dalam penanganan kasus-kasus pernikahan.
Buku ini juga membahas prinsip fundamental tak terputuskan perkawinan Katolik dan hubungannya dengan Ekaristi. Ada delapan tesis doktrinal Gereja yang relevan berkaitan dengan tema pernikahan dalam Gereja. Pada penutup buku ini juga dipaparkan kemungkinan jalan keluar saat berhadapan dengan permasalahan pernikahan.
Marchella A. Vieba
Bagaimana mendapatkan buku tersebut,terima kasih
Bagaimana mendapatkan buku kawin cerai kawin lagi?