HIDUPKATOLIK.com – Ef. 3:2-12; Yes. 12:2-3,4bcd,5-6; Luk. 12:39-48
PETRUS memang sering mengintervensi Yesus. Saat Yesus mengajar mengenai “Anak Manusia yang harus menderita”, Petrus langsung menegur-Nya. Yesus langsung memarahinya: “Enyahlah Setan, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (lih. Mrk. 8: 31-33).
Kali ini, saat Yesus mengajar mengenai “kewaspadaan akan datangnya Anak Manusia untuk mengadili” (ay. 40), Petrus juga mengintervensi: “Tuhan, kamikah yang Engkau maksudkan dengan perumpamaan itu atau juga semua orang?” (Luk. 12: 41).
Oleh Yesus, intervensi ini disambut dengan positif. Ia menjadi alasan bicara mengenai karakter yang harus dimiliki oleh para murid, yang disebut-Nya sebagai oikonómos ‘pembagi tugas’ (nem) ‘rumah tangga’ (oíkos) ‘Gereja’ masa depan. Zaman itu, fungsi oikonómos (ekonom) mirip dengan Chief Executive Officer (CEO).
Sebagai oikonómos atau CEO Umat Allah, para murid harus memiliki karakter sebagai hamba tipe pertama, yang saat tuannya datang “sedang melakukan tugasnya” (ay. 43). Hamba atau oikonómos itu mengetahui secara tepat concern dan kehendak tuannya (bdk. ay. 47).
Concern ini pun hanya akan muncul bila ada intensitas relasi antara sang hamba dengan sang tuan. Bagi Paulus, kesatuan dengan Kristus merupakan dasar tugasnya untuk “memberitakan kebenaran Ilahi” (lih. Ef. 3:8-11). Melalui Imamat Umum, kita semua dalam kapasitas dan fungsinya masing-masing, juga diangkat sebagai “CEO Umat Allah”.
Apakah pengabdian kita kepada Gereja didasarkan pada relasi dengan Kristus? Sekali lagi, pray and love itu satu.
Henricus Witdarmono
M.A. Rel. Stud. Katholieke Universiteit te Leuven, Belgia