HIDUPKATOLIK.com – Keuskupan Maumere memang yang termuda di Indonesia. Namun, sejarah mereka telah merentang ratusan tahun lalu. Tanda sebuah “Tanah” yang subur.
Pasir putih membentang tak berujung di garis Pantai Ende. Jernih air dan udara tropis yang sejuk seakan menjanjikan surga bagi siapa saja yang ada di sana. Gemuruh ombak samudera luas sekakan tiada berarti dibandingkan indahnya hamparan hijau nyiur yang tak henti memanjakan mata.
Rasanya suasana seperti itulah yang menyambut Pastor Antonio da Taveiro OP saat mendarat di Pulau Ende. Peristiwa inilah yang menandai periode awal karya misi para Dominikan pada periode 1561- 1859. Ketika itu, Pastor Antonio berlayar bersama para pedagang Portugis.
Kedatangan Misionaris Dominikan ini atas permintaan pemimpin Gereja Katolik Malaka Mgr Jorge da Santa Luzia OP pada 1561. Benih kekatolikan rasanya subur di tanah Ende, mengingat belum sedasawarsa, pada 1569 pimpinan Dominikan melaporkan ke Vatikan bahwa telah dibaptis kurang lebih 25.000 orang di wilayah yang sekarang dikenal dengan Keuskupan Agung Ende.
Empat Periode
Sejarah kehadiran Keuskupan Maumere secara ringkas, dapat diklasifikasi ke dalam empat periode. Penanda dari setiap periode itu adalah periode karya misi Dominikan (Ordo Predicatorium/OP), periode misi Serikat Yesus (Societas Jesu/ SJ), misi para imam Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini/SVD), dan karya pastoral di zaman diosesan atau keuskupan.
Setelah era awal Misionaris Dominikan dengan mendaratnya Pastor Antonio, misi ini memasuki situasi sulit antara tahun 1598-1599. Hal ini ditandai dengan pengaruh kaum Muslim terhadap perkembangan iman Katolik yang berhadapan dengan penolakan terhadap kaum Portugis. Pada masa ini tercatat beberapa Dominikan menjadi martir, tanpa nama. Kesulitan kedua adalah ketika para pedagang Portugis berhadapan dengan para pedagang Belanda yang tergabung dalam VOC sebagai akibat dari intervensi ekonomi pada abad ke-16.
Warisan karya misi yang dapat dipelajari dari para Dominikan adalah pendekatan dengan masyarakat/warga setempat. Penggunaan bahasa setempat menjadi kekhasannya. Serta kesaksian hidup mereka yang sederhana menjadi daya tarik tersendiri. Pasca perginya para dominikan karya perawatan iman dilakukan oleh para awam yang telah didampingi sebelumnya. Dalam dua abad terakhir sebelum datangnya para misionaris Jesuit, perawatan iman katolik dilakukan oleh awam setempat tanpa bimbingan misionaris.
Misi Jesuit
Karya misi Serikat Yesus (Jesuit) terjadi pada 1859-1913. Misi ini diawali dengan datangnya beberapa misionaris Belanda yang diorganisir Vikariat Misi Batavia. Sejak ini, Pulau Flores kemudian masuk dalam Vikariat Batavia. Selanjutnya sejak 1859 Kepulauan Sunda Kecil masuk ke dalam wilayah Propinsi Belanda. Pastor G. Metz SJ kemudian mengunjungi Larantuka. Ia memulai karya misi baru di Maumere pada 1874, sebagai satu stasi dari Larantuka. Di Maumere, para misionaris Jesuit secara tetap mengunjungi Koting, Nita, Lela, Ili, Nelle, Bola dan Paga.
Warisan misi para Jesuit adalah koordinasi yang baik dalam kehidupan bergereja. Kurang lebih 30.000 orang dibaptis, bangunan gereja dan sekolah didirikan serta paroki-paroki baru dibentuk. Pengorganisasian Gereja mulai dibentuk pada masa ini.
Misi Sabda Allah
Masa para imam Serikat Sabda Allah (SVD) terjadi dalam periode 1913-1961. Dalam masa ini terjadi perubahan wilayah Gerejani menjadi Vikariat Apostolik Kepulauan Sunda Kecil dari sebelumnya Perfektur Apostolik Sunda Kecil. Perfektur Apostolik Sunda Kecil secara resmi terbentuk melalui Dektrit Paus 16 September 1913, dan Mgr Petrus Noyen SVD adalah perfek apostoliknya.
Karya misi Mgr Noyen ditandai dengan memberikan perhatian yang serius pada pusat-pusat misi di Flores. Pada 1919-1921 ada kurang lebih 29 misionaris SVD yang berkarya di Kepulauan Sunda Kecil dan perkembangan umat katolik mencapai 58.746 jiwa. Dalam periode ini, Islam dianggap sebagai suatu tantangan. Untuk itu membaptis sekian banyak orang menjadi salah satu strategi untuk menangkal perkembangan Islam di Flores.
Pada 1922 diumumkan Kepulauan Sunda Kecil menjadi Vikariat Apostolik. Vatikan juga mengangkat Mgr. Arnold Verstraelen, SVD pada 14 April 1922 sebagai Vikariat Apostolik Sunda Kecil. Dalam masa ini umat Katolik diperkirakan mencapai 150.764, tersebar di 30 stasi dengan 56 imam pada tahun 1932. Mgr. Verstraelen memberikan laporan pada akhir masa karya misinya di Flores dengan mendirikan Ambaschtsschool sebagai sekolah pertukangan bagi kaum muda dan Percetakan Arnoldus di Ende. Beliau juga yang menggagas pendirian Seminari Menengah di Sikka pada 1926 yang kemudian dipindahkan ke Mataloko pada 1929. Para gadis juga diajak untuk menjadi biarawati. Selain itu didirikan juga Rumah Sakit Katolik di Lela. Mgr Verstraelen SVD meninggal pada 16 Maret 1932 dan kemudian digantikan Mgr Hendrik Leven SVD melalui pengangkatannya oleh Vatikan pada 2 Mei 1933.
Periode Keuskupan
Pada 3 Januari 1961 dimulai sejarah hierarki di Indonesia. Seluruh Vikariat Apostolik Flores diubah menjadi keuskupan dengan keuskupan metropolit Keuskupan Agung Ende dengan keuskupan sufragan: Keuskupan Larantuka, Keuskupan Ruteng, Keuskupan Denpasar, Keuskupan Kupang, Keuskupan Atambua dan Keuskupan Weetabula.
Keuskupan Maumere secara formal berdiri pada tanggal 14 Desember 2005 sesuai dengan Bulla Paus Benediktus XVI, dengan Uskup pertamanya Mgr. Vincentius Sensi Potokota. Beliau ditahbiskan menjadi uskup pertama Keuskupan Maumere pada tanggal 23 April 2006. Mulai saat itu Keuskupan Maumere secara resmi terpisah dari Keuskupan induknya yakni Keuskupan Agung Ende dan mulai melaksanakan reksa pastoralnya secara otonom. Keuskupan Maumere memilih Kristus Raja sebagai pelindungnya.
Keuskupan Maumere lahir dari pemekaran Keuskupan Agung Ende yang meliputi Kevikepan Bajawa, Ende dan Maumere. Dengan demikian Kevikepan Maumere ditingkatkan statusnya menjadi keuskupan.
Dalam kurun waktu tigabelas tahun ini Keuskupan Maumere telah mengalami dua kali pergantian kepemimpinan. Pada tanggal 19 Januari 2008 Paus Benediktus XVI mengangkat dan menunjuk Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD yang ketika itu adalah uskup Weetabula menjadi uskup Maumere mengantikan Mgr Sensi yang ditunjuk menjadi Uskup Agung Ende. Mgr Kherubim secara resmi mulai memimpin dan melaksanakan tugas kegembalaannya di Keuskupan Maumere pada tanggal 25 April 2008.
Pada 14 Juli 2018 Paus Fransiskus menunjuk Mgr Edwaldus Martinus Sedu menjadi Uskup Maumere menggantikan Mgr Kherubim. Ini menjadi babak baru ziarah kegembalaan di keuskupan ini.
Mgr. Gerulfus Kherubim Pareira, SVD (2008-2018) dalam seluruh karya pengabdiannya telah meletakan dasar-dasar pastoral di keuskupan ini. Ia mengawali karyanya dengan mempelajari situasi nyata medan. Jejak-jejak ini tentu saja akan diteruskan dan disempurnakan penggantinya yang ditahbiskan pada 26 September 2018 di Gelora Samador da Cunha, Maumere.
Pastor Yoris Role/Antonius E. Sugiyanto
HIDUP NO.37 2018, 16 September 2018