Lalu, bagaimana Tahkta Suci melaksanakan komitmennya?
Komitmen Tahkta Suci pertama-tama diimplementasikan melalui keterlibatannya di lembaga multilateral seperti PBB dan lembaga global lainnya. Sebagai contoh, pengejawantahan misi Tahkta Suci di PBB, New York selama tahun 2017, yakni:
Tahkta Suci di PBB menyampaikan 82 intervensi dimana sepuluh diantaranya disampaikan oleh Sekretaris Bagian Luar Negeri Vatikan, Uskup Agung Paul Richard Gallagher yang memimpin delegasi Tahkta Suci pada sesi pertemuan ke-72 Majelis Umum PBB di bulan September.
Uskup Agung Gallagher juga menandatangani Perjanjian tentang Larangan Senjata Nuklir untuk dan atas nama Takhta Suci. Misi Tahkta Suci mencatat bahwa “Tahta Suci adalah peserta aktif dalam negosiasi, dan merupakan salah satu dari 122 Negara yang memilih mendukung perjanjian yang diadopsi pada 7 Juli 2017 tersebut. Penandatanganan berlangsung selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) untuk pembukaan penandatanganan Perjanjian, di mana Takhta Suci bergabung dengan lebih dari 40 negara dalam menandatangani perjanjian, dan hanya bersama Thailand secara beriringan meratifikasi perjanjian. ”
Sedangkan Misi Kepausan di Kantor PBB di Jenewa yang dipimpin oleh Uskup Agung Ivan Jurkovic, telah menyampaikan 48 intervensi dan berpartisipasi dalam banyak panel diskusi mengenai ‘Global Compact on Migrations’. Kontingen Takhta Suci di Jenewa sekaligus mewakili Kepausan pada Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM). Tercatat sejak tahun 2012 Takhta Suci telah menjadi negara anggota IOM.
Pemaparan contoh di atas hanyalah sebagain kecil sampel keterlibatan aktif Takhta Suci dalam organisasi multilateral internasional. Patut pula diperhatikan bahwa ada juga Misi Diplomatik Takhta Suci di Wina yang diakreditasi langsung oleh Organisasi Keamanan dan Kerjasama di Eropa. Selain itu, organisasi khusus lainnya seperti Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) menunjukkan peran aktif Takhta Suci dimana ia menjadi negara anggota sekaligus pendiri.
Yang tidak kalah penting juga adalah Misi Takhta Suci di Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) di Roma. Paus Fransiskus secara pribadi telah menunjukkan bahwa memerangi kelaparan dunia merupakan prioritas bagi Takhta Suci. Paus telah mengunjungi markas FAO dua kali, 20 November 2014 dan 16 Oktober 2017, dan pergi ke Kantor Pusat Program Pangan Dunia pada 13 Juni 2016. Selain itu, Paus secara simbolis menyumbangkan 25.000 dolar Amerika Serikat kepada FAO untuk mendukung penduduk Afrika Timur yang menghadapi kerawanan pangan dan kelaparan.
Lebih lanjut, Jaringan diplomatik bilateral Takhta Suci juga terus berkembang. Pada tahun 1900, terhitung hanya sekitar 20 negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Takhta Suci. Pada tahun 1978 jumlahnya meningkat menjadi 84 negara; lalu pada tahun 2005 menjadi 174 negara.
Selama era Kepausan Paus Benediktus XVI, enam negara baru ditambahkan ke daftar jaringan diplomatik Vatikan, dan, di bawah kepemimpinan Paus Fransiskus jumlah itu telah meningkat menjadi 183 negara, dengan Myanmar, juga disebut Burma, bergabung dalam daftar negara-negara dengan hubungan diplomatik penuh dengan Tahta Suci.
Hanya ada 13 negara yang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Takhta Suci.
Dari ke-13 negara itu, 8 negara tidak memiliki utusan Vatikan: Afghanistan, Arab Saudi, Bhutan, Republik Rakyat Tiongkok, Korea Utara, Maladewa, dan Tuvalu.
Takhta Suci memiliki delegasi apostolik, yang tidak sepenuhnya diakui sebagai duta besar, di empat negara: Komoro, Somalia, Brunei, dan Laos.
Tahta Suci telah memulai perundingan dengan Vietnam untuk mencapai hubungan diplomatik penuh, dan pada tahun 2011 Takhta Suci menunjuk utusan non-residensial Vatikan pertama ke Hanoi.
Upaya diplomatik Takhta Suci cukup besar, dan, seperti ditekankan Paus Fransiskus, berkomitmen terhadap tujuan internasional Katolik adalah yang penting dan mendalam.