HIDUPKATOLIK.com – Minggu 14 Oktober 2018, Hari Minggu Biasa XXVIII
Keb 7:7-11; Mzm 90:12-13, 14-15, 16-17; Ibr 4:12-13; Mrk 10:17-30 (Mrk 10:17-27)
“Memilih melekat pada Allah adalah opsi hidup paling bijaksana dan paling benar”
HIDUP mengingkari kecenderungan “mainstream” dengan tidak membicarakan atau mengikutinya tidak pernah mudah bagi orang zaman ini. Apalagi mengikuti nasihat saleh untuk meniadakan kelekatan pada hal-hal duniawi, sekalipun demi alasan mulia agar lebih mudah merapat kepada Allah dan menjamin tempat dalam Kerajaan Allah mengandung konsekuensi menjadi bahan tertawaan dunia dewasa ini.
Pengetahuan dan bahkan sumpah dalam rupa-rupa bentuknya untuk berpaut hanya pada Allah belum tentu menjadi jaminan pasti. Karena itu ada benarnya kata-kata Yesus bahwa lebih mudah seekor unta melewati lubang jarum ketimbang seorang anak manusia dapat membebaskan diri dari jeratan duniawi (Mak. 10, 23-25).
Syukur, selalu saja ada orang-orang bijak yang berpendirian bahwa “sulit” tidak harus berarti “tidak bisa”. Tidak kurang dari Guru Agung kita Yesus, yang sekalipun sering menantang tapi selalu membekali kita dengan pesan-pesan optimisme, “Segala sesuatu adalah mungkin bagi Allah” (Mak. 10,27).
Karena itu dalam kelemahan, kita murid-murid Yesus tidak pernah boleh berhenti berusaha untuk semakin meyakini bahwa satu-satunya tujuan hidup kita yang paling sempurna ada dalam Kerajaan Allah.
Kerajaan kebahagiaan yang diwartakan dan ditegakkan oleh Putera Tunggal Allah, Yesus Kristus. Untuk meraihnya, tidak ada resep kearifan yang lebih sempurna dari pada “Kebijaksanaan” yang datang dari Allah, seperti yang diyakini dan dipesankan untuk kita oleh Salomo.
Tongkat kerajaan, tahkta, harta apapun, keelokan dan kesehatan, juga kemilau cahaya, tidak ada artinya dibandingkan dengan kebijaksanaan dari Allah, yang bisa memuluskan lorong, sesempit lobang jarum sekalipun, menuju Kerajaan Allah (Keb. 7, 7-11).
Sejak dosa memasuki kemanusiaan, keduniawian telah menjadi daya tarik yang berkekuatan dashyat. Daya yang menjauhkan seseorang dari nilai-nilai kesempurnaan Kerajaan Allah. Melekat pada yang duniawi cenderung mendominasi pola pikir, cita rasa, hasrat, dan opsi keseharian perilaku hidup.
Tetapi ketika Yesus, Putera Allah lahir, bersaksi, wafat dan bangkit, secara rohaniah, dan jasmaniah, kita sesungguhnya telah ditebus dan memiliki Kristus sebagai “Kebijaksanaan Perjanjian Baru” yang memampukan kita mengalahkan daya sengat racun dosa.
Dengan memegang erat-erat Sang Sabda Kebijaksanaan dari Allah, pikiran dan hati kita akan ditelanjangkan dan dicerahkan untuk membedakan dari kedalaman lubuk jiwa dan mampu mempertimbangkan pilihan yang bijaksana (Ibr. 4, 12-13).
Karena memang tidak ada yang mustahil bagi Allah. Sementara itu, keyakinan akan pembebasan yang dikerjakan Yesus Kristus, mestinya telah memberi makna baru yang jauh lebih positif tentang segala sarana bantu duniawi untuk hidup kita, yang justru memuluskan jalan menuju Kerajaan Allah dan semakin melekatkan hidup kita pada Allah.
Maka kecemasan tentang kelekatan pada segala yang duniawi, mestinya tidak harus menghantui budi dan hati kita, sampai membentuk pola pikir negatif.
Bukankah segalanya telah diciptakan Allah sebagai kelengkapan hidup yang tidak harus dan tidak boleh memperbudak manusia-makhluk istimewa yang diciptakan-Nya?
Tidak ada yang mustahil bagi orang yang sungguh berkeyakinan iman bahwa memilih “Melekat Pada Allah” adalah opsi hidup paling bijaksana dan paling benar. Pada gilirannya akan membebaskan kita dari ancaman bahaya kelekatan-kelekatan duniawi yang tidak dikehendaki Tuhan kita Yesus Kristus.
Mgr Vincentius Sensi Potokota
Uskup Agung Ende