5/5 - (8 votes)

HIDUPKATOLIK.com– Pada tahun 2014 dunia mode dikejutkan dengan pemberitaan model dan aktris asal Spanyol Olalla Oliveros yang meninggalkan karier suksesnya dan menjadi seorang biarawati. Oliveros disinyalir membuat keputusan itu empat tahun sebelum ia memutuskan untuk benar-benar berhenti dari karirnya di dunia hiburan. Ia menunggu mendiskusikan keputusannya itu secara terbuka sembari di dorong dengan perjalanan ziarahnya ke Gua Maria Fatima di Portugal. Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar El Diario de Carlos Paz, model itu menceritakan bahwa ia merasakan ketidakpuasaan yang memuncak dalam hidupnya. Saat berada di Fatima ia merasakan semacam kegamangan batin. “Tuhan memberi saya peran dan memilih saya. Saya tidak bisa menolaknya,” akunya.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

Jika menilik ke belakang, perempuan yang bergabung dalam komunitas religius lebih jarang terjadi beberapa dekade silam. Pada tahun 2013 Catholic World News melaporkan bahwa lebih dari 3000 perempuan meninggalkan kehidupan religius setiap tahun di seluruh dunia. Namun ada tanda-tanda arus berubah, terutama di beberapa wilayah dunia. Bahkan beberapa ordo atau tarekat melihat pertumbuhan substansial dalam panggilan. Dewasa ini para perempuan muda terus mengalami panggilan untuk kehidupan religius. Apa yang membuat perempuan muda modern ini berani meninggalkan sahabat, kekasih, dan karir yang menjanjikan untuk masuk biara? Bagaimanan hal ini terjadi?

Dalam obrolan acara TEDx2012 berjudul “Mengapa Biarawati Tidak Memiliki MidlifE Crisis?”yang mengundang mahasiswa pascasarjana dan peneliti J.E Singler sebagai narasumber untuk membahas elemen-elemen kunci dalam memahami pengolahan panggilan (vokasi). Berdasarkan hasil wawancaranya kepada sejumlah besar perempuan yang memilih hidup religius, ditemukan bahwa ada empat elemen kunci atau langkah-langkah umum untuk mengolah panggilan hidup religius yang ia sebut sebagai tahap: diam (diikuti oleh rasa takut), menghantui, melompat, dan akhirnya menemukan kedamaian dan sukacita.

Baca Juga:  Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko, OFM: Membawa Salam Damai

Sigler mengatakan langkah pertama ialah mengambil sikap diam. Sikap ini sangat menantang dunia yang keras, terganggu, dan jenuh kepada media, tetapi tindakan ini perlu dilaksanakan untuk mendengarkan dan memahami kemurnian suara hati. Singler juga memasukan unsur rasa takut sebagai bagian dari langkah pertama karena perasaan itu pasti kerap muncul ketika seseorang merasakan panggilan untuk menjalani hidup religius, meskipun itu bukanlah karakteristik utama.

Tahap kedua, “menghantui” mengacu pada pengalaman tidak mampu melepaskan gagasan panggilan setelah benih panggilan telah ditanam. Lalu langkah ketiga yang terjadi ialah “lompatan”, dimana langkah yang diperlukan mengandung resiko karena mengikuti panggilan. Lalu sampailah pada tahap terakhir yaitu “Damai dan sukacita” yang dilihat Sigler sebagai fenomena yang berulang kali tertangkap selama mewawancarai para biarawati. Pengalam sukacita ini digambarkan oleh mereka secara jelas dan tampaknya menjadi konsekuensi tak terelakkan dari hidup bergaul erat dengan Tuhan.

Baca Juga:  Ketua Yayasan Brayat Minulya Sr. M. Carola Sugiyanti, OSF: 75 Tahun RS Brayat Minulya Surakarta: Dalam Pelukan Keluarga Kudus

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini