HIDUPKATOLIK.com – Setianya pada hidup doa dan Spiritual Karmel membawanya pada kekudusan. Ia juga mendirikan Kongregasi Suster Putri Santa Maria Tak Bernoda.
Suster Michela Messina FMI terbaring lemas. Biarawati Kongregasi Puteri Santa Maria Tak Bernoda (Filles de Marie Immaculée/FMI) ini didiagnosa menderita penyakit langka yang mematikan. Hampir 10 tahun, Sr Michela bergumul dengan penyakitnya. Berbagai cara telah ditempuh demi kesembuhannya, tetapi hasilnya sama saja. Biarawati Marianis (sebutan untuk Keluarga FMI) hanya bisa berharap pada keajaiban.
Sr Michela hanya terkurung dalam biaranya di Keuskupan Novara, Italia. Hari-harinya berlalu dengan doa dan kesakitan. Di hari-hari itu, ia juga memiliki devosi kepada Sr Adèle de Batz de Trenquelléon. Di tempat ia berbaring, ia memanjatkan doa-doanya.
Tahun 2013, keajaiban terjadi. Di siatu malam, setelah berdoa kepada Sr Adèle, ia tidak bisa tidur. Seberkas sinar menembus tubuhnya. Saat ia bangun keesokan harinya, tubuhnya terasa segar, dan ketika seorang dokter memeriksa kondisinya, sang dokter tidak lagi menemukan penyakit dalam tubuhnya. “Intensi saya adalah kesembuhan. Saya ingin melayani orang miskin lagi,” kata Sr Michela.
Bangsawan Pengungsi
Adèle adalah gadis keturunan bangsawan aristokrat dari Kerajaan Perancis. Orang tuanya: Baron Charles de Trenquelléon (1754-1815) dan Marie Ursule de Peyronnencq de Saint Chamarand (1763- 1846) adalah Katolik yang saleh. Sang ibu, Marie masih berdarah bangsawan dan memiliki garis keturunan langsung Raja Louis IX (1226-1270) dan Santo Robert dari Clermont. Sementara Baron adalah panglima tertinggi kerajaan.
Adèle berumur dua tahun, saat terjadi Revolusi Perancis (1789-1799). Di tengah pergolakan politik ini, keluarga kerajaan hidup nyaman di Istana Versailles. Kontras dengan apa yang sedang bergolak di masyarakat.
Ketika itu, Raja Louis XVI memang memerintah dalam kerangka monarki absolut. Namun, ia justru sering ragu saat berhadapan dengan oposisi yang kuat. Situasi ini, menjadi angin segar bagi penentang yang berupaya menjatuhkan sang raja. Cita-cita pencerahan menelurkan kebencian terhadap kekuasaan absolut raja. Kebencian rakyat pada hak-hak istimewa kaum bangsawan semakin tak terkendali. Puncaknya pada saat Raja Loius XVI terpaksa meletakkan jabatannya.
Demi mengamankan situasi ini, Letnan Baron diminta maju bertempur. Situasi yang semakin mendesak, memaksa Baron melarikan diri ke Inggris pada November 1791. Situasi ini tentu berimbas juga ke keluarga Adèle.
Pada 26 Januari 1792, ibunda Adèle melahirkan Charles Polycarp. Alhasil, Marie menjadi single parent. Sementara itu, kebijakan-kebijakan publik dari lembaga-lembaga negara tak lagi menjadi prioritas masyarakat akar rumput. Kebencian ini berlanjut terhadap Gereja Katolik di mana para pendeta pedesaan miskin menaruh benci terhadap uskup aristokrat.
Keinginan untuk mewujudkan kesetaraan politik, sosial, dan ekonomi, mendorong raja memecat bendahara keuangan kerajaan, Jacques Necker, yang beragama Protestan. Tindakan ini justru berimbas pada situasi kerajaan semakin buruk.
Pada situasi ini, banyak anggota dipaksa keluar dari kerajaan termasuk keluarga Adèle. Pada September 1797, ia bersama sang ibu meninggalkan Kastil Trenquelléon menuju Spanyol. Gadis kelahiran Feugarolles, Perancis, 10 Juni 1789 ini harus menerima kenyataan hidup sebagai imigran di tanah orang. Setahun di Spanyol, mereka diusir dan diungsikan ke Portugal. Di sini, ia justru bertemu dengan sang ayah pada Juli 1798. Pada September 1800, Adèle dan keluarganya memulai hidup baru di San Sebastián, Portugal.
Di San Sebastián, Adèle menerima Komuni Pertama pada 6 Januari 1801 di Gereja Santa María. Pada tanggal 14 November 1801, keluarganya menerima izin untuk kembali ke istana keluarga mereka di Perancis. Kemudian pada 6 Februari 1803, dia menerima Sakramen Krisma dari Uskup Keuskupan Agen Mgr Jean-Louis d’Usson de Bonac (1734-1821). Di tempat ini juga Adèle bertemu para biarawati Karmelit yang kemudian menginspirasi hidupnya. Kehidupan para biarawati membuatnya yakin untuk melayani orang-orang miskin.
Jalan Kasih
Pada Januari 1802, Adèle menyampaikan maksudnya kepada kedua orang tuanya. Ia melamar masuk Karmelit tetapi karena usianya masih muda ia ditolak. Sambil menunggu usia yang matang, ia membentuk persekutuan spiritual bernama The Little Society tanggal 5 Agustus 1803. Kelompok ini bertujuan untuk menciptakan jaringan kuat antar kaum muda dalam melayani orang miskin.
Di tahun 1808, asosiasi para wanita muda Katolik ini berkembang cukup pesat. Dari sepuluh orang kemudian menjadi 60 orang. Beberapa imam pun terlibat dalam aktivitas ini dan rutin mengunjungi orang sakit dan pelayanan sakramental lainnya. Meski belum tersebar luar ke seantero Perancis tetapi karya anggota ini selalu aktif.
Suatu hari, Marie mengunjungi seorang kenalannya di rumah sakit di Figeac. Ia lalu menceritakan tentang kelompok yang didirikan oleh putrinya. Kemudian seorang lelaki bernama Hyacinthe Lafon mendengar percakapan itu dan mengusulkan agar menghubungi sebuah asosiasi serupa di Bordeaux yang didirikan oleh William Joseph Chaminade.
Setelah kembali ke rumah, Marie memaksa Adèle untuk mencari tahu informasi tentang komunitas yang didirikan oleh Pastor William tersebut.
Tak disangka, Pastor William pun menyambut baik kelompok tersebut dan bersepakat untuk bersama-sama menyukseskan misi pelayanan terhadap orang miskin. Komunitas ini juga mendapat dukungan penuh dari Uskup Agen Mgr Jean Jacoupy (1802-1841). Dua kelompok ini kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Kongregasi Puteri Marianis.
Misi komunitas ini adalah seperti Bunda Maria melahirkan Kristus dalam kehidupan nyata. Tiga Marianis ini mengintegrasikan dengan sangat baik karakteristik kehidupan kontemplatif dari Karmelit. Para suster dan imam dipaksa “menyimpan pesan Tuhan dalam hati” (kontemplasi) seperti Bunda Maria dan membagikannya kepada banyak orang. Mereka menjadikan karisma Karmelit sebagai jalan pertobatan menuju keselamatan. Ajaran kontemplasi hati bagi Keluarga Marianis adalah wujud kedekatan dengan Allah yang terpancar dalam kehidupan orang miskin dan menderita.
Sayang di tengah perjalanan pelayanannya, pada tahun 1825, Sr Adèle menderita sakit. Ia menderita masalah perut yang kian hari memaksanya tidak bisa makan dengan baik. Semua makanan yang dimakannya selalu terbuang sehingga. Ia pun harus beberapa kali masuk rumah sakit.
Penyakit akut ini memaksa Sr Adèle melepas karyanya untuk selamanya. Ia meninggal dalam pelukan sahabatnya pada 10 Januari 1828. Sambil berbisik,ia berkata, “Aku akan mengingat tanpa henti apa yang aku inginkan, lanjutkanlah karya itu hingga Tuhan menjemput kalian.”
Hingga saat ini ada tiga komunitas yang lahir dari embrio Marianis yaitu Komunitas Marianis Lay, Komunitas Putri Maria Tak Bernoda (IMF), dan Perkumpulan Maria. Warisan dari para pendiri terus menggerakan hati komunitas ini untuk membagikan pesan Bunda Maria kepada banyak.
Mukjizat yang dialami Sr Michela menjadi berita gembira bagi Keluarga Marianis khususnya di Paroki Pallanza. Ini membuka jalan kekudusan bagi Sr Adèle. Pada 5 Juni 1986, Paus Yohanes Paulus II (1920-2005) menegaskan kebajikan heroik Sr Adèle dan memberinya gelar venerabilis. Pada Mei 2017, Paus Fransiskus menyetujui seluruh proses beatifikasi pendiri Tarekat Marianis ini. Proses beatifikasi Sr Adèle terbilang cukup memakan waktu, meski sudah dimulai sejak 5 Februari 1965. Sedikitnya 500 anggota menghadiri Misa beatifikasi Sr Adèle di Agen, Lot dan Garonne, Aquitaine, Perancis, 10 Juni 2018 lalu.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP NO.36 2018, 9 September 2018