HIDUPKATOLIK.com – Kematiannya disinyalir karena pidato Paus Emeritus Benediktus XVI soal agama Islam saat memberi kuliah terbuka di Universitas Regensburg.
Di Universitas Regensburg, Jerman, awal tahun 2016 lalu, Paus Emeritus Benediktus XVI sempat membuat pernyataan kontroversial. Ia mengutip perkataan Raja abad XIV Manuel II dari Bizantium, sebuah kerajaan dengan ibukota Konstantinopel (sekarang Istanbul, Turki). Pernyataan Paus ketika itu, menyulut protes umat Muslim seluruh dunia. Demo pun digelar, termasuk di depan Kedutaan Besar Vatikan di Indonesia. Meski sejumlah tokoh Katolik berharap semua pihak melihat secara lengkap pidato itu, nyatanya umat Muslim terlanjur tersinggung.
Pernyataan kontroversial ini, salah satu ditangapi Imam Besar Sheikh Abubakar Hassan Malin dari Somalia, Afrika Timur. Sheikh Abubakar lalu memerintahkan “menghancurkan” Gereja Katolik. Seruan ini ditanggapi dengan beberapa serangan terhadap aset Gereja di negara itu.
Korban pun berjatuhan dari kalangan Katolik. Beberapa serangan terhadap titik-titik pastoral di Somalia menimbulkan kehancuran dan terkoyaknya toleransi agama di negara itu. Salah satu korban dari peristiwa ini adalah Sr Leonella Sgorbati MC. Ia menjadi korban dari kemarahan pihak-pihak yang tidak terima dengan isi pernyataan Paus Emeritus Benediktus XVI.
Gereja Ditutup
Somalia, negara di Tanduk Afrika (horn of Africa) menjadi sentral bagi pertemuan berbagai daerah di Timur Afrika baik Ethiopia, Kenya, Djibouti, dan daerah-daerah sekitar Samudera Hindia. Somalia dilanda perang saudara yang dimulai tahun 1991. Sulit mendeskripsikan perang ini sebagai konflik antara siapa melawan siapa akibat begitu banyaknya pihak yang terlibat. Akibat perang ini, sedikitnya sejuta orang dilaporkan tewas.
Perang tak berkesudahan ini juga berakibat pada perkembangan Gereja. Tahun 2017, Gereja Katolik Somalia baru dibuka setelah sempat ditutup selama 30 tahun. Sebuah gereja di Hargeisa dibuka untuk aktivitas peribadatan. Pembukaan ini ditandai dengan sebuah upacara yang dihadiri oleh anggota Konferensi para Uskup Ethiopia dan Eritrea (Ethiopian and Eritrean Episcopal Conference), dan para ekspatriat di daerah Shaab, Kota Hargelsa, Somalia. Al Shabab-sekutu Al-Qaeda sering melancarkan teror di Mogadishu dan wilayah sekitarnya.
Pada siang hari, tepatnya 17 September 2006, Sr Leonella sedang berjalan pulang setelah selesai mengajar tempat ia berkarya sehari-hari. Siang itu, ia hendak makan siang bersama koleganya. Di tengahjalan, Sr Leonella ditembak di bagian punggungnya. Ia sempat dilarikan ke rumah sakit tetapi nyawanya tak tertolong.
Leonella tak sendirian. Mohamed Osman Mahamud, ayah empat anak turut dibunuh. Keduanya dibunuh oleh dua pria bersenjata yang muncul menggunakan mobil. Empat kali tembakan terjadi tetapi sempat dihalangi oleh Osman. Sebuah tembakan mengena paha kanan Leonella dan sebuah lagi mengena punggunya. Sementara dua peluru lain bersarang di dada Osman. Sr Marzia Feurra MC yang menemani Sr Leonella ke rumah sakit mengisahkan, ketika ajal menjemputnya, Sr Leonella berbisik kepada dirinya. “Aku memaafkan, aku memaafkan, aku memaafkan.”
Kematian Leonella membuat para pejabat Somalia berjanji mengusut tuntas kasus ini. Dua orang ditangkap dan dihadapkan pada Serikat Pengadilan Islam Somalia. Tetapi, sampai sekarang nasib dua orang tersebut tidak jelas-entah dihukum atau dibebaskan.
Banyak media Afrika dan Eropa menulis, kematian Sr Leonella dikaitkan dengan perintah Sheikh Abubakar yang memerintahkan menghabiskan siapa saja buah dari reaksi atas pernyataan Paus Emeritus Benediktus XVI. Sehari sebelum kematian Sr Leonella, beberapa aktivis dan para pekerja dari lembaga karitatif di Somalia juga ditangkap dan dibunuh. “Meskipun tidak ada bukti jelas, tetapi kematian Sr Leonella disinyalir adalah balas dendam terhadap ungkapan Paus,” ujar Duta Besar Uni Eropa Mgr Alain Paul Charles Labeaupin seperti dikutip Catholic News Agency, Agustus 2009.
Serba Bisa
Sr Leonella lahir dengan nama Rosa Maria Sgorbati di Gazzola, di Piacenza, Italia, 9 Desember 1940. Anak bungsu dari tiga bersaudara ini sejak kecil bercita-cita ingin menjadi biarawati. Ia dibaptis di Gereja Paroki San Savino, Piacenza. Memasuki usia 10 tahun keluarganya pindah ke Milan karena sang ayah mendapatkan pekerjaan di sana. Di kota ini juga sang ayah meninggal.
Memasuki usia remaja, Leonella menyatakan niatnya kepada sang ibunda bahwa ingin menjadi misionaris. Ia kemudian memilih bergabung dengan Suster-suster Misi Consolata (MC) di San Fre, Piedmont, pada 3 Mei 1963. Ia menerima kaul pertamanya pada November 1972 dan memilih nama Leonella. Ia memulai masa yunioratnya di bawah bimbingan Sr Paolina Emiliani CM pada 21 November 1963 di Nepi, Lazio, Italia.
Suatu hari sebuah permintaan datang dari Provinsial Tarekat CM di daerah Afrika untuk misi di Somalia. Tugas ini kemudian dipercayakan kepada Sr Leonella. Sebelum berangkat, Sr Leonella menjalani kursus keperawatan di Inggris dari tahun 1966-1968. Setelah itu ia berangkat pada September 1970 ke Kenya dan Somalia.
Sr Leonella ditugaskan untuk mendidik calon-calon perawat yang membantu para korban perang saudara di Kenya dan Somalia. Ia sering menghabiskan hari-hari di Rumah Sakit Consolata di Nyeri, Somalia. Ia juga menjadi perawat di Rumah Sakit Nazareth di Kiambu, Nairobi, Kenya untuk menolong anak-anak yang terkena dampak perang saudara ini. Selain di dua rumah sakit ini, tahun 1983, Sr Leonella diminta untuk melayani para pasien di Rumah Sakit Nkubu, Meru, Kenya.
Meski tugas utama sebagai perawat, Sr Leonella tidak melupakan kehidupan komunitasnya. Ia menjadi biarawati yang taat pada devosi kepada Bunda Maria. Ia menjadi penghibur bagi rekan-rekannya yang mengalami kekeringan dalam hidup rohani. Pada tahun 1993-1999, ia dipilih sebagai Pemimpin Tarekat CM Kenya-Somalia. Di bawah pimpinannya, anak-anak desa di Somalia bisa mengenyam pendidikan di Hermann Gmeiner School of Nursered Community Nursing. Di sekolah inilah, Sr Leonella menjadi salah satu pendirinya tahun 2002, Sayang karya-karyanya ini berhenti tahun 2005.
Sebelum peristiwa penembakan itu, Sr Leonella telah membantu 34 lulusan dari sekolah tersebut untuk mendapatkan sertifikat keperawatan dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO). Lulusan dari sekolah Somalia tersebut kini tersebar di berbagai negara baik Eropa, Amerika maupun Asia. Mereka bekerja di berbagai rumah sakit ternama dan terlibat dalam karya-karya sosial.
Misa Requem Sr Leonella diadakan di Kapel Consolata Nairobi, Kenya. Misa ini dipimpin Uskup Djibouti sekaligus Administrator Apostolik Mogadiscio, Mgr Giorgio Bertin OFM. Ketika itu, Mgr Giorgio mengatakan bahwa kematian Sr Leonella membuktikan bahwa misi di Somalia sedang tumbuh subur. “Tidak ada ketakutan bagi siapapun untuk melayani domba-domba di wilayah perang sekalipun.”
Proses beatifikasi Sr Leonella dimulai oleh Tarekat CM bersama Keuskupan Mogadishu pada 25 September 2012. Proses ini selesai pada 31 Agustus 2013. Kongregasi Penggelaran Kudus Vatikan menyetujui proses beatifikasinya pada 6 April 2017. Paus Fransiskus pada 8 November 2017 menerima pengesahan berkas-berkas beatifikasi Venerabilis Sr Leonella. Martir tanah misi ini dibeatifikasi pada 26 Mei 2018 di Piacenza, Italia. Misa dipimpin oleh Prefek Kongregasi Penggelaran Kudus Kardinal Angelo Amato SDB. Hadir juga dalam Misa ini Uskup Agung Milan Mgr Mario Enrico Delpini dan Uskup Piacenza-Bobbio Mgr Gianni Ambrosio.
Paus Emeritus Benediktus XVI mengungkapkan, kematian Beat Leonella terjadi karena kebencian iman. Beata Leonella telah membuktikan diri bahwa pelayanan jauh lebih penting dari segalanya. Ia menambahkan, kematian Hamba Allah ini adalah tanda bahwa perbedaan bukan menjadi anugerah tetapi ancaman bagi umat manusia. “Kita harus percaya bahwa kebencian dapat dikalahkan dengan kasih. Saya memohon maaf bila karena pernyataan itu, banyak orang terluka,” ujarnya.
Yusti H. Wuarmanuk
HIDUP NO.35 2018, 2 September 2018