HIDUPKATOLIK.com – Andai saja Yesus tidak bangkit, dan murid-murid- Nya melanjutkan ajaran-ajaran Yesus, apakah agama Kristen tidak akan sama dengan yang sekarang ada?
Susiana Maria Sumita, Malang
Pertama, tentu saja keadaan akan sangat berbeda dengan sekarang. Jika Yesus tidak bangkit, maka kematian Yesus di salib akan memberi “cap” bahwa Yesus adalah orang yang dikutuk Allah. Kematian Yesus akan dipandang sebagai hukuman Allah, karena Yesus sudah melanggar hari Sabat (Yoh 9:16), menghujat Allah dengan menyamakan diri dengan Allah, bersekutu dengan Beelzebul (Mat 12:24). Menurut hukum Yahudi, semua tuduhan itu bermuara pada hukuman mati. Demikian pula, tanpa kebangkitan, kematian Yesus akan menjadi tanda kemenangan dosa dengan senjata pamungkasnya, yaitu maut (bdk Kol 2:15). Tanpa kebangkitan, Yesus akan dicap sebagai orang yang salah dan kalah.
Kedua, tanpa kebangkitan, ajaran-ajaran Yesus akan kehilangan bobot. Misal bahwa Yesus akan memberikan air hidup yang membuat orang tidak akan haus selamanya (Yoh 4:14) terdengar sebagai isapan jempol semata. Kata-kata Yesus, “Akulah Roti Hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seorang makan dari roti itu, ia akan hidup selama-lamanya…” (Yoh 6:51), akan tampak sebagai omong kosong. Juga, ajaran bahwa Yesus adalah “Jalan, kebenaran dan kehidupan” (Yoh 14:6) terkesan hebat, tapi tidak lebih dari bualan tanpa isi. Seluruh ajaran Yesus tentang Kerajaan Allah akan kehilangan dasar otentik dan contoh konkrit. Demikian juga pengakuan Yesus sebagai utusan Allah akan tidak mendapatkan pendasaran, karena ternyata Dia dihukum dan dikutuk Allah. Jadi, tanpa kebangkitan, ajaran Yesus dan otoritas ilahinya diragukan.
Ketiga, maka jika Yesus tidak bangkit, akan disimpulkan bahwa ajaran-ajaran Yesus hanyalah berasal dari manusia. Pribadi terkutuk dan ajaran-ajaran kosong pasti tidak akan menarik orang untuk mengikuti Yesus. Maka, akan benarlah kata-kata Gamaliel, “jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap.” (bdk Kis 5:34- 42). Karena itu, komunitas murid Yesus pasti tidak akan seperti sekarang. Itulah yang dikatakan Rasul Paulus, bahwa tanpa kebangkitan, akan sia-sialah iman kita (1 Kor 15:17).
Keempat, nampak jelas betapa penting fakta kebangkitan. Dengan bangkit dari kematian, Yesus meneguhkan jati diri-Nya sebagai utusan Allah, sebagai orang yang dibenarkan oleh Allah. Kebangkitan menegaskan bahwa kematian Yesus di salib adalah sesuai dengan rencana Allah, “sesuai dengan Kitab Suci” (1 Kor 15: 3). Allah membenarkan semua ajaran dan pelayanan Yesus. Dengan kebangkitan dinyatakanlah jati diri Yesus sebagai Anak Allah, seperti dikatakan Paulus, “Oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, dinyatakan Anak Allah yang berkuasa” (Rom 1:4), Yesus inilah yang kemudian dikenali dan diakui sebagai “Tuhan dan Kristus” (Kis 2:36) (Bdk KGK 648, 653). Pengakuan akan jati diri ilahi Yesus sekaligus juga merupakan pengakuan akan otoritas ilahi-Nya. Kebangkitan Yesus “memberikan bukti terhadap otoritas ilahi-Nya yang definitif yang telah dijanjikan.” (KGK 651).
Kebangkitan juga meneguhkan misi utama Yesus, yaitu mewartakan dan mewujudkan Kerajaan Allah. Dalam kebangkitan menjadi nyata bahwa Allah merajai Yesus sepenuhnya. Dalam kebangkitan menjadi nyata bahwa Kerajaan Allah mencapai kepenuhan dalam diri Yesus.
Perayaan Paskah setiap tahun mengungkapkan keyakinan iman kita akan Kristus Sang Pemenang atas dosa dan maut. Kebangkitan itu bukan hanya milik Kristus sendiri, tetapi juga milik kita (Rom 6:4-14). Kristuslah buah sulung kebangkitan (1 Kor 15:22- 26). Jadi, adalah tugas kita untuk menyempurnakan kemenangan kebangkitan ini dalam peziarahan kita di dunia ini.
RP Petrus Maria Handoko CM
HIDUP NO.16 2014, 20 April 2014