HIDUPKATOLIK.com – Rancang bangun strategi pastoral pedalaman Bomomani ditegakkan dalam empat pilar.
SEJAUH mata memandang hamparan hijau terlihat di area Paroki Maria Menerima Kabar Gembira Bomomani Keuskupan Timika, Papua. Paroki yang terletak di Jl. Trans Nabire-Enarotali Km 183, Bomomani, Distrik Mapia – Kabupaten Dogiyai ini merupakan paroki misi domestik Keuskupan Agung Jakarta (KAJ).
Secara administratif, Desa Bomomani sendiri adalah salah satu dari tujuh desa yang ada di Distrik Mapia. Pusat Paroki Bomomani memiliki tiga wilayah terletak di wilayah dua. Di wilayah ini, istilah yang dipakai bukanlah stasi, melainkan kring, semacam lingkungan.
Wilayah dua sendiri mempunyai lima kring. Paroki misi ini mempunyai semangat misi keluar dan ke pinggir (missio=pengutusan), di mana tugas pemberdayaan jelas tak terelakkan.
Karena itu, rancang bangun strategi pastoral Bomomani ditegakkan dalam empat pilar, yakni kerohanian, pendidikan, kesehatan, dan perekonomian. Dalam bidang kerohanian, Perayaan Ekaristi di Bomomani dan Jakarta secara liturgis tidak berbeda seperti diungkapkan misionaris KAJ pertama di Bomomani, Pastor Johan Ferdinand.
Perkembangannya membanggakan. Mengagumkan sekali karena perkembangan itu terjadi di pedalaman Mapia. Umat di paroki ini sangat suka menyanyi maka mereka rajin mengikuti kor. “Orang Bomomani senang menyanyi,” terang Pastor Reynaldo Antoni.
Dalam bidang kesehatan, para pastor misi menyadari bahwa tenaga medis amat minim. Berdasarkan penelitian di lapangan, separuh dari jumlah anak yang lahir dalam sebuah keluarga dipastikan meninggal. Karena itu, imam maupun frater di pastoran bertindak sehari-hari layaknya dokter.
Lantaran di rumah, umat tidur di dekat tungku api beserta asapnya, sakit batuk dan sesak nafas banyak di alami. Itulah sebabnya, Pastoran Bomomani menyediakan obat untuk masyarakat, baik dengan membeli sendiri maupun berkat bantuan dari kebaikan hati umat yang mengirim obat.
Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo berpesan kepada para imam di Bomomani, “Kopi boleh tutup, PLTA boleh mati, tapi pendidikan dan kesehatan tidak boleh mati,” pesan bapak uskup. Di bidang pendidikan, menurut para guru SMAN 1 Dogiyai hanya 30% dari seluruh anak yang bisa membaca lancar.
Belum lagi, angka putus sekolah masih tinggi terlebih di kategori usia 20 tahun ke atas. Maka, setiap Senin hingga Jumat diselenggarakan kursus pada pukul 15.00-16.30 WIT di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) St. Agustinus.
Kursus yang disediakan adalah komputer, mata pelajaran umum bagi anak kelas IV-VI SD, musik, dan membaca bagi anak kelas I-III SD. Walaupun tenaga pendidik amat minim tetapi pendidikan tetap menjadi program jangka panjang untuk pengembangan manusia di Bomomani.
Selanjutnya, kekhasan Paroki Bomomani adalah pengelolaan “Mapiha Mountain Coffee Specialty” (MAMO CS). Tim Pastoral membeli biji kopi (green bean) dari masyarakat. Seorang ibu ketika menjual kopi di pastoran curhat, “Frater uang hasil jual kopi ini untuk biaya anak saya kuliah.”
Ungkapan hati ibu itu menggembirakan sekaligus menyentuh rasa cinta kegembalaan. Karena itu bersama anak asrama, tim pastoral menyortir kopi, menggoreng, menggiling, dan memasarkannya. Bahkan, demi menyebarluaskan pasar untuk kopi Mapiha, para pastor berjualan online. Inilah salah satu upaya pengembangan pilar keempat, yakni perekonomian.
Frater Salto Deodatus