HIDUPKATOLIK.com – Apakah yang dibangkitkan dalam diri Yesus, badan-Nya atau Roh-Nya? Kalau yang dibangkitkan adalah Roh Yesus, mengapa Yesus masih minta makan ikan?
Etik Rochmanawati, Malang
Pertama, kebangkitan menyangkut seluruh pribadi manusia, bukan hanya badan ataupun hanya roh. Jadi, keseluruhan diri manusia yang satu dan utuh, termasuk badannya, dibangkitkan. Kebangkitan itu berarti pembaruan atau pemuliaan. Maka, kebangkitan seluruh pribadi manusia mengandung pengertian bahwa ada kebaruan dan ada kesinambungan.
Kedua, dikatakan bahwa Yesus yang bangkit itu mengenakan tubuh yang baru. Sifat baru inilah yang hendak dikatakan dengan fakta Yesus yang tidak lagi dikenali oleh Maria Magdalena (Yoh 20:16), dua murid dari Emaus (Luk 24:16) dan juga Petrus serta rasul yang lain (Yoh 21:4). Tubuh baru Yesus sudah tidak terikat oleh ruang dan waktu, sehingga Yesus bisa menembus tembok dan pindah tempat dalam sekejab (Luk 24:31.36; Yoh 20:19.26). Kisah-kisah penampakan menunjukkan bahwa ada perubahan radikal dalam tubuh Yesus dibandingkan dengan tubuh sebelum kematian. Sifat baru dari badan ini diungkapkan Lukas dengan ungkapan mereka “melihat hantu”.
Ketiga, ungkapan penginjil Lukas bahwa Yesus meminta “sepotong ikan goreng” dan kemudian makan (Luk 24:41-43), mengusung pesan, badan Yesus yang bangkit itu bukanlah melulu rohani, tetapi tetap ada “jejak badaniah” dalam tubuh Yesus yang mulia itu. Penginjil Yohanes menekankan “jejak badaniah” ini dengan menekankan aspek-aspek jasmani, seperti luka di tangan, kaki, dan lambung yang ditunjukkan Yesus kepada para murid-Nya (Yoh 20:27). “Jejak badaniah” ini menyebabkan Yesus bisa dikenali para rasul dan meyakinkan mereka tentang jati diri-Nya. Inilah kesinambungan badani antara Yesus yang wafat dan Yesus yang bangkit.
Jejak badaniah ini ditekankan untuk membantah anggapan bahwa Yesus yang bangkit itu melulu rohaniah, dan badan Yesus selama di dunia ini hanyalah pura-pura atau tampak-luar saja. Penekanan jejak badaniah ini hendak membantah pendapat kaum gnosis dan doketis yang mengajarkan bahwa badan Yesus yang bangkit itu melulu rohani, tidak mengikutsertakan aspek badaniah. Kaum gnosis dan doketis sulit menerima ajaran tentang kebangkitan badan (Kis 17:32). Jejak badaniah ini bukanlah fokus pewartaan, tetapi hanyalah sarana untuk menegaskan bahwa kebangkitan mengikutsertakan aspek badaniah, meskipun sudah mengatasi batas-batas fisik ruang dan waktu.
Keempat, tubuh yang dibangkitkan seringkali disebut “tubuh rohani” atau tubuh yang ditransformasikan oleh Roh sepenuhnya (Yun: soma pneumatikon), sehingga tubuh itu tidak bisa rusak dan mengungkapkan kemuliaan dan kekuasaan Allah (1 Kor 15: 42-44). Transformasi Roh Kudus ini tidak menghilangkan jati diri sehingga pribadi Yesus masih bisa dikenali. Tetapi, transformasi ini juga mengubah ciri-ciri biologis dan fisik tubuh Yesus sehingga tubuh ini tidak lagi tergantung pada ruang dan waktu. Perlu rahmat Allah untuk mengenali kehadiran Yesus (Luk 24:31-32), seperti yang dialami Tomas, sehingga dimampukan untuk mengakui “Ya Tuhanku dan Allahku.” (Yoh 20:28).
Apakah calon Katolik dan simpatisan juga boleh mencium salib pada upacara Jumat Suci?
Penyembahan atau penciuman salib Tuhan boleh dilakukan siapa saja, tidak tergantung pada Sakramen Baptis. Tentu saja, tindakan penyembahan harus dilakukan secara hormat dan khidmat. Petugas-petugas harus membimbing mereka yang belum Katolik atau belum pernah melakukan penyembahan salib. Mereka yang baru pertama kali mengikuti upacara penyembahan salib, tentu bisa mencontoh umat lain melakukan penyembahan.
RP Petrus Maria Handoko CM
HIDUP NO.17, 27 April 2014