HIDUPKATOLIK.com – PANTAI Timur Sungailiat Bangka cukup jauh dari ibukota Provinsi Bangka Belitung (Babel). Melintasi jalan yang berkelok sepanjang belasan kilo meter. Konon pulau berlaksa pantun ini diburu ribuan kelana yang berdatangan.
Akan tetapi anak-anak Belitung mulai gelisah. Babel menjadi tanah timah dan telah dikeruk bertahun-tahun. Kekayaan alam Kepulauan Bangka Belitung begitu berlimpah. Akan tetapi daerah ini seperti putri yang tertidur. Tidak ada yang membangunkannya.
Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan mengungkapkan kondisi Bangka Belitung yang terus dieksploitasi. “Bangka Belitung merupakan titipan Tuhan kepada masyarakat Belitung. Oleh karena itu harus dijaga.
Selama ini keindahan Babel belum dieksplor begitu jauh karena eksploitasi terjadi selama ini,” kata dia. Erzaldi mulai melebarkan senyum saat mendengar putra daerah yang ingin membangun Negeri Serumpun Sebalai.
“Mereka dari Yayasan Bangka Argo Lestari. Mereka datang kepada saya dan mempunyai rencana mendongkrak pariwisata Babel yang ramah lingkungan. Mereka hendak Mendirikan Taman Bintang Samudera,” ujarnya.
Wisata Harmoni
Babel, kota bahari ini dikhawatirkan tidak lagi asri. Beranjak dari kegelisahan itu pariwisata ramah lingkungan mulai dirodakan. Itu pulalah yang mendorong berdirinya Taman Bintang Samudera, Rabu, 15/18.
Menurut Erzaldi konsep Taman Bintang Samudra yang diprakarsai oleh Putra-putri Babel sangat menarik. Komposisi taman yang dibangun yakni taman umum 70 persen serta 30 persennya taman wisata religi. Ia menambahkan kehadiran taman ini sebagai simbol keharmonisan Babel.
Babel adalah daerah yang toleransinya begitu tinggi. Warga hidup rukun dan damai. Sebagai contoh, di Kampung Tanjung, Kecamatan Muntok, Bangka Barat, dibangun dan berdiri dua bangunan berdampingan yaitu Kelenteng Kong Fuk Miau dan Masjid Jami.
Ketua Pembina Yayasan Bangka Argo Lestari, Eddijanto Harlijanto menjelaskan Pembangunan Taman Bintang Samudra tetap mempertahankan keaslian alam dengan sentuhan arsitektural. Tidak ada yang dibongkar sehingga batu-batu, pepohonan, mata air, kontur tanah tebing dijadikan frame alami yang memperkuat bangunan arsitektural.
Sementara itu, Kepala Paroki Santa Maria Pengantara Segala Rahmat, Pastor Dwinugraha Sulistya MSF menjelaskan bentuk pelestarian terhadap alam merupakan bentuk memuliakan Allah.
Ini merupakan sebuah panggilan alam bahwa selama ini Belitung telah mulai dirusaki. Karena itu harus dibenahi sehingga relasi kita dengan alam baik adanya.” Taman ini juga diharapkan mampu menjadi sukacita umat sekitarnya. Dengan demikian umat sekitar akan ada rasa memiliki, tidak hanya Katolik tapi juga umat agama lain,” jelasnya.
Senada dengan ini, Uskup Pangkalpinang, Mgr. Adrianus Sunarko OFM mengatakan peletakan batu pertama ini merupakan awal yang baik. Sejak awal, banyak yang memberi dukungan, nasehat, sumbangan pikiran, tenaga dan pikiran berdatangan dari berbagai pihak dengan latar belakang budaya serta agama yang beranekaragam.
Menurutnya kehadiran taman ini menarik dan unik. Ia hadir di tengah eksploitasi terhadap alam di Belitung selama ini. Konsep pembangungan ini sangat ramah lingkungan karena tidak merusak tanah dan ekosistem di dalamnya.
“Saya berharap kehadiran tempat wisata rohani ini mengantar orang untuk berdoa sehingga tidak terkesan hanya menikmati sebagai wisatawan biasa saja. Semoga dengan kehadiran tempat ini menambah kesuburan iman umat,” pungkasnya.
Willy Matrona