HIDUPKATOLIK.com – Menjadi perawat mampu memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu: kebutuhan akan rasa aman serta keutuhanakan rasa cinta, saling memiliki, dan dimiliki.
Hanna Helena Chrzanowska menitikan air mata. Di hadapan Paus Paulus VI (1963-1976), para Delegatus Apostolik, Kuria Romawi, Hanna menerima Medali Kehormatan Pro Ecclesia et Pontifice tahun 1965. Ia diundang khusus ke Istana Kepausan untuk menerima Medali kehormatan tersebut. “Decoration of Honour” diberikan kepada Hanna atas jasanya di bidang kesehatan. Ia adalah perawat yang berjuang menyelamatkan korban Perang Dunia II.
Enam tahun berselang Orde Odrodzenia Polski, Lembaga asal Polandia ini menganugerahi Hanna Order of Poland Restituta (Kninght’s Cross) tahun 1971. Penghargaan bergengsi ini diberikan atas jasa Hanna dalam pelayanan sosial. Ia menjadi satu-satunya tenaga pastoral yang menerima medali kehormatan oleh lembaga yang didirikan raja terakhir Persemakmuran Polandia-Lithuania Yang Mulia Stanislaw August Poniatowski.
Pada Millenium Kedua (sekitar abad ke-XVII), terhitung sedikitnya 25 orang penerima penghargaan. Hanna menjadi istimewa karena dia mendapatkan penghargaan oleh Takhta Apostolik sekaligus penghargaan dari Presiden Polandia August Zaleski (11947-1972).
Pekerja Sosial
Dalam keluarganya, Hanna bukan orang pertama yang mendapatkan penghargaan bergengsi. Sang kakek (dari pihak ibu), Hendrik Adam Aleksander Pius Sienkiewicz (1846-1916) pernah mendapatkan Penghargaan Nobel dalam Bidang Sastra tahun 1905 karena romannya yang berjudul “Quo Vadis?”. Roman ini pernah diterjemahkan dalam 40 bahasa dan telah didokumentasikan dalam bentuk film berkali-kali.
Sementara isterinya, Maria Szetkjewicz (1854-1885) pun mendapat penghargaan dari pemerintah Polandia karena mendirikan pusat kesehatan bagi orang-orang miskin di Warszawa, Polandia. Maria memberi hati kepada anak-anak miskin korban Perang Dunia II yang kehilangan harapan, yang terluka secara fisik maupun mental. Seluruh biaya rumah sakit digratiskan bagi anak-anak miskin yang menderita.
Dari pihak bapaknya, seorang tantenya Zofia Szlenkier juga mendirikan sebuah rumah penampungan dan klinik berobat untuk anak-anak miskin di Polandia tahun 1913. Rumah sakit itu kini masih dikenal dan telah berganti nama menjadi Rumah Sakit Maria Karel Warszawa. Fokus utama pelayanan di rumah sakit ini adalah membantu orang-orang miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik.
Darah pekerja sosial mengalir turun temurun hingga kepada Hanna. Orang tuanya, Ignacy Chrzanowski dan Wanda Szlenkier menjadi pribadi yang terkenal di Warszawa bukan karena kekayaan tetapi kehidupan pelayanan mereka. Banyak orang mengenal keluarga Chrzanowski sebagai keluarga derwawan. Kepada Hanna dan kakaknya Bogden Karol Chrzanowski, Ignacy dan Wanda benar-benar menanamkan kerelaan untuk membantu sesama. Hanna percaya pada satu pepatah, “Kebahagiaan seseorang adalah produk sampingan dari membantu orang lain.”
Karena itu, kelahiran Warszawa 7 Oktober 1902 ini sejak kecil sudah ikut berbelarasa dengan orang kecil. Ia menjadi pribadi yang cepat tanggap bila sesamanya membutuhkan bantuan. Ia tumbuh menjadi gadis berperasaannya halus. Ia tak ingin melihat orang lain menderita. “Tidak ada pekerjaan yang lebih mudah di dunia ini selain mengulurkan tangan dan membantu orang lain berdiri untuk terus berjalan dan bertahan hidup,” tulisnya dalam buku Hagiografi Circle-Pomagajac Innym Wstac.
Rasa pedulinya kepada orang kecil terekam dalam pengalamannya ketika terbaring di rumah sakit. Suatu saat ia didiagnosa menderita gangguan sistem pernapasan. Dalam bilik Sanatorium, Hanna melihat seorang anak diusir oleh para perawat rumah sakit karena masalah sepele. Anak itu tidak menggunakan pakaian yang layak. Ia bergegas menghampiri anak itu dan memberi sepasang pakaian kepadanya. Anak itu menggunakan pakaian itu untuk menjenguk ibunya yang sementara sakit.
Karya Abadi
Tahun 1910, keluarga Hanna pindah ke Kraków. Kota di Selatan Polandia ini menjadi titik awal pelayanannya. Di Kraków, Hanna menempuh pendidikan sekolah menengah yang diasuh Suster-suster Ordo Santa Ursula (Ordo Ursulin). Ia menjadi gadis yang polos dan lugu tetapi dewasa dalam iman dan pelayanan.
Setelah Revolusi Bolshevik, Hanna memulai studinya di Sekolah Perawat di Warszawa tahun 1920. Selama masa studinya, Hanna kerap sakit-sakitan. Suatu kali, ia menderita cedera lengan dan harus menjalani operasi. Ia dipertemukan dengan Suster Magdalena Maria Epstein OP. Dalam pertemuan itu Sr Epstein menguatkan Hanna agar tetap kuat karena banyak hal yang harus dibuat Hanna. Dalam pergumulan di rumah sakit, Hanna yakin ada sesuatu yang lain dalam dirinya. Ia percaya panggilan Tuhan semakin nyata untuk menjadi biarawati awam.
Ketika memperoleh beasiswa untuk studi keperawatan di Perancis tahun 1925, Hanna ingin menyembuhkan orang tidak saja secara medis tetapi juga mental. Hal ini sangat terasa tatkala mengambil profesi keperawatan dan praktek lapangan di Amerika Serikat dan Belgia. Menurutnya, kebutuhan utama manusia adalah pengalaman untuk diterima dan dipahami. Memahami, bagi Hanna, adalah kebutuhan dasar manusia yang memenuhi aspek fisiologis, rasa aman, perasaan sayang, soal harga diri, dan aktualisasi diri.
Dalam situasi ini perawat, dokter, suster, atau imam lah yang memiliki peran membantu orang mengalami rasa aman. Maka ketika diangkat menjadi Kepala Perawat dan Hygienists di Universitas Kraków tahun 1926-1929, ia benar-benar menjalankan peran ini. Ia menekankan keseimbangan antara aspek bilogis, intelektual, emosional, sosial, spiritual, ekonomi, dan sebagainya. “Semua ini saya buat supaya orang mengalami kebutuhan keselamatan dan rasa aman dan paling penting adalam kebutuhan akan rasa cinta, memiliki, dan dimiliki,” tulisnya suatu hari.
Hanna memahami bahwa manusia senantiasa berkembang sehingga dapat memahami potensi diri yang maksimal. Dalam refleksinya, ia menemukan bahwa dirinya perlu menyeimbangkan kehidupan pelayanan (humanisme) dan kehidupan imannya (spiritual). Lewat refleksi yang mendalam, Hanna memutuskan bergabung sebagai anggota Ordo Santo Benediktus (Ordo Sancti Benedicti/OSB). Dalam Ordo “Biksu Hitam” ini, Hanna belajar menggali kehidupan spiritual lewat jalan monastik. Pelan-pelan, Hanna menjadi wanita awam yang matang dalam pelayanan pun dalam kehidupan spiritual.
Karya pelayanannya memuncak pada usahanya mendirikan rumah bagi para pengungsi dan orang-orang yang kelaparan. Kematangan rohani dinyatakan dalam kesediaan untuk membuka pintu sedekah kepada orang-orang miskin. Suster Hanna suatu waktu bisa menjadi psikiatrik tetapi di lain waktu menjadi ibu yang berbelarasa bagi anak-anak terlantar.
Perjuangan “ibu kaum papa” ini berakhir setelah Hanna didiagnosa dokter menderita kanker. Setelah beberapa kali menjalani operasi tetapi takdir berkehendak lain. Suster Hanna OSB menutup mata dalam kedamaian diiringi tiupan sangkakala. Ibu berhati mulia ini meninggal pada 29 April 1973 setelah mendapatkan Sakramen Minyak Suci dari Pastor Franciszek Macharski.
Uskup Agung Kraków kala itu Kardinal Karol Jozef Wojtyla (kelak menjadi Paus Yohanes Paulus II-1920-2005) secara khusus memimpin upacara pemakamannya. “Hanna adalah orang yang berempati dengan tulus bagi orang kecil. Tuhan mengutusnya hadir di dunia supaya orang lain bisa makan, mendapatkan pakaian, dan bahagia. Ia menderita untuk orang lain tersenyum,” ujar Kardinal Wojtyla.
Proses beatifikasinya di mulai di Polandia pada 28 April 1997. Pada 6 April 2016, jazadnya digali untuk kepentingan penyelidikan yang dipimpin Uskup Agung Emeritus Kraków Kardinal Franciszek Macharski. Paus Fransiskus menyatakan Suster Hanna sebagai Venerabilis pada 30 September 2015 dan dibeatifikasi pada 28 April 2018 di Polandia. Misa beatifikasi dipimpin langsung oleh Prefek Kongregasi Komisi Penggelaran Kudus Vatikan, Kardinal Angelo Amato SDB. Ia diperingati setiap 29 April
Yusti H. Wuarmanuk