HIDUPKATOLIK.com – Baru saja kita merayakan Hari Ulang Tahun ke-73 Proklamasi Kemerdekaan negeri kita tercinta ini. Dipandang dari usia manusia, temasuk di usia senja. Namun kita memandangnya bukan dari perspektif usia manusia. Ini adalah perjalanan yang sudah cukup panjang sebuah bangsa. Bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan Asia, pencapaian kita di usia ini tergolong tertinggal dari satu sisi namun mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari sisi lain. Terutama bila kita melihat dan merasakan pembangunan dalam empat tahun terakhir ini. Negara-negara tetangga, bahkan dunia pun mengakuinya. Sebut saja pembangunan bidang infrastrukur dan sarana vital lainnya seperti pelabuhan, bandar udara, dan lain-lain. Semuanya akan menimbulkan multiplier effect pada segala sektor. Tentu saja dalam jangka panjang. Buah pembangunan ini tak begitu saja mendadak. Butuh waktu dan proses.
Tujuh puluh tiga tahun lalu, sebelum detik-detik Ir Soekarno dan Mohammad Hatta membacakan teks Proklamasi, para pendiri bangsa ini telah bekerja keras memikirkan dan meletakkan pondasi yang kokoh bagi berdirinya sebuah nation melalui BPUPKI dan PPKI. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, tujuan berdirinya negara dini dirumuskan secara terang benderang. Mereka tidak memikirkan tujuan jangka pendek. Tidak! Mereka sungguh-sungguh memikirkan perjalanan bangsa ini untuk seribu tahun ke depan. Kendati sempat terjadi tarik-menarik mengenai landasan fundamental (baca: ideologi) bangsa ini, akhirnya mereka bersepakat untuk Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika. Mereka tidak mementingkan kelompok agama, suku, ras, golongan, dan lain-lain. Perilaku politik mereka jauh dari perilaku banyak politisi belakangan ini. Politisi yang lebih mengutamakan kepentingan sangat pragmatis, tujuan jangka pendek, politik trans aksional, menghalalkan segala cara, mengobarkan api perpecahan dalam pelbagai bentuknya.
Perayaan HUT ke-73 Agustus ini hendaknya menjadi momen penting melihat kembali alias refleksi: sejauh mana kita, tanpa kecuali, setia pada perjuangan para pendiri bangsa kita. Para pendiri bangsa telah mengorbankan segala miliknya demi bangsa dan negara ini.
Hari-hari kita ke depan mengikuti tahapan-tahapan pilpres dan pileg – akan diwarnai oleh dinamika politik yang tidak ringan, yang bisa memicu perpecahan atau terbelahnya masyarakat kita. Pilpres 2014, Pilkada DKI Jakarta, Jawa Barat, harusnya menjadi pelajaran berharga. Harusnya semua pihak menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi sebagaimana terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.
Umat Katolik sebagai bagian integral bangsa ini hendaknya proaktif, bersama dengan semua orang yang berkemauan baik untuk kemajuan bangsa ini, bahu-membahu menangkal isu SARA. Agar cita-cita luhur berdirinya bangsa ini kelak akan tercapai.
Sekali lagi, pasca tujuhbelasan ini, hendaknya semangat atau gelora Proklamasi tidak berlalu begitu saja. Mari kita rawat bersama. Kita semua punya tanggung jawab besar untuk mencapai tujuan atau cita-cita para pendiri bangsa ini!