HIDUPKATOLIK.com – Pak George terkasih, putra saya kelas VI SD. Setahun belakangan ini, dia amat sulit untuk menyantap makanan yang saya masak di rumah. Dia mau makan kalau membeli makanan di luar. Jika tak kami (saya dan suami) turuti, dia bakal tak makan. Beberapa kali pernah terjadi, lantaran tak mau makan hampir sehari, dia terkena mag. Terus-terang, saya dan suami kuatir.
Kami akui, ini buah kesalahan kami. Dulu (saat putra kami kelas I SD), kami selalu memanjakannya. Saya dulu juga jarang masak. Saya selalu menanyakan makanan yang dia suka tiap kali mau makan lalu membeli di luar. Bagaimana kami bisa memperbaiki keadaan ini? Sehingga anak kami gampang makan dan mau menyantap masakan yang saya buat di rumah. Mohon bantuan Pak.
Marchella Alexandra, Jawa Barat
Perilaku dan selera makan pada anak memang bisa terbentuk karena pengaruh faktor bawaan dan kebiasaan, sehingga juga bisa diubah. Pengaruh faktor bawaan muncul karena kebutuhan akan zat tertentu, maka seseorang akan berselera untuk makan makanan tertentu. Misal, karena tubuh sedang membutuhkan natrium, maka orang akan lebih suka makan makanan yang asin. Atau ketika tubuh membutuhkan air, maka orang lebih tertarik pada makanan berkuah. Sebagai suatu bentuk perilaku, maka perilaku dan selera makanpun dipengaruhi oleh kebiasaan dan lingkungan.
Permasalahan yang dikemukakan oleh Ibu Marchella lebih mengarah pada faktor kedua, yaitu perilaku dan selera yang terbentuk karena kebiasaan yang terjadi selama sekian tahun. Akibatnya, selera makan anak lebih terarah untuk memilih makanan masak yang dibeli, dan kurang berselera pada masakan yang dimasak Ibu.
Hal ini bisa terjadi karena selera makannya sudah terbiasa dengan masakan yang dibeli yang biasanya mempunyai rasa yang lebih “kuat”, karena lebih “berani” menggunakan bumbu-bumbu. Oleh karena itu, selera makan ini bisa dialihkan ke masakan ibu. Untuk mengubah selera makan ini bisa dilakukan secara berangsur-angsur. Sebab, anak sudah terbiasa dengan rasa makanan yang “kuat”.
Demi mengalihkan selera makan ini bisa digunakan bahan-bahan olahan terlebih dulu, seperti nugget ayam olahan atau sarden. Makanan olahan seperti ini biasanya juga sudah mengandung rasa yang cukup kuat. Penggunaan bahan mentah asli seperti daging atau sayur segar yang dibeli di pasar biasanya mempunyai rasa yang natural dan tidak sekuat makanan olahan atau yang dibeli, sehingga untuk orang yang terbiasa dengan makanan itu rasanya kurang “menggigit”.
Selain penggunaan bahan, cara pengolahan makan diusahakan mirip dengan mengolah makanan yang dijual orang, misal bahan di-marinate (direndam bumbu) dulu supaya rasa meresap ke bahan lebih baik. Bisa menggunakan bumbu kemasan sebelum memakai bumbu olahan sendiri. Hal ini agar olahan Ibu bisa menyamai rasa dan rupa makanan di luar.
Setelah usaha ini dilakukan, yang juga perlu dilakukan adalah membuat suasana makan yang menyenangkan, misal penataan makanan (plating) yang menggugah selera, suasana makan bersama-sama seluruh keluarga di rumah. Pada waktu makan bersama ini bisa disertai obrolan ringan yang menarik atau iringan musik lembut yang disukai anak.
Suasana makan yang penuh kehangatan semacam ini bisa lebih menarik anak untuk bergabung. Hal penting lain adalah membiarkan anak melihat Ibu memilih bahan. Ibu bisa mengajak dia ke pasar. Hal ini bisa menyadarkan anak bahwa Ibu sudah bersusah payah mulai dari pemilihan bahan, mengolah, hingga menata makanan di atas meja. Akan lebih baik lagi, ketika memilih bahan tersebut anak juga dilibatkan atau dimintai pendapatnya.
Tak kalah penting adalah menekankan kepada anak untuk mencoba makanan olahan Ibu terlebih dulu. Ini penting karena selama anak tak pernah mencoba masakan Ibu, anak takkan tahu rasa dan proses membuat makanan itu. Selain itu, hal ini juga mengajarkan anak untuk mengambil keputusan berdasarkan data obyektif, bukan subyektivitas pribadi
Drs George Hardjanta MSi