HIDUPKATOLIK.com – Memasuki usia 43 tahun, pria ini dikukuhkan sebagai guru besar. Meski berasal dari kampung di daerah Musi Rawas, Sumatra Selatan, ia tak pernah putus asa mengejar prestasi akademik.
Wajah Agus tampak tegang. Namun, semburat kebahagiaan melingkupi hatinya. Hari itu, Selasa, 20/5, Dekan Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara (Untar) Jakarta ini dinobatkan sebagai guru besar. Sebuah pencapaian tertinggi dalam dunia akademik. Dengan suara lantang, di hadapan para undangan, ia mendeklarasikan hasil penelitian dalam pidato pengukuhan guru besar yang bertajuk “Potensi Pengembangan Biomaterial Berbasis Komposit Serat Alam Menuju Produk yang Ramah Lingkungan”.
Acara pengukuhan guru besar ini digelar dalam rapat terbuka senat guru besar yang dipimpin Rektor Untar Prof Roesdiman Soegiarso. Roesdiman bertutur, pencapaian menuju guru besar bukanlah perjalanan mudah. “Pencapaian ini bukan berdasar kedudukan, kekayaan, dan kepandaian, tetapi berdasarkan komitmen dalam bidang pendidikan serta kerja keras,” tegas Roesdiman.
Pengukuhan guru besar yang dihelat di Kampus I Universitas Tarumanagara ini juga dihadiri para kerabat dan sahabat Agus, serta beberapa umat Paroki Maria Bunda Karmel (MBK) Tomang, Jakarta Barat. Maklum, selain aktif dalam dunia akademik, Agus juga tercatat sebagai anggota Dewan Paroki Harian MBK Tomang. Bahkan, Kepala Paroki MBK, RP Heribertus Supriyadi OCarm didaulat memimpin doa penutup acara pengukuhan guru besar tersebut.
Anak kampung
Agus lahir dalam keluarga sederhana di Musi Rawas, Sumatra Selatan. Orangtuanya berkarya sebagai pendidik. Usai menempuh pendidikan di SMP Xaverius Tugumulyo, Musi Rawas, Agus berkeinginan melanjutkan pendidikan di Palembang, ibukota Sumatra Selatan. Tapi sayang, cita-cita itu tak terwujud, lantaran orangtuanya tak memiliki uang. Agus tak patah arang. Ia melanjutkan pendidikan di SMA Xaverius Lubuklinggau, Musi Rawas.
Setelah menyelesaikan pendidikan di sekolah menengah atas, keinginan melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi terus menggelora dalam lubuk hatinya. Namun, Agus juga tak ingin menjadi beban bagi orangtua. Bermodal tekad yang kuat, Agus merantau dan mencari peruntungan di Yogyakarta. Syukurlah, dengan dana yang ada, Agus bisa melanjutkan pendidikan di Fakultas Teknik Mesin Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Agus melalui tahun-tahun pertama sebagai mahasiswa dengan amat berat. Ia menjalani hidup dengan mengandalkan uang kiriman dari orangtua yang tak selalu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.“Saya ini anak kampung. Hidup di kota, seperti Yogyakarta, membuat saya kaget. Orang kota itu kan hebat dan pintar,” ungkap pria kelahiran 28 Agustus 1971 ini.
Ilmu teknik mesin adalah sesuatu yang asing bagi Agus. Ia hanya iseng, kala menjatuhkan pilihan belajar di fakultas teknik mesin. Tak heran, pada semester awal, ia amat sulit mengikuti kuliah. Pada semester ini pula, Agus banyak mendapat nilai yang sangat tidak memuaskan. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang ia raih amat rendah, satu koma tiga puluh enam.
Kesulitan ini tak membuat Agus putus asa. Ia terus berjalan dan mengejar ketertinggalan. Agus pun bertekun dalam diktat-diktat kuliah. Agus mulai bisa memahami dan menikmati ilmu-ilmu teknik mesin. Dan, pada semester berikut, IPK Agus menanjak. Bahkan, ia masuk lima besar lulusan terbaik. “Awal kuliah, nilai saya sangat jelek. Saya orang kampung, tapi berkat usaha dan kerja keras, tidak ada yang mustahil,” ujar Agus penuh semangat.
Meneliti serat alam
Setelah mengantongi gelar sarjana teknik mesin, Agus sempat bekerja di beberapa perusahaan. Namun, panggilan sebagai pendidik tumbuh subur dalam hatinya. “Mungkin karena orangtua saya berprofesi sebagai guru, maka darah guru itu mengalir dalam diri saya,” urai putra pasangan Ambrosius Suwanto (alm) dan Christina Sugiarsih ini. Maka, Agus memutuskan berkarya sebagai dosen Fakultas Teknik Mesin Untar.
Pada 2001, Agus mendapat peluang melanjutkan program studi pasca sarjana dan doktoral di Fakultas Teknik Mesin Universitas Indonesia (UI) Jakarta. Pada usia 39 tahun, Agus berhasil meraih gelar doktor.
Setelah itu, Agus mulai mengembangkan penelitan tentang produk dari bahan teknik komposit serat alam. Ia meneliti pemanfaatan bahan alam yang kemudian dikembangkan menjadi produk alternatif kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk menggantikan produk-produk sintesis yang berbahaya, lantaran tidak bisa didaur ulang. “Jika tidak bisa didaur ulang, pasti berbahaya, karena akan menyebabkan polusi. Berbeda dengan bahan alam yang bisa didaur ulang,” urainya.
Agus tak ingin berhenti menjadi doktor. Bagi akademisi, pencapaian prestasi akademik tertinggi adalah menjadi seorang guru besar. Agus pun bekerja keras guna meraih gelar tersebut. Ia terus bertekun melakukan penelitian serta rajin menggoreskan pena akademiknya dalam jurnal-jurnal nasional dan internasional.
Upaya itu telah berbuah manis. Anak dari kampung di Musi Rawas ini telah menyandang gelar guru besar. Ia percaya, “Jika memiliki talenta, keyakinan, dan semangat, kita pasti bisa.”
Agustinus Purna Irawan
TTL : Musi Rawas, 28 Agustus 1971
Istri : Theresia Dwinita Laksmidewi
Anak :
• Albertus Raditya Danendra
• Gregorius Dimas Baskara
• Brigita Jasmine Anindya
Pendidikan:
• SMP Xaverius Tugumulyo, Musi Rawas
• SMA Xaverius Lubuklinggau, Musi Rawas
• S-1 Fakultas Teknik Mesin UGM Yogyakarta
• S-2 dan S-3 Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, UI
Pekerjaan:
• Dosen Fakultas Teknik Mesin Untar (1999-sekarang)
• Kepala Laboratorium Fenomena Mesin Fakultas Teknik Untar (2001-sekarang)
• Wakil Kepala Bagian Konstruksi Mesin Fakultas Teknik Untar (2001-2010)
• Kepala Laboratorium Hidrolik dan Pneumatik Fakultas Teknik Untar (2001-2004)
• Sekretaris Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Untar (2004-2009)
• Manajer Sentra HKI Untar (2011-sekarang)
• Staf Wakil Rektor Untar Bidang Pengembangan Akademik (2011-2012)
• Dekan Fakultas Teknik Untar (2012-sekarang)
Penghargaan:
• Juara 1 Pemilihan Dosen Berprestasi Kopertis Wilayah III (2011)
• Penerima Hibah Bersaing Dikti Kemendikbud (2011)
• Dosen Berprestasi Bidang Penelitian dan Publikasi Fakultas Teknik Untar (2012)
• Penerima Hibah Unggulan Perguruan Tinggi Dikti-LPPI Untar (2013)
Aprianita Ganadi
HIDUP NO.22, 1 Juni 2014