HIDUPKATOLIK.com – Tumbuh dalam keluarga besar nan saleh, Marguerite menapaki jalan hidup yang menghantarnya menemui ajal di mata pisau penggal. Dalam perutusan, ia memprioritaskan pelayanan pada kaum miskin, anak terlantar dan perempuan hamil terbuang.
Segerombolan kaum revolusioner Perancis menyeruak ke dalam Biara Susteran Putri Kasih di Kota Dax, Perancis pada 24 Desember 1792. Kedatangan tamu tak diundang itu mengubah malam Natal di komunitas kecil itu menjadi mencekam. Mereka melancarkan aksi teror pada para suster. Lalu pimpinan komunitas, Sr Marguerite Rutan PK diseret dan dijebloskan ke penjara –sebuah Biara Karmelit yang telah dialih- fungsikan.
Biarawati dari Kongregasi Suster Putri Kasih (Daughters of Charity, PK) itu ditahan atas tuduhan palsu. Mereka memfitnah Sr Marguerite telah melakukan korupsi, membuat rakyat sengsara dan menghambat laju Revolusi Perancis yang mengusung spirit kebebasan, kesamaan derajat dan persaudaraan.
Dua tahun mendekam dalam penjara, tepatnya 9 April 1794, Sr Marguerite digiring ke pengadilan setempat. Di hadapan hakim, ia dipaksa menyangkal imannya pada Yesus. Ia disodori surat untuk ditanda-tangani. Surat itu berisi pernyataan dukungan pada gerakan revolusi dan sikap antipati pada Gereja Katolik. Dengan tegas ia menolak. Mereka pun segera mengganjar hukuman pancung pada Sr Marguerite.
Setahun pasca tragedi pemancungan itu, pemerintah Dax menyesal. Hingga kini, tak ada bukti (korupsi) yang dilakukan Sr Marguerite. Justru selama 18 tahun, ia banyak berjasa bagi warga Dax. Ia mendirikan rumah sakit dan sekolah untuk anak-anak terlantar, serta rumah penampungan bagi para perempuan hamil dan terbuang.
Kebajikan Keluarga
Marguerite Rutan, anak kedelapan dari 15 bersaudara. Ia punya empat saudara dan 10 saudari. Sang ayah, Charles Gaspard Rutan, harus bekerja keras sebagai tukang batu dan bangunan demi menafkahi istri dan 15 anaknya. Namun secara finansial, keluarganya tak berkekurangan.
Figur sang ayah sebagai pekerja keras terpatri dalam benak Marguerite. Sejak kecil, sang ayah mengajarinya matematika dan disain bangunan. Pada masa itu, hal itu tak lazim dilakukan orangtua, apalagi untuk anak perempuan. Ayahnya sadar, ilmu itu sangat berguna untuk ‘bekal’ buah hatinya di masa mendatang. Harapan sang ayah pun berbuah. Ketika menginjak dewasa, Marguerite sangat terampil dalam berhitung. Kemampuannya ternyata bisa membantu menghidupi keluarganya.
Marguerite terinspirasi pada teladan hidup ayahnya yang sangat bertanggung jawab pada keluarga, jujur dan tekun bekerja. Gadis kelahiran Metz, Lorraine, Perancis, 23 April 1736 ini pun amat terkesan pada bundanya, Marie Forat. Sebagai ibu, Marie tekun memperhatikan kehidupan keluarga dan pendidikan iman putra-putrinya.
Bagi Marguerite, bundanya menjadi figur perempuan saleh dan murah hati. Ketika masih kecil, sang ibulah yang menjadi guru vokalnya. Ia diajari lagu-lagu rohani. Secara tak langsung, pengalaman ini turut membina kehidupan iman Marguerite. Pendidikan, pembinaan dan teladan hidup yang diwarisi orangtuanya menyadarkan Marguerite akan arti hidup. Hidup ialah karunia Tuhan yang tak boleh disia-siakan dan harus dibagikan pada sesama.
Pada 23 April 1757, Marguerite membulatkan tekad untuk menjadi biarawati. Ia yakin, cara itu merupakan jalan baginya mencintai Tuhan secara total dan menjadi saksi cinta-Nya untuk sesama. Ia melepaskan pekerjaan, meninggalkan keluarga, dan masuk Novisiat Kongregasi Para Suster Putri Kasih di Rue du Faubourg Saint-Denis, Perancis.
Getol Melayani
Usai masa novisiat, Sr Marguerite diutus ke berbagai daerah sebagai suster muda. Sekitar dua dasawarsa, ia berkarya di sejumlah rumah sakit yang berada di Perancis: Toulouse, Pau, Brest dan Dax. Fokus karya pelayanannya ditujukan bagi kaum miskin dan tersingkir. Pelayanannya menjadi pancaran cinta, perhatian dan solidaritas Tuhan pada umat yang ia layani. Tak pernah ada satu kata keluhan pun yang terlontar dari mulutnya. Ia menekuni tugas-tugas dengan hati berjingkat girang.
Pada 1779, Uskup Emeritus Acqs (Dax) Mgr Louis-Marie de Suarès d’Aulan (1696- 1785) minta pada Superior Kongregasi Para Suster Putri Kasih agar bisa membuka karya pelayanan bagi orang sakit di Dax. Gayung bersambut. Muder Superior menyambut dengan gembira. Lalu, Sr Marguerite ditunjuk untuk meretas karya PK di Keuskupan Acqs. Perutusan ini diterima Sr Marguerite dengan hati berbunga.
Bersama tujuh saudari kongregasi, ia membangun dan mengembangkan rumah sakit di pusat kota Dax. Sr Marguerite tak sekadar mengubah wajah pelayanan kesehatan Dax dengan pembangunan fisik, melainkan meningkatkan kualitas pelayanannya. Para pasien merasa kagum dan melayangkan pujian atas sentuhan kasih pada para suster PK.
Selain itu, kemiskinan merajalela di Dax. Sr Marguerite menyaksikan banyak anak terlantar di sana. Mereka tak punya cukup bekal pendidikan untuk masa depannya. Kondisi ini mendorongnya untuk mendirikan sekolah bagi mereka. Sebagai pimpinan misi, Sr Marguerite mengusahakan penampungan dan memberi asupan pengetahuan bagi anak-anak terlantar itu. Usaha ini juga diharapkan mampu menurunkan angka kejahatan dan kenakalan remaja di Dax.
Sr Marguerite juga mendirikan rumah penampungan bagi para perempuan hamil di luar nikah dan teraniaya. Langkah ini bermaksud untuk menegaskan prinsip hidup yang ia peluk sejak belia: hidup ialah karunia Tuhan yang tak boleh disia-siakan dan harus dibagikan pada sesama. Inilah yang alasan ia getol memperjuangkan nasib kaumnya. Harapannya, mereka bisa melahirkan anak secara baik dan layak, serta merasakan rahmat Tuhan.
Buah Kasih
Keuskupan Acqs –terutama kota Dax– merasakan sentuhan kasih Sr Marguerite selama 18 tahun. Banjir simpati dan hormat mengalir deras dari masyarakat. Benih kebaikan yang telah ia tanam terus tumbuh dan berlimpah buah. Kian banyak orang merasakan nikmat kebaikan yang ia semai. Kesan ini diamini Sr Anne Sophie Charpentier PK, rekan sekomunitas Sr Marguerite. Ia menilai, kehadiran Sr Marguerite memacu perkembangan karya sosial-kemanusiaan di Dax.
Selama hidupnya, Sr Marguerite menjadi pijar kebaikan yang senantiasa memancarkan kasih Tuhan pada umat- Nya. Kesaksian dan keteguhan imannya di tengah situasi carut-marut Perancis kala itu mengemuka di kalangan Gereja.
Bertepatan dengan perayaan beatifikasinya di Parc des Arena, Perancis, 19 Juni 2011, usai memimpin Misa di Katedral San Marino, Roma, Paus Benediktus XVI mengungkapkan kebahagiaannya pada umat Keuskupan Acqs atas anugerah hidup Sr Marguerite. Pelayanannya pada kaum miskin menjadi tanda cinta Tuhan di Dax.
Dekrit kemartiran, yang menjadikan Sr Marguerite bergelar Venerabilis, sudah direstui Bapa Suci pada 1 Juli 2010. Kesetiaannya memberikan diri hingga tuntas bagi umat Allah di Dax selama 18 tahun menorehkan kisah kasih yang tak terperi. Gereja memperingati Beata Marguerite setiap 9 April.
Yanuari Marwanto
HIDUP NO.24, 15 Juni 2014