HIDUPKATOLIK.com – Seorang imam harus mampu mewujudkan kasih kepada setiap umat. Imam harus beraroma tungku api yaitu tinggal di tengah umat dan merasakan kehidupan mereka.
SUASANA persaudaraan begitu terasa di halaman Gereja Katedral Tiga Raja Timika, Papua. Sedikitnya 80 pastor dari Keuskupan Agung Merauke, Keuskupan Timika, Keuskupan Jayapura, Keuskupan Manokwari Sorong, dan Keuskupan Agats berkesempatan menyalami umat sesaat sebelum Perayaan Ekaristi Pembukaan Temu Unio Regio (TUR) Papua, Senin, 9/7.
Tak menyia-nyiakan kesempatan ini, umat pun mengabadikan momen langkah dengan berswafoto bersama para pastor.
Tungku Api
Uskup Timika, Mgr Jhon Philip Saklil berpesan dalam Ekaristi kepada para pastor khususnya Pastor Projo mengatakan agar harus selalu beraroma tungku api. Ia meminta secara khusus kepada mereka agar tidak setengah-setengah melayani umat di Papua.
Beraroma tungku api, lanjut Mgr Saklil, berarti seorang pastor Projo karena iman dan kasih, bisa mewujudkan imannya sampai ke dapur umat. Berkaca dari pengalaman, kata Mgr Saklil, beberapa pastor masih membentengi diri dengan pastoral kehadiran di tengah umat. “Bila berpastoral di Papua dan takut lumpur, takut digigit nyamuk, takut medan yang keras maka tidak bisa menjadi pastor di Papua,” ujar Mgr Saklil.
Ia juga meminta kepada para pastor Projo bahwa berpastoral di Papua itu tidak gampang. “Pastoral kita saat ini berhadapan dengan realitas umat yang tergerus akibat arus globalisasi yang mana dusun mereka habis dijual padahal itu adalah sumber hidup mereka, itu adalah tungku api, tungku api keluarga,” tegas Mgr Saklil.
Ia pun berharap agar dalam pertemuan para pastor Projo Regio Papua ini dapat menghasilkan gagasan-gagasan baru yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan pengembangan program tungku api. Dengan begitu diharapkan dapat dilaksanakan di keuskupan masing-masing sebagai buah dari gerakan bersama.
Pertemuan yang diagendakan dimulai Senin-Senin, 9-16/7 ini selain mengangkat hari studi bagi para imam juga kegiatan live in di mana para pastor akan tinggal bersama umat di kampung-kampung. “Harapannya agar para pastor dapat mengalami langsung kehidupan nyata umat sehingga hal tersebut dapat menjadi pengalaman dalam menyusun program-program yang menjawab kebutuhan umat,” ujar Pastor Ibrani Gujangge, dari Keuskupan Timika.
Ditanya soal pengalaman bersama umat, Pastor Ibrani mengatakan melayani umat di Papua tidak saja butuh kemampuan intelektual tetapi fisik yang prima. Ia menceriterakan terkadang pendasaran teologi dan filsafat yang didapat selama kuliah tak berguna di Papua.
Paling penting adalah pastoral kehadiran di tengah umat. “Di Papua pastor memberi contoh dan teladan kemudian diikuti umat. Tidak bisa sekadar bersabda dan umat yang bertindak. Gereja akan berkembang bila pastor berbicara dan bertindak lalu umat mengikutinya.”
Temu Unio Regio Papua V tahun 2018 ini merupakan agenda rutin dua tahunan para pastor Diosesan yang berkarya di lima keuskupan di Provinsi Papua dan Papua Barat.
Pertemuan kali ini, para pastor disuguhi tema, “Imam Beraroma Tungku Api”, dengan sub tema, “Pastor Projo Papua bersama umat dalam semangat gerakan tungku api keluarga sebagai gerakan penyelamatan manusia dan alam Papua menuju Gereja yang solider dengan duka dan kecemasan manusia di tengah pluralisme”.
Fr Agus Rumsoy (Timika)