web page hit counter
Senin, 23 Desember 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Sant Egidio Yogyakarta : Sekolah Damai dalam Pelayanan

Rate this post

HIDUPKATOLIK.com – Anggota komunitas ini memberikan waktu dan mengabdikan diri untuk melayani orang yang tidak beruntung. Mereka belajar bersama sebagai satu keluarga.

Komunitas Saint’-Egidio Yogyakarta (SEY) merupakan kelompok yang melayani orang miskin, tak mampu dan terpinggirkan di Yogyakarta dan sekitarnya. Penanggung jawab komunitas, Ishak Octavianus Lopidoe, merasa terpanggil untuk melayani, karena setiap anggota saling menguatkan dan mendorong sebagai saudara dalam menjalankan tugas-tugas pelayanan. “SEY telah mengubah diri saya menjadi pribadi yang bisa berbagi dengan sesama, terutama orang miskin,” kata pria kelahiran Bajawa, Ngada, Nusa Tenggara Timur, 19 Oktober 1977 ini. Pengalaman yang sama dirasakan Penanggung jawab Sekolah Damai Sant’Egidio Yogyakarta, Mario Agustinus Gu. Sejak bergabung pada Juli 2006, ia merasakan dukungan dari teman-teman sekomunitas. Pria kelahiran Bajawa, Ngada, Nusa Tenggara Timur, 15 Agustus 1984 ini mengakui, sejak bergabung dengan SEY, ia menjadi lebih tekun berdoa, mau mencintai, menjadi sahabat dan keluarga bagi orang miskin.

Sementara, Koordinator SEY Cristovorus Octavio Kurniawan Wawa mengungkapkan, “Saya bergabung karena tertarik mendengar kisah-kisah pelayanan komunitas ini kepada anak-anak kecil, anak jalanan, kehidupan doa, dan relasi persaudaraan mereka.”

Lahir di Sanata Dharma
Komunitas Sant’Egidio aslinya lahir di Roma, Italia, 1968. Pendirinya Andrea Riccardi. Awalnya, pelayanan berupa kunjungan ke barak-barak di pinggiran kota, daerah kumuh, dan mendirikan sekolah untuk anak-anak miskin. Mereka juga menjalin dialog dan kerjasama dengan berbagai kelompok masyarakat. Komunitas itu sekarang sudah terbentuk di 70 negara, termasuk Indonesia.

Awal 2000, komunitas Sant’Egidio hadir di Yogyakarta, tepatnya di Universitas Sanata Dharma (USD). Beberapa mahasiswa USD menggerakkan komunitas ini, hingga terbentuklah SEY. Lalu komunitas ini berkembang dengan memberikan pendampingan kepada sekitar 30 anak jalanan di perempatan lampu merah Condong Catur, Sleman, DI Yogyakarta pada awal 2001.

Dalam mengembangkan sayap pelayanannya, SEY hampir tak henti membangun relasi dengan kelompok lain. Pada 2002, komunitas yang saat ini beranggotakan 100 orang ini, membuka pelayanan sekaligus menjadi keluarga bagi anak-anak yatim piatu di Panti Asuhan Sayap Ibu Pringwulung.

Komunitas ini juga menyelenggarakan pendampingan untuk anak yang oleh komunitas Sant’Egidio disebut sebagai “Sekolah Damai”. Aktivitas sekolah ini berupa pendampingan proses belajar dan bermain bagi anak-anak. Sekolah Damai didirikan pada tahun 2005 di perempatan Sagan, tidak jauh dari USD. Di tempat ini, SEY mendampingi anak-anak jalanan sebagai sahabat dan keluarga mereka.

Bagi anggota SEY, memberi pelayanan untuk orang miskin adalah panggilan yang harus dijalankan. Mereka memegang teguh prinsip dari kata-kata pendiri komunitas Sant’Egidio, Andrea Riccardi: ”Nessuno è cosi povero da non poter aiutare un altro” (Tidak seorangpun yang terlalu miskin, yang tidak dapat membantu sesamanya yang miskin).

“Dalam kesederhanaan, saya berjuang sebisa mungkin, untuk memberi pelayanan kepada yang lain. Sekecil apapun pelayanan itu akan berguna bagi yang membutuhkan,” ucap Mario.

Karya Lanjutan
Adalah sebuah kewajiban bagi anggota SEY, untuk terus mengembangkan sayap pelayanan. Mereka berjuang untuk terus menepati komitmen dalam pelayanan. Sebagai bentuk pengembangan tersebut, pada awal 2007 SEY membuka persahabatan dengan anak-anak yang ada di Panti Prayan dan Rumah Singgah Pondok Pelita Harapan, yang letaknya tidak jauh dari kampus USD Mrican.

Pada tahun yang sama, mereka membuka Sekolah Damai di Wadas, Sleman, untuk melayani 40 anak. Pada tahun itu pula, komunitas ini juga membantu pelayanan beberapa imam Keuskupan Agung Semarang yang telah purna karya, dan tinggal di Rumah Istirahat Domus Pacis Pringwulung. Selanjutnya, pada akhir 2012 komunitas ini membuka pelayanan di Panti Wreda Rindu Padudan, Klitren. Selang setahun, pada 2013, SEY melakukan pendampingan anak-anak di Rumah Singgah Carmel yang dikelola oleh Suster- Suster Putra Putri Yesus Kristus (PPYK), dan mengadakan kunjungan ke Rumah Tahanan Cebongan.

Saat ini, SEY menjalin persahabatan dengan orang-orang sakit di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta. Mereka menghibur para pasien dengan lagu-lagu setiap hari Sabtu, pukul 08.00 WIB, di Healing Garden, rumah sakit itu.

Beragam Tantangan
Panggilan untuk menjawab keprihatinan yang ada di tengah masyarakat mereka refleksikan, lalu mereka melakukan aksi nyata, melalui bermacam kegiatan sosial. “Kami terus membangun kerja sama dengan Gereja, Kampus, dan beberapa kelompok keagamaan maupun lembaga sosial lainnya untuk meningkatkan karya pelayanan,” jelas penanggung jawab pelayanan SEY Kristina Stefania Migi.

Komunitas ini menyadari bahwa perjalanan mereka selama 14 tahun tidak pernah terlepas dari beragam tantangan. Sebagai bagian dari Komunitas Awam Katolik Internasional Sant’Egidio, SEY berusaha menjalankan aktivitas komunitas secara mandiri. “Kami harus mencari dana. Namun, karena anggota SEY kebanyakan sibuk dengan pekerjaan, upaya penggalangan dana biasanya sulit dilaksanakan,” terang Stefania. Selain itu, dalam mencari anggota yang mau berkomitmen hidup dalam semangat Sant’Egidio pun tidak mudah.

Tantangan lain adalah jika ada anak jalanan yang sakit. SEY biasanya akan merujuk ke rumah sakit. Namun, rumah sakit kadang meragukan pembiayaannya. Ketika anggota SEY siap membiayai anak yang sakit memakai uang pribadi, rumah sakit malah ragu dan menganggap SEY ‘konyol’. Kerelaan itu dianggap aneh, karena anak itu tidak ada hubungan kekerabatan. Iwan, kelahiran Bairo Formosa, Dili, Timor Leste, 15 Oktober 1980, mengungkapkan, “Bagi kami, pelayanan ini sesuatu yang biasa, dan memang butuh pengorbanan.”

Ivonne Suryanto

HIDUP NO.28, 13 Juli 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles