HIDUPKATOLIK.com – Saat ini, dunia pendidikan sangat membutuhkan perubahan mendasar. Mutu pendidikan hanya bisa diperbaiki melalui peningkatan mutu pendidik serta guru profesional. Harapannya, presiden yang baru dapat memberikan prioritas pada pemberdayaan guru di seluruh Indonesia. Setiap guru harus mengikuti pelatihan agar mendalami dan menguasai materi yang diajarkan. Pelatihan intensif selama satu minggu setiap semester yang wajib diikuti guru, dapat memperbaiki mutu pendidikan. Jadi, semua dana yang digunakan untuk biaya Ujian Nasional (UN) dapat dialokasikan untuk membiayai pelatihan guru profesional, mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga pendidikan tinggi.
Tentu saja, calon guru yang sedang belajar di setiap Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan (LPTK) perlu memperbarui kurikulum dan materi yang mereka dalami. Para calon guru perlu dilatih hingga menguasai metode mengajar yang efektif. Model “Indonesia Mengajar” untuk mempersiapkan guru muda, dapat menjadi contoh bagi setiap LPTK, sehingga dapat menghasilkan pendidik yang profesional.
Berpikir kritis
Saat mengikuti tes bertaraf internasional, seperti Program for International Student Assessment (PISA), satu titik kelemahan peserta didik adalah kemampuan “menalar” yang masih terbatas. Artinya, para pendidik perlu dilatih ilmu logika, yakni metode atau cara-cara mengajar sambil mempromosikan berpikir kritis.
Setelah peserta didik diajak untuk ikut berpikir, mereka juga perlu diajar menalar guna memahami suatu materi. Saat ini, kebanyakan guru mengajar dengan metode yang membuat siswa harus menghafal. Para guru rajin mengadakan ulangan harian yang menanyakan soal data hafalan. Akibatnya, para murid hanya belajar untuk tujuan ulangan, agar bisa menjawab pertanyaan ujian saja. Maka, para guru perlu dibantu mengubah pola mengajar dengan terus mempromosikan berpikir kritis dalam setiap proses pembelajaran. Peserta didik dibiarkan berpikir kritis sehingga mereka menemukan alasan yang tepat. Untuk tingkat sekolah menengah atas (SMA), siswa bisa ditantang untuk memikirkan bagaimana seharusnya menata tata kelola kota, sehingga menjadi tidak macet.
Harapan lain setelah Pemilu adalah pendidikan yang menitikberatkan pada kebutuhan nyata, lewat sekolah menengah kejuruan. Praktisnya, jika daerah tersebut kaya dengan ikan dan laut, maka perlu ada sekolah kejuruan yang melatih para peserta didik untuk menguasai masalah perikanan atau perkapalan.
Multikultural
Saat ini, negeri ini juga perlu mempertahankan kesatuan generasi muda melalui pendidikan multikultural. Setiap peserta dididik bisa belajar saling menghargai suku, budaya, ras, bahasa, dan agama yang berbeda. Pendidikan multikultural sangat dibutuhkan dan sudah seharusnya diperkenalkan kepada peserta didik sejak dari usia PAUD hingga pendidikan tinggi.
Para pendidik perlu mempromosikan sikap saling menghargai keberbedaan. Peserta didik diajak untuk menjumpai pengalaman yang menghargai keberbedaan dalam penghayatan iman dan agamanya; saling menghargai yang berbeda suku serta bahasa. Hanya dengan pendidikan seperti ini, kita mampu mempersiapkan generasi muda masa depan yang mampu mempertahankan keutuhan negeri ini. Pendidikan multikultural merupakan dasar pembentukan karakter bangsa untuk mampu menghidupi semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Itulah beberapa harapan dari sektor pendidikan yang perlu diperhatikan Presiden yang terpilih. Semoga harapan ini dapat terwujud, sehingga sekolah swasta, termasuk sekolah yang bernaung dalam yayasan Katolik, dapat ikut ambil bagian dalam memperbaiki mutu pendidikan Indonesia. Sekolah-sekolah Katolik juga harus tetap eksis mencetak serta melahirkan generasi muda yang mampu membawa perubahan bagi Indonesia..
Fidelis Waruwu
HIDUP NO.29, 20 Juli 2014