web page hit counter
Senin, 25 November 2024
spot_imgspot_img

Top 5 This Week

spot_img

Related Posts

Beato Luigi Novarese : Rasul Orang Sakit

4.5/5 - (2 votes)

HIDUPKATOLIK.com – Tujuh tahun ia hidup bersama TBC tulang belakang dalam tubuhnya. Kesembuhan menjadi pengalaman eksistensial yang memantik motivasi untuk mengabdi orang sakit sepanjang hidupnya.

Tuberculosis (TBC) tulang belakang telah hinggap dalam raganya saat usia Luigi Novarese masih amat belia, sembilan tahun. Kala itu, penyakit ini dianggap sangat berbahaya karena belum ditemukan sarana dan cara penanganan medis.

Penyakit itu disebabkan oleh virus Mycobacterium yang menyebar melalui udara. Perkembangan virus di dalam tubuh tergolong lamban, tergantung daya tahan tubuh penderita. Yang terjangkit virus ini akan merasa tubuhnya ngilu, pegal-pegal, demam di malam hari, berat tubuh menurun, dan menyebabkan kelumpuhan bila sudah akut.

Tak tega melihat penderitaan Novarese, sang bunda terus membawanya ke berbagai rumah sakit. Namun, anak bungsunya itu tak kunjung sembuh. Bahkan jawaban dokter senantiasa berujung getir. Hanya mukjizatlah yang mampu menyembuhkannya.

Pernah suatu hari, perempuan yang telah lama menjanda itu diprotes anak-anaknya yang lain. Mereka menyalahkan sang bunda karena telah menjual harta untuk pengobatan si bungsu. Padahal, semua dokter sudah memvonis tak bakalan sembuh. Meski ditentang, sang bunda rutin membawa Novarese ke rumah sakit.

Selama tujuh tahun, Novarese didera TBC tulang belakang. Dalam sakit berkepanjangan, ia senantiasa memohon kesembuhan pada Tuhan melalui perantaraan Bunda Maria dan St Yohanes Don Bosco. Ia pun tak henti bernadar: jika sembuh, hidupnya akan dibaktikan untuk orang-orang sakit.

Novarese sempat menulis sepucuk surat pada Superior Kongregasi Salesian Don Bosco, Pastor Philip Rinaldi SDB kala itu. Dalam suratnya, ia memohon agar Pastor Rinaldi SDB bersama rekan- rekan sekomunitasnya turut mendoakannya.

Saat berusia 16 tahun, pada 1930, kesehatannya memburuk. Novarese dilarikan ke Sanatorium Santa Corona, Pietra Ligure, Italia. Menghadapi detik-detik kritis bergumul dengan TBC, ia hanya bisa berpasrah dan berdoa. Beruntung, nyawanya tertolong meski harus menjalani perawatan intensif.

Pada suatu ketika, dokter terperanjat melihat hasil diagnosa atas kesehatannya. Novarese sembuh total dari penyakitnya. Ia yakin, kesembuhan yang ia alami terjadi berkat belas kasih Tuhan. Maka, ia menggantung impian menjadi dokter. Sebab, profesi inilah yang dianggapnya cocok untuk merealisasikan nadarnya. Usai tamat pendidikan menengah, ia langsung melamar pada Fakultas Kedokteran Universitas Turin.

Naas, pada 1935 ibunya meninggal. Kepergian penopang hidup keluarga ini memaksanya mengubur cita-cita untuk menjadi dokter. Meski demikian, pengalaman menyedihkan itu tak membendung niat mulianya untuk memperhatikan orang sakit. Masih ada jalan lain untuk merealisasikan nazarnya.

Novarese akhirnya menetapkan pilihan menjadi imam. Formasi awalnya ia jalani di Seminari Casale Monferrato, Alessandria, Italia. Lalu, ia melanjutkan studi ke Almo Collegio Capranica, Roma. Pada 17 Desember 1938, ia ditahbiskan sebagai imam Keuskupan Frascati di Basilika St Yohanes Lateran, Roma. Sebagai imam, fokus pastoralnya tak berpaling dari nazarnya.

Putra Bungsu
Luigi Novarese lahir di daerah pertanian Casale Monferrato, Alessandria, Italia, 29 Juli 1914. Wilayah itu terletak sekitar 60 kilometer sebelah Timur Turin. Mata pencarian masyarakat kampung halamannya ialah bertani –termasuk orangtuanya: Giusto Carlo dan Teresa Sassone.

Novarese hidup di tengah keluarga besar. Ia merupakan anak bungsu dari sembilan bersaudara. Ketika menginjak usia sembilan bulan, sang ayah wafat. Kepergian ayahnya menambah tanggung jawab ibunya kian berat. Selain bekerja agar roda ekonomi keluarga terus berputar, sang bunda juga harus merawat dan memperhatikan sembilan anaknya. Apalagi saat itu Novarese masih seumur jagung dan sangat membutuhkan pendampingan intens dari sang ibu.

Oleh sebab itu, tak heran bila Novarese punya kenangan mendalam tentang ‘potret’ hidup bundanya. Secara khusus, kegigihan merawat buah hatinya yang sakit dan sempat divonis tak ada harapan hidup. Teladan hidup dan kebajikan sang ibu terpatri dalam hatinya dan menjadi salah satu latar belakang fokus pastoral di tengah orang sakit.

Pastoral Karitatif
Pada 1 Mei 1941, Pastor Novarese ikut membantu Wakil Sekretaris Negara-Kota Vatikan, Pastor Giovanni Battista Montini (1897-1978) kelak menjadi Paus Paulus VI. Ia dimasukkan dalam Staf Kesekretariatan Negara. Di tengah kesibukannya mengirim laporan rutin pada Pastor Montini dan Sekretaris Konferensi Para Uskup Italia, ia masih berkecimpung dalam berbagai tugas dan karya karitatif lain. Dengan tekun, ia menyelesaikan studi lanjut dalam bidang Hukum Gereja di sela-sela pastoral di sejumlah rumah sakit di Italia atas permintaan Bapa Suci. Bahkan ia membentuk sejumlah kelompok dan mendirikan rumah pendampingan bagi orang sakit.

Hampir 10 tahun, beberapa komunitas pendampingan untuk orang sakit dan kaum difable terbentuk atas inisiatifnya, seperti: League of Priests Marian (1943), Centre Volunteers of Suffering (1947), The Silent Workers of the Cross (1950), dan Brothers of the Sick (1952). Pada 7 Oktober 1957, Novarese berhasil mengumpulkan sekitar tujuh ribu orang sakit dan kaum difable untuk beraudiensi dengan Paus Pius XII di Cortile del Belvedere, Vatikan. Peristiwa ini membawa kesan mendalam bagi peserta audiensi karena bisa secara langsung bertatap muka dengan Wakil Kristus di dunia, Penerus Takhta St Petrus.

Pastor Novarese dikenal sangat gigih menentang marjinalisasi orang sakit dan kaum difable. Ia memotivasi mereka yang sakit, cacat dan lanjut usia untuk berani keluar dari ‘tempat pengasingan’ dan berbaur dengan masyarakat. Ia pun melatih mereka berdagang, mandiri secara ekonomi.

Sembilan hari menjelang ulang tahun ke-70, 20 Juli 1984, Pastor Novarese wafat di Rocca Priora, Roma. Jenazahnya disemayamkan di Gereja St Maria del Suffrage, Via Giulia 59, Roma.

Teladan Belarasa
Bapa Suci Yohanes Paulus II menjuluki Pastor Novarese sebagai ‘Rasul Orang Sakit’ atas dedikasi dan cintanya bagi saudara- saudari yang menderita. Teladan iman dan kesaksian hidupnya resmi diakui Takhta Suci melalui promulgasi dekrit keutamaan hidup pada 27 Maret 2010. Saat itu, Paus Benediktus XVI menggelarinya Venerabilis.

Pada 19 Desember 2011, Paus asal Jerman itu merestui mukjizat kesembuhan yang dialami Graziella Paderno, perempuan berusia 57 tahun, yang berdoa melalui perantaraan Pastor Novarese. Namun upacara beatifikasinya baru dihelat pada 11 Mei 2013 di Basilika St Paulus Luar Tembok oleh Kardinal Tarcisio Bertone SDB. Gereja mengenang ‘Rasul Orang Sakit’ ini tiap 20 Juli.

Yanuari Marwanto

HIDUP NO.30, 27 Juli 2014

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Popular Articles