HIDUPKATOLIK.com – Pengasuh yang baik, saya Rina, seorang ibu rumah tangga. Saya punya anak perempuan, saat ini usianya 16 tahun dan duduk di bangku kelas II SMA. Belakangan ini, kami berdua sering berperang mulut, lantaran saya melarangnya berpacaran dengan seorang frater. Menurut dia, frater juga itu butuh cinta. Apalagi menurut putri saya ini, frater itu yang menyatakan perasaan pertama kali kepada dia. Dia bilang kalau dia sangat nyaman di samping frater. Frater itu, sangat perhatian dengan dia. Dia sering mengajak frater itu ke rumah, walaupun saya ada di rumah. Ketika saya tanya pada frater itu, ia bilang kalau dia juga mencintai putri saya. Saya sangat bingung. Tidak tahu harus bertindak seperti apa? Apakah saya melarang frater itu datang ke rumah saya, biar tidak bisa ketemu anak saya lagi? Ataukah, melapor frater itu kepada atasannya? Mohon solusi.
Rina, Jakarta
Ibu Rina yang sangat sayang kepada sang putri dan menghormati Gereja. Permasalahan jatuh cinta dapat terjadi pada siapa saja. Terlebih pada putri Ibu yang sedang beranjak dewasa dan mulai mengenal dan merasakan cinta lawan jenis. Perlu saya informasikan di sini bahwa perasaan cinta yang dirasakan oleh putri Ibu itu normal, menurut sisi pandang Psikologi Perkembangan. Hanya saja, dengan siapa putri Ibu jatuh cinta, ini yang menjadi masalah. Karena, seorang frater memang calon imam dan tidak akan menikah, atas pilihannya sendiri.
Dugaan saya, sementara ini Ibu dihinggapi rasa bersalah dan perasaan malu karena putri Ibu jatuh cinta dengan seorang frater. Ibu merasa tidak nyaman, karena ia diharapkan menjadi pastor. Terlebih, jumlah calon imam kian lama semakin sedikit, sehingga dalam alam ketidaksadaran, Ibu terpikir bahwa Ibu dan putri Ibu menjadi umat yang turut andil pada kurangnya jumlah imam. Kemungkinan, perasaan inilah yang sering membebani pikiran Ibu sehingga membuat Ibu sering bertengkar dan keberatan dengan keputusan putri Ibu.
Untuk menjadi imam, seorang frater akan melewati beberapa tahap. Dalam perjalanan menjadi menjadi imam itu, banyak frater yang memutuskan untuk tidak melanjutkan, karena keuputusannya sendiri atau dikeluarkan.
Menghalangi putri Ibu untuk bertemu dengan frater, menurut saya adalah tindakan yang salah. Jika dilarang, kemungkinan mereka akan mengadakan pertemuan yang tidak Ibu ketahui, sehingga Ibu tidak dapat mengawasi perilaku dan perkembangan hubungan mereka. Tetapi, pendapat Ibu untuk menghubungi imam yang pembimbing frater tersebut dapat dilakukan. Tentu saja menurut saya, tidak berbentuk laporan sepihak dan saling menyalahkan Namun, berdiskusi dan mengevaluasi apakah perasaan cinta putri Ibu dan frater tersebut benar-benar kuat.
Saya yakin, pembimbing frater itu punya catatan tentang perilaku keseriusan frater tersebut untuk menjadi imam. Perlu dicatat pula, seorang frater juga terikat dengan hukum Gereja. Misalnya, seorang frater dari tarekat, pada tahap tertentu terikat dengan kaul yang diucapkannya: kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian. Bahkan, ada frater yang sudah berkaul untuk seumur hidup. Maka, mengkomunikasikan hubungan cinta putri Ibu dan frater tersebut akan sangat berguna. Dari komunikasi yang jujur itu, dapat disepakati hal-hal yang perlu dilakukan bersama, sehingga permasalahan ini tidak hanya menjadi beban pikiran Ibu. Sebaiknya Ibu mulai berpikir positif bahwa Tuhan bekerja dengan cara yang unik.
Semoga saran yang saya tawarkan ini dapat membuat Ibu menjadi lebih tenang dan lebih bijaksana dalam menghadapi putri Ibu yang sudah mulai yang sudah mulai beranjak dewasa.
Tuhan memberkati
Kristiana Haryanti
HIDUP NO.36, 7 September 2014