HIDUPKATOLIK.com – Peter mengusir setan sebagai bentuk pastoral mempertobatkan orang-orang kafir yang mengejar dan membunuh orang-orang Kristen.
Matanya merah, Paulina kehabisan tenaga. Putri Kepala Penjara Archemius itu berteriak ketakutan. Ia membanting badannya ke tembok dengan sekujur tubuhnya penuh luka. Wajahnya garang penuh kebencian. Kadang-kadang tubuhnya melayang-layang di udara. Semua orang yang menyaksikan peristiwa itu pun ikut ketakutan.
Begitulah Paulina saat kerasukan, gaduh tak beraturan. Sekonyong-konyong tubuhnya tercekik penuh amarah. Secunda, sang ibu hanya bisa menangis melihat duka sang anak. Bukan pertama kali Paulina mengalami kerasukkan roh jahat. Dalam ikonografi para martir katakombe abad IV ditulis Paulina mengalami kerasukkan roh jahat lebih dari 30 kali.
Secunda selalu rajin memberikan persembahan kepada dewa-dewi Roma kuno agar anaknya terbebas dari kutukan ini. Tetapi usaha itu tetap saja nihil. Malahan tubuhnya makin kurus, matanya memerah, penuh dendam. Ia tidak tertarik untuk makan dan minum.
Situasi Paulina terdengar di telinga Peter yang ketika itu mendekam di penjara. Diakon periang ini pun mohon izin kepada Secunda agar menyembuhkan Paulina. Izin ini ditanggapi positif oleh Secunda asalkan Paulina sembuh. Dengan dibarengi puasa dan pantang, Peter mendatangi Paulina. Peter meletakkan salib persis di wajah Paulina. Perempuan muda itu berteriak minta ampun. Cibiran dan makian keluar dari mulut Paulina.
Seharian Peter bergulat dengan roh-roh jahat yang menempel di tubuh Paulina. Dalam doa mendalam, roh-roh penggoda itu berhasil diusir. Saat itu juga Paulina sembuh. Melihat peristiwa ini, Archemius dan Secunda menyatakan diri menjadi Kristen saat itu juga.
Pengusir Setan
Paulina yang dibebaskan Peter dari belenggu roh jahat adalah putri seorang Kepala Penjara Roma bernama Archemius. Paulina dirasuki roh jahat yang konon berasal dari roh orang-orang Kristen yang dibunuh secara tak wajar. Dalam belenggu Roh, Paulina menjadi tak bersemangat. Ia kehilangan harapan untuk bertahan hidup. Secunda, sang ibu, sudah angkat tangan kepada dewa-dewi agar menolong putrinya. Ahli-ahli sihir kerap diundang mengusir setan dari tubuh Paulina, tetapi semua berakhir dengan kegagalan.
Peter akhirnya datang menjadi pahlawan. Berkat doa-doa Peter, Paulina menjadi sembuh. Salib menjadi tanda keselamatan bagi Paulina. Peter berhasil mengusir roh jahat di tubuh Paulina.
Saat menyelamatkan Paulina, Peter tidak bekerja sendiri. Dalam banyak tugas pelayanan, ia bekerja bersama Marcellinus. Setelah kesembuhan Paulina, ini mendatangkan angin segar bagi dua sahabat ini. Marcellinus pun dengan tegas mengatakan, bahwa semua yang dialami Paulina adalah karena pembunuhan dan penyiksaan orang Kristen. Pernyataan ini sontak menyentak hati Archemius, ayah Paulina ini sadar bahwa selama ini ia bersalah telah membunuh banyak orang Kristen.
Sejak saat itu, keluarga kafir ini menyatakan diri menjadi Kristen. Melihat peristiwa kesembuhan sang putri, Archemius dan Secunda menyatakan diri menjadi Kristen saat itu juga. Mereka lalu menjadi saksi iman bagi banyak orang Roma.
Kaisar Bengis
Tidak banyak catatan soal Peter. Dalam ikonografi abad XII disebutkan Peter lahir sekitar abad ke di Roma. Di setiap gambar, ia dilukiskan sebagai seorang pria dengan tonsura di atas kepala sedangkan tangannya menggenggam salib. Ia adalah seorang pendoa yang mencintai kesunyian. Ia sering menghabiskan malam dengan berdoa bagi jiwa-jiwa orang Kristen.
Peter lahir di saat Gereja mengalami penindasan oleh penguasa Roma Kaisar Diokletianus (244-305). Tahun 303, Diokletianus mengeluarkan serangkaian perintah yang mencabut hak umat Kristen. Diokletianus meminta orang Kristen mengikuti praktik-praktik keagamaan Roma. Diokletianus juga menyasar klerus. Penganiayaan ini bervariasi tetapi mengena di seantero Roma bahkan menancapkan taring di Galia dan Britania.
Bila ditarik lebih jauh, penganiayaan ini sudah berlangsung sejak tahun 250 masehi, saat Desius dan Valerius Agustus memerintah Roma. Edik “toleransi” bagi orang Kristen sempat digaungkan oleh Gallienus, putera Valerius. Tetapi toleransi versi Gallienus hanya numpang lewat.
Selama 40 tahun, Diokletianus mengesampingkan kekristenan. Bahkan di 12 tahun pertama pemerintahannya, ia sudah banyak memusnahkan orang-orang Kristen. Pemerintahan otokrasi yang dikombinasikan dengan citra dirinya sebagai pemulih kejayaan Roma masa lalu menjadi awal penganiayaan.
Peter tak luput dari penganiayaan ini. Diokletianus juga menangkap orang-orang Kristen di Nicomedia, ibukota Kekaisaran Roma bagian Timur. Banyak yang meregang nyawa dengan diikat batu di leher lalu ditenggelamkan di Laut Marmara. Banyak juga yang berakhir di ujung cambuk, dibakar, diracuni, dan disalibkan.
Peter yang pernah berkarya di Phrygia, sebuah kota yang penduduknya Kristen, juga tak luput dari penindasan. Meski banyak yang selamat tetapi mereka tak luput dari cacat fisik. Lengan, kaki, bahkan telinga mereka dipotong. Sebastianus misal, kepala penjara Kekaisaran Roma dibunuh karena imannya.
Sebelum akhirnya dibunuh, Peter sempat menghabiskan beberapa saat mendekam di penjara. Di sana, ia menyaksikan begitu banyak orang Kristen mati dipancung. Ia menjadi saksi bagaimana Maximus (286-205), Gubernur Provinsi Sisilia dipenggal kaki dan tangannya oleh algojo-algojo Diokletianus.
Di penjara, Peter bertemu Marcellinus yang kelak menjadi sahabat setianya. Marcellinus adalah seorang imam yang setia pada hidup selibat. Bagi Marcellinus, Peter adalah pelayan yang berkharisma. Sementara bagi Peter, Marcellinus adalah bapak rohani yang bijaksana.
Akhir Perjalanan
Perjalanan pelayanan Peter berakhir di hadapan kekejaman Diokletianus. Peter dibunuh tahun 304 di Silva Nigra di dekat Kota Roma. Pada masa pemerintahan Diokletianus, banyak martir Kristen mati dibunuh. Dalam bilangan ini, termasuk juga keluarga Acrhemius. Mereka dibunuh dengan dipenggal kepala atas perintah Serenus, pengikut setia Dioklatus.
Lewat Wahyu Ilahi, Jazad Peter dan Marcellinus ditemukan oleh Lucilla dan Firmina. Keduanya dimakamkan dekat makam St Tiburtius di Jalan Labicana. Tempat ini kini dikenal sebagai Katakombe Marcellinus dan Peter.
Setelah peristiwa penganiayaan orang Kristen, Paus Damasus (305-384) membuka lagi katakombe ini dan mengangkat mereka sebagai martir korban kebengisan Diokletianus. Lewat catatan-catatan Martyrologium Hieronymianum, jejak-jejak mereka dianggap sebagai jejak sejarah kekristenan awal.
St Helena (248-328), ibunda Kaisar Konstantinus Agung (272-337) yang menjadi Kristen, menghibahkan tanah untuk pendirian Basilika Marcellinus dan Peter di Jalan Merulana, Roma. Tahun 1253, Paus Alexander IV (1199-1261) memindahkan relikwi mereka ke basilika ini. Keduanya dikenang setiap tanggal 2 Juni.
Yusti H. Wuarmanuk